mimbaruntan.com, Untan — Beberapa hari menuju pesta demokrasi, Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024 sudah di depan mata. Isu pemilu berhamburan di kanal media sosial manapun, hiruk pikuk perbincangan dari pendukung Pasangan Calon (Paslon) pilihan masing-masing hingga iming-iming keterlibatan pihak yang seharusnya netral kini menghantarkan Indonesia menuju Darurat Demokrasi.
Dilatarbelakangi oleh keresahan akan rusaknya demokrasi, Seruan Aksi turut dilaksanakan di Kalimantan Barat (Kalbar) pada Rabu, (7/2). Konsolidasi tersebut memanggil Aliansi Mahasiswa Kalbar untuk melakukan pergerakan yang melibatkan Badan Eksekutif Mahasiswa Se Kalimantan Barat (BEM SEKA sektor Kalbar), Mahasiswa Universitas OSO, Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Pontianak (UMP), Mahasiswa Institut Perguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Pontianak, serta Cipayung Plus, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI).
Sahari Ramadhan mahasiswa Universitas OSO juga selaku Koordinator Lapangan menerangkan bahwa latar belakang seruan aksi tersebut bersumber dari keresahan dan beban moral mahasiswa untuk mempertahankan marwah demokrasi dengan bersifat demokratis dan integritas di samping label agent of change.
“Kami sudah melakukan beberapa hari rangkaian konsolidasi di mana kami sebagai mahasiswa aliansi merasa resah terhadap tindakan presiden ataupun pejabat-pejabat daerah, yang hari ini kita ketahui bahwasannya tidak netralnya pemerintah baik itu dari Presiden, TNI, POLRI, dan ASN. Elite-elite sudah mengendalikan dan juga merusak pesta demokrasi kita tahun ini. Kami sebagai mahasiswa ingin menjaga marwah demokrasi yang ada di Kalbar,” ungkapnya.
Baca Juga: Necropolitics, Jurang Baru Peradaban
Menyikapi persoalan politik yang ada, seruan aksi kali ini membawa beberapa tuntutan di antaranya:
- Meminta Presiden, sebagai kepala negara untuk kembali bersikap netral dalam kontestansi Pemilu 2024
- Menuntut TNI, POLRI dan ASN untuk bersikap netral pada kontestansi pemilu 2024
- Meminta BAWASLU bersikap tegas terhadap pelanggaran yang terjadi selama pemilu 2024 berlangsung.
- Meminta KPU independen selama kontestansi pemilu 2024.
- Meminta mendagri dan DPRD Provinsi Kalimantan Barat mengevaluasi pernyataan sikap PJ Gubernur Kalimantan Barat pada tanggal 27 Januari 2024.
Sahari juga menyayangkan banyak mahasiwa yang enggan berkontribusi dalam terancamnya darurat demokrasi, bersuara adalah hak elemen masyarakat begitupun mahasiswa sangat memprihatinkan bila tak turut berpartisipasi merasakan keresahan untuk demokrasi yang tengah berlangsung.
“Kami turut prihatin dari mahasiswa ini tidak adanya keterlibatan, mahasiswa ini hanya fokus terhadap pemilu tidak terfokus untuk menjaga demokrasi di mana hal-hal itu untuk kepentingan politik masing–masing. Kami berharap untuk masyarakat ataupun kawan-kawan dari mahasiswa turut hadir untuk menjaga demokrasi,” tutur Sahari kala diwawancarai.
Baca Juga: Amanat
Tak lupa Sahari menambahkan harapannya agar tuntutan dalam aksi ini tersampaikan dan didengar, sebab baginya Aksi ini bukan seremonial semata melainkan akan ada gelombang-gelombang selanjutnya dalam mengawal pesta demokrasi.
“Harapan kami dalam aksi kali ini lebih baik didengar, karena hari ini kita ketahui mahasiswa akan melakukan gelombang-gelombang selanjutnya untuk aksi yang di mana kita menuntut apakah ada respon dari pemerintah terhadap aksi kami hari ini, dan juga kami dari aliansi mahasiswa bersikap tegas akan mengawal pesta demokrasi 2024 ini,” tutupnya mengakhiri wawancara.
Tak hanya Sahari, Sisilius Rami Koordinator Wilayah BEM SEKA Kalbar merupakan salah satu peserta aksi, turut buka suara terkait permasalah demokrasi kali ini. Ia menekankan kekecewaan terhadap ketidaknetralannya seorang Presiden selaku kepala negara dan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengobrak-abrik isi Pasal 169 huruf (q) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu perihal syarat usia Capres-Cawapres.
“Sangat disayangkan atas kebijakan Presiden atau kepala negara kita hari ini yang sewenang-wenangnya membungkam demokrasi. Kalau berbicara keterlibatan, saat ini pasal diobrak-abrik sehingga MK mengeluarkan UU untuk batas usia pencalonan, sehingga bisa diloloskan calon wakil presiden urut dua,” papar Rami.
Begitu tampak sebuah paham politik dinasti dan nepotisme dalam pandangan Rami di mana adanya keberpihakan. Sementara elemen masyarakat mengidamkan Pemilu dan demokrasi yang bersih tanpa berat sebelah dengan sikap netral dari Presiden selaku kepala negara, Aparatur Sipil Negara (ASN), Tentara Negara Indonesia (TNI), Polisi Republik Indonesia (POLRI).
“Sudah jelas bahwa ini merupakan politik dinasti dan nepotisme oleh presiden Jokowi dengan asas-asas kepentingan keluarga dan mengeluarkan kebijakan sewenang-wenangnya. Tentunya masyarakat atau mahasiswa di Kalimantan Barat kita ingin kepada presiden jokowi, ASN maupun TNI Polri, untuk menjaga netralitas pemilu 2024,” jelas Rami.
Mengakhiri wawancara, Rami menyampaikan harapannya tehadap pemimpin negara ke depannya siapapun yang terpilih tidak tutup telinga akan suara rakyat dan dapat meratakan pembangunan segala aspek ke semua penjuru daerah Indonesia.
“Harapan saya untuk pemimpin kita siapapun yang terpilih nantinya, pada intinya mereka harus menyuarakan suara rakyat dan tentunya mengenai pembangunan, kesehatan, pendidikan dan infrastruktur harus merata di setiap daerah maupun kabupaten, desa dan kota,” pungkas Rami.
Penulis: Mira Loviana
Editor: Ibnu Najaib