Politik dan ekonomi; mungkin dalam beberapa pengertian yang dirumuskan—kedua hal tersebut—akan memiliki arti yang cukup berbeda. Akan tetapi, kedua hal tersebut tidak dapat kita pisahkan. Tidak jarang terdapat interrelation di keduanya, sehingga dapat memengaruhi suatu kondisi masyarakat. Keadaan politik dapat memengaruhi keadaan ekonomi dan vice versa.
Keadaan politik suatu negara akan memengaruhi para pelaku ekonomi untuk menanamkan modalnya atau untuk melakukan kerja sama ekonomi jangka panjang. Ketika tidak ada kepastian di dalamnya, keadaan ekonomi akan terancam karena tidak ada supply yang cukup sebagai bahan bakar roda perekonomian suatu negara, dan yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup cepat; suatu negara akan mengalami kebangkrutannya dan chaos tidak dapat dihindari.
Baca Juga: Bahasan Lingkungan Hidup Jadi Topik Pinggiran Debat Pilpres 2024.
Harapan masyarakat terhadap pemerintah sudah cukup jelas, yaitu membangun perekonomian yang baik, sistem keamanan dan politik yang bersih, serta jaminan atas akuntabilitas dan integritas penguasa. Namun, saat ini hal-hal tersebut cukup sulit ditemukan dan tidak jarang kita lebih melihatnya sebagai sebuah dongeng di negeri utopia a la Thomas Moore. Saat ini kita tidak secara langsung membahas politik dan ekonomi pada umumnya, namun kita bertendensi pada pembahasan tentang penghilangan-penghilangan yang dilakukan oleh penguasa terhadap kaum atau individu yang dianggap layak untuk dihilangkan karena tidak memiliki kualitas atau kontribusi yang baik bagi negara hingga dianggap mengancam kelangsungan kepentingan pribadi penguasa.
Necropolitics
The ultimate expression of sovereignty largely resides in the power and capacity to dictate who is able to live and who must die (Achille Mbembe, 2011, p. 66). Bahwa kita dapat melihat ada kecenderungan yang dapat dilakukan oleh penguasa untuk menentukan eksistensi dari setiap warga negaranya. Bukankah hal ini sangat berbahaya bagi pergerakan kolektif?
Dan menjadi ancaman nyata bagi restrukturisasi sistem yang rusak. Metode yang digunakan dalam necropolitics, khususnya untuk menentukan siapa yang layak hidup atau mati adalah dengan cara melakukan perang (dalam skala kecil atau besar), perundungan, pengasingan, hingga pembunuhan terorganisir untuk memastikan bahwa target dapat dimusnahkan atau dibuat tidak nyaman dengan kondisi yang ada sehingga menurunkan minat dan kehendak target atau pergerakan kolektif untuk melanjutkan perlawanannya.
Kita secara sadar mengetahui bahwa perang merupakan cara yang paling lumrah untuk mendapatkan kekuasaan dan mendapatkan akses untuk melakukan pembunuhan. Necropolitics dalam beberapa sistem pemerintahan, seperti totalitarianisme, nazisme, atau kamp-kamp konsentrasi yang dengan sengaja dibuat, merupakan gambaran nyata dari kekuasaan.
Hal tersebut mengandung kekejaman, kekerasan, hingga kebiadaban yang menjadi penanda bagi kekuatan absolut dari kuasa yang negatif. Dari apa yang telah kita jelaskan, kita dapat menyadari bahwa negara atau penguasa sebagai agen pelaksanan sistem pemerintahan dapat berpotensi melakukan penghilangan, pengrusakan, bahkan pembunuhan untuk memastikan bahwa negara tetap aman.
Tindakan tersebut merujuk pada konsep-konsep totalitarian atau kamp-kamp konsentrasi, pada dasarnya hanya berfungsi sebagai penutup mulut para kritikus negara atau aktivis yang memperjuangan hak-hak masyarakat. Kita telah mengetahui bahwa di beberapa negara pernah terjadi penghilangan secara paksa atau pengancaman terhadap aktivis atau kelompok masyarakat yang hendak menyampaikan kritik; melalui media sosial atau aksi-aksi demo.
Logika di dalam necropolitics cukup sederhana dan tidak normatif. Bahwa seseorang yang dekat dengan penguasa atau memiliki kerabat yang berkuasa akan cenderung dipertahankan, memiliki status yang lebih tinggi, dan mendapatkan jaminan atas hidupnya yang memungkinkan dirinya terhindar dari pembunuhan atau eliminasi. Sedangkan, bagi orang-orang (misalnya, masyarakat marginal) yang cenderung sangat jauh dari spektrum kekuasaan bahkan tidak jarang dianggap sebagai pemicu dari masalah-masalah sosial, masuk ke dalam kategori yang “hidup” dan “eksistensi”-nya terancam untuk dihilangkan secara langsung atau secara bertahap melalui metode-metode yang terukur.
