mimbaruntan.com, Untan – Bertepatan pada hari Senin (7/11), Pemerintah Republik Indonesia melalui Presiden ir. Joko Widodo menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada lima tokoh dari berbagai daerah, dimana salah satunya berasal dari Kalimantan Barat yakni Almarhum dr. Raden Rubini Natawisastra. Sebagai upaya mengenalkan sosok dr. Rubini, Himpunan Mahasiswa Pendidikan Sejarah (HIMSERA) Universitas Tanjungpura mengadakan Seminar Kepahlawanan bertajuk “Mengenal Pahlawan Nasional dari Kalimantan Barat dr. Raden Rubini Natawisastra” pada Rabu (16/11).
Raden Rubini Natawisastra merupakan keturunan ke-21 Raja Galuh Wretikandayun (612-702 M) yang dilahirkan di Bandung pada 31 Agustus 1906 dari pasangan Ni. R. Endung Lengkamirah dan Raden Natawisastra. dr. Rubini mengenyam pendidikan di Hollandsch-Inlandsche School Bandung dan sekolah kedokteran STOVIA.
Selama menjadi mahasiswa, dr. Rubini aktif dalam berorganisasi, salah satunya tergabung dengan STOVIA Voetbal Bond. Pada tahun 1930 – 1934 ia diangkat sebagai dokter PNS di Centrale Burgerlijk Ziekenhuis (CBZ) Batavia. Kemudian di tahun 1934 dr. Rubini di tugaskan di Pontianak. dr. Rubini pernah menjabat sebagai Kepala Bagian Operasi (Bedah) dan Kepala Rumah Sakit Sungai Jawi.
Rubini berjuang dalam dua bidang, yaitu kemanusiaan dan politik. Di bidang kemanusiaan, dr. Rubini pernah menjadi dokter keliling pada tahun 1934 – 1944. Rikaz Prabowo, salah satu pemateri seminar yang merupakan penulis buku ‘Biografi Dokter Raden Rubini Natawisastra’ , meluruskan bahwa Raden Rubini adalah seorang dokter PNS, bukan dokter militer.
“Di beberapa media disebutkan dia dokter militer. Tidak. Kalo dokter militer berarti dia KNIL, berarti dia tentara. Dan tidak mungkin seorang tentara itu dimasukkan dalam Parindra. Ia kan terdaftar dalam Parindra, masak tentara masuk ke dalam partai politik. Jadi itu tidak benar. Yang benar adalah dr.Rubini dokter PNS. Dokter pemerintah yang ditempatkan di RS di Pontianak saat itu.” terangnya.
Baca Juga: Untuk Bapak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang Baru
Selain menjadi dokter keliling, dr. Rubini juga membuka praktik umum dan kebidanan resmi. Rikaz menyebutkan bahwa berdasarkan sumber terbaru, dr. Rubini terlibat dalam usaha pemeriksaan kesehatan bagi calon Jemaah haji. Ia juga dikenal sebagai perawat korban pemboman pesawat Jepang tahun 1941 – 1942 dan korban kekerasan fisik seksual masa Jepang.
Di bidang politik, dr. Rubini berinteraksi dengan organisasi Paguyuban Pasundan (PP). Lalu seperti yang disampaikan oleh Rikaz diatas, dr. Rubini tergabung dalam Partai Indonesia Raya (Parindra). Ia juga pernah menjabat sebagai wakil ketua Nissinkai, yang mengorganisir gerakan perlawanan bawah tanah anti Jepang pada tahun 1942.
Rubini bukanlah figur pertama dari Kalimantan Barat yang dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional. Sebelumnya sudah ada Raden Abdul Kadir, Pahlawan Nasional asal Melawi. Terdapat juga beberapa pahlawan asal Kalimantan Barat yang sempat diusulkan untuk dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional, seperti Pangeran Anta-Kusuma, Oevaang Oeray, dan Sultan Hamid. Menurut Rikaz, yang membedakan sosok dr. Rubini dengan pahlawan-pahlawan tersebut adalah perjuangannya di bidang kemanusiaan.
“Kita harus ingat, selain di bidang kemanusiaan beliau juga berjuang di bidang politik. Tapi memang yang ditonjolkan kemanusiaan. Pahlawan-pahlawan kemanusiaan inilah yang mungkin masih kurang di Indonesia. Kalo pahlawan politik itu banyak. Pahlawan politik, pergerakan, itu lumayan banyak. Tapi pahlawan kemanusiaan tidak terlalu banyak.” ungkapnya.
Rikaz menuturkan langkah-langkah untuk mengenalkan sosok dr. Rubini kepada masyarakat. Yang paling sederhana adalah dengan mengabadikan namanya sebagai nama tempat, jalan, atau gedung-gedung. Menurut Rikaz, sudah selayaknya nama dr. Rubini dijadikan nama jalan yang besar dan strategis.
Baca Juga: Menuju Babak Baru Kepemimpinan Untan Periode 2023-2027
Langkah berikutnya, memasukkan nama dr. Rubini dalam buku-buku dan kurikulum sejarah, setidaknya sejarah lokal, agar kiprah dan perjuangan dr. Rubini dapat tersampaikan pada pelajar. Namun, Rikaz menilai langkah ini cukup sulit untuk dilakukan.
“Nah ini yang cukup sulit, masukkan dalam Pendidikan ini cukup sulit. Karena perlu political will juga dari pemerintah. Dan sebenarnya sebagai guru atau dosen juga perlu lebih mengeksplorasi. Misalnya di kurikulum belum di masukkan, ya kita sendiri yang masukkan. Kita sendiri yang berikan kepada pelajar atau mahasiswa. ”
Rubini memiliki nilai juang yang dapat di ambil oleh masyarakat. Menurut Basuki Wibowo, ketua MSI Kalimantan Barat yang turut menjadi pemateri dalam seminar, salah satu nilai juang dari sosok dr. Rubini adalah dapat melebur dengan masyarakat.
“dr. Rubini memiliki latar belakang pernah aktif di organisasi Pasundan, kemudian dia juga seorang trah dari kerajaan Galuh Pasundan. Ketika datang ke Kalimantan Barat tepatnya di Pontianak sebagai dokter, apa yang selama ini doktrinnya dia orang Sunda, dia orang trah, ternyata dia mampu melebur dengan masyarakat. Bahkan diceritakan, dr. Rubini sampai keliling ke daerah-daerah, sampai turun ke wilayah-wilayah. Padahal dipikir-pikir, dia seorang keturunan bangsawan, dokter, yang saat itu sangat dihormati, tapi mau turun ke daerah-daerah,” tuturnya.
Basuki mengajak untuk bersama-sama mewariskan nilai-nilai yang dimiliki dr. Rubini, serta berharap agar dr. Rubini dapat benar-benar dijadikan teladan.
“Mudah-mudahan nanti kita bisa berjuang bersama-sama meskipun sulit untuk mewariskan nilai-nilai dr. Rubini ke sekolah-sekolah dan masyarakat. Agar pahlawan itu tidak sekedar sebagai nama jalan, tapi pahlawan itu betul-betul sebagai tauladan.” pungkasnya.
Penulis: Ibnu
Editor: Lulu