Baca Juga:Kedai Kopi Pontianak dan Krisis Filsafat
Mungkin dapat kita ilustrasikan ke dalam proposisi universal negatif, yaitu semua yang lemah tidak layak hidup. Penulis menyadari bahwa konteks tentang hidup atau mati merupakan perdebatan moralitas yang tidak dapat kita reduksi ke dalam pernyataan logis, namun di dalam necropolitics kita dapat melihat ada tendensi logis dan moralitas negatif di dalamnya.
Necroeconomy
Necropolitics secara langsung akan berimplikasi pada kegiatan perekonomian yang kemudian akan menghasilkan suatu gagasan yang serupa dalam bidang politik, yaitu necroeconomy. Setelah kita melihat penjelasan sebelumnya, kita dapat melihat bahwa terdapat tendensi untuk menentukan hidup atau mati seorang individu dengan maksud untuk menciptakan keuntungan bagi sistem atau hegemoni tertentu.
Necroeconomy dapat terjadi dalam segala bidang atau unit usaha. Dan, salah satu contohnya adalah perusahaan yang bergerak di bidang energi, misalnya batu bara. Kita harus menyadari bahwa pertambangan batu bara atau perusahaan energi yang menggunakan batu bara pada dasarnya akan menyebabkan perluasan penebangan hutan, kondisi air yang dapat tercemar akibat pengolahan limbah yang tidak maksimal, polusi udara, dan dapat menyebabkan konflik sosial yang ada di lingkungan sekitar.
Sisa dari pengolahan dan penambangan batu bara akan menimbulkan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang merupakan bahan baku yang berbahaya yang tidak dapat digunakan karena ada kerusakan, sisa pengolahan, dan tumpahan bahan baku yang membutuhkan penanganan dan pengolahan secara khusus.
Jika kita melihat limbah B3 yang dihasilkan dari pemanfaatan batu bara adalah hasil dari pembakaran batu bara pada fasilitas pembangkitan listrik atau pada aktivitas lainnya yang menggunakan batu bara sebagai bahan bakarnya pada alat tungku industri.
Mengapa necroeconomy menjadi berbahaya? Tentu saja, di dalam necroeconomy kita dapat melihat bahwa ada pengaruh buruk dari aktivitas ekonomi yang sedang dijalankan. Misalnya dari aktivitas pemanfaatan batu bara akan menjadi ancaman nyata bagi manusia karena akan mengontaminasi lingkungan sekitar dengan limbah B3 serta menjadi ancaman nyata bagi kesenjangan sosial dan konflik horizontal di dalam masyarakat.
Konflik horizontal ini disebabkan timbul akibat dari konflik kepentingan dari beberapa kelompok yang mendukung atau tidak mendukung aktivitas pemanfaatan batu bara. Apa yang dapat diraih dari necroeconomy? Para pelaku usaha atau penguasa akan mendapatkan kuasa penuh atas beberapa kelompok masyarakat yang mendukung dan dapat dimanfaatkan untuk melakukan represi atau penekanan yang dianggap mengancam kekuasaan.
Perekonomian yang begitu substansial merupakan alat utama yang dapat digunakan oleh penguasa untuk meraup keuntungan dan menjadi surga kekuasaan melalui eliminasi sosial. Eliminasi sosial ini dapat berjalan selaras dengan penurunan kualitas perekonomian yang terjadi di dalam kelompok masyarakat yang akan dihilangkan atau disingkirkan dari suatu wilayah.
Dengan adanya penekanan pada kebebasan melakukan aktivitas ekonomi terhadap kelompok tertentu, maka penguasa akan mendapatkan kebebasan untuk menentukan waktu yang tepat agar kelompok yang dianggap memberikan dampak buruk bagi negara atau kepentingan penguasa dapat secara etis dikeluarkan dari lingkaran kekuasaan dan pengelolaan kekayaan.
Artinya, necroeconomy dapat kita definisikan sebagai suatu aktivitas ekonomi yang bertujuan pada pemberantasan individu atau unit-unit usaha yang lemah atau dianggap tidak layak untuk dipertahankan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melakukan segmentasi atau memanfaatkan suatu sumber daya yang dapat menimbulkan dampak destruktif di masa depan dan luas wilayah yang terdampak telah diatur sedemikian rupa agar tidak memengaruhi kelompok atua individu yang masuk ke dalam kategori “layak dipertahankan”.
Homo Homini Lupus: Antara Kekuasaan dan Kekayaan
Necropolitics dan necroeconomy merupakan dua hal yang bergerak pada motif-motif yang sama dengan tujuan untuk melakukan eliminasi. Dalam hal ini, kita tidak jarang akan melihat bahwa persaingan yang terjadi ditimbulkan antar individu atau kelompok.
Mungkin gagasan homo homini lupus sudah sering terdengar dan kebosanan dapat melanda ketika kita membahas konsep tersebut. Akan tetapi, kita mesti menyadari bahwa kekuasaan dan kekayaan memiliki posisinya masing-masing di dalam necropolitics dan necroeconomy. Kekuasaan dan kekayaan secara tidak langsung akan begitu melimpah di dalam suatu wilayah yang mengimplementasikan necropolitics dan necroeconomy.
Kekuasaan dan kekayaan yang tersedia tersebut dalam konteks hegemoni dimanfaatkan oleh para penguasa atau individu yang dekat dengan penguasa. Kekuasaan dan kekayaan yang diperoleh dapat digunakan untuk melanggengkan penghilangan, pembentukan kamp-kamp konsentrasi, hingga pembunuhan tersistematis yang dilakukan oleh penguasa yang tentu saja membentuk moralitas negatif.
Kita tidak akan menemukan konsep-konsep normatif di dalam neuropolitics dan neuroeconomy. Kita harus memikirkan bahwa aktivitas yang dilakukan dengan mempertimbangkan hidup dan mati seseorang tidak akan menghasilkan sistem yang lebih baik daripada sistem politik lainnya.
Ketika kekuasaan telah diperoleh, maka seseorang dengan mudah dapat mengeruk keuntungan dari sumber daya yang dapat dieksploitasi. Sumber daya alam atau sumber daya manusia yang melimpah di suatu negara atau wilayah dapat menghasilkan keuntungan subjektif, khususnya bagi para penguasa di dalam sistem necropolitics.
Dengan melakukan eksploitasi secara besar-besaran, maka keuntungan dapat diperoleh yang kemudian dengan aktivitas ekstrem tersebut akan berdampak pada pengerucutan atau penyusutan populasi tidak dalam waktu yang cepat atau penurunan secara drastis yang dapat terjadi di masa depan.
Jalan Panjang Manusia?
Necropolitics dan necroeconomy merupakan fase atau tahapan yang dapat terjadi di wilayah mana pun dan kelompok mana pun. Perubahan yang terus terjadi tanpa adanya batasan yang dapat kita gunakan secara pasti untuk mengukur perubahan masyarakat, bahwa dalam konteks tertentu kita memang melihat perubahan yang terjadi berdasarkan konteks-konteks yang menyangkut politik dan ekonomi akan menyebabkan ketidakpastian, ketakutan, dan kehancuran terselubung atau bahaya laten bagi perkembangan sejarah manusia.
Apa yang dapat dilakukan oleh manusia untuk mengatasi necropolitics dan necroeconomy? Meski solusi ini akan menjadi hal yang cukup lumrah dan dianggap sebagai suatu solusi yang telah ada sejak lama. Bahwa aksi dan pergerakan kolektif dalam rangka pembentukan pemikiran dan kritik kritis adalah cara yang cukup relevan untuk dilakukan.
Perlawanan yang dilakukan tidak hanya bersifat kolektif dalam massa yang lebih besar memang akan menguntungkan pergerakan namun, pergerakan individual juga dapat dilakukan untuk melawan dan mengatasi necropolitics dan necroeconomy.
Jika necropolitcis dan necroeconomy melakukan perlawanan dan penindasannya dengan cara yang destruktif, maka masyarakat atau individu dapat melawannya dengan cara yang sama destruktif vs destruktif untuk memastikan bahwa kerusakan tidak hanya bisa diciptakan oleh necropolitic dan necroeconomy untuk mendapatkan keuntungan, namun hal ini juga dapat dicatat sebagai sejarah panjang manusia dalam melawan penghilangan, penyiksaan, dan pengusiran untuk mempertahankan eksistensi setiap orang, karena pada dasarnya manusia tidak dapat diukur berdasarkan kelayakannya untuk hidup atau mati.
Penulis: Angga Pratama/kontributor
Referensi:
Mbembe, Achille. (2019). Necropolitics. Duke University Press;
Montag, Warren. (2005). Necro-economics. Radical Philosophy.