Pada masa rezim kolonial Belanda di Borneo (Kalimantan) Barat mulai berkembang media pers seperti majalah dan koran yang umumnya terbit tiap seminggu sekali. Mengenai penerbitannya yang hanya mampu terbit tujuh hari sekali ini disebabkan oleh keterbatasan sarana dan prasarana pada masa itu seperti ketersediaan kertas, mesin cetak dan termasuk ongkos produksinya. Selain itu jumlah pelanggan masih terbatas dari kalangan tertentu yang mempunyai minat baca.
Pers yang pertama terbit di Borneo Barat bernama Borneo Barat Bergerak, disingkat BBB, yang berbentuk majalah. Pers ini terbit pertamakali pada 1 Oktober 1919, jelang seabad silam, di Pontianak dengan alamat redaksi di Kampung Darat.
Susunan redaksinya Soetan Lembaq Toeah sebagai redaktur utama, Sarman bin Sariban, (biasanya menggunakan inisial SBS, kerap menuliskan tentang kritik sosialnya yang tajam), Gusti Abdul Azis (Presiden NIP [National Indische Partij] atau Insulinde. NIP sebelumnya bernama Indische Partij) dan M Noerdin sebagai redaktur pembantunya.
Baca juga: Leila ‘Toelmala Jurnalis Perempuan Kalbar Pertama
Tugas redaktur membuat berita atau tulisan yang akan dimuat dalam BBB. Selain itu juga menyeleksi tulisan atau berita baik itu ditulis para redaktur pembantu, wartawan, maupun masyarakat pembaca yang menyampaikan maksud dan gagasannya untuk dimuat dalam BBB. Administrasi pelanggan dan periklanan dikelola Hadji Zoebir dan Tjia Tjeng Khe beralamat di Kampung Melayu Pontianak.
Majalah BBB setiap terbitnya antara 12–16 lembar. Terbitan setiap tanggal 1 dan 15 dengan biaya berlangganan f6 untuk setahun. Majalah yang terbit di Pontianak hampir 100 tahun silam ini mengusung motto “Pembatjaan, Pemimpin dan Penolong Anak Negeri”. Selain juga menuliskan motto lain “Berani Karna Benar, Takoet Karna Salah” dan juga “Radja Adil Radja Disembah, Radja Lalim Radja Disanggah”.
Sebelum terbitnya BBB, rakyat Borneo Barat sangat sulit untuk mendapatkan informasi yang akurat atas berbagai peristiwa atau kejadian yang terjadi di sekitar mereka. Maka dengan adanya BBB, rakyat Borneo Barat mendapatkan informasi melalui tulisan-tulisan yang dimuat. Disadari oleh redaksi BBB, bahwa pendidikan di Borneo Barat masih belum lama tumbuh, sehingga dengan adanya pers maka rakyat di Borneo Barat memperoleh pengetahuan yang faktual.
Majalah BBB dalam isinya memuat berbagai macam rubrik seperti rubrik redaksi, berita, artikel, surat pembaca, dan kolom iklan. Rubrik redaksi ditulis khusus oleh redaksi yang memuat pemikiran dari redaksi. Rubrik berita berisi peristiwa atau kejadian di masyarakat. Sedangkan rubrik artikel berisi tulisan-tulisan yang diambil dari kutipan atau tulisan para ahli atau ilmuwan yang tulisannya bermanfaat bagi masyarakat untuk diketahui. Rubrik surat pembaca isinya tulisan dari masyarakat yang menyampaikan keluhan atau pertanyaan menyangkut persoalan sosial.
Sarman bin Sariban (SBS) melalui tulisannya berharap kepada kaum hartawan di Borneo Barat untuk peduli terhadap nasib sesamanya dengan cara kaum hartawan itu tidak rakus terhadap hartanya, namun bersedia membantu kesusahan penduduk Borneo Barat yang membutuhkan bantuan. Dengan demikian maka akan muncul sedikit demi sedikit kepedulian dan kesadaran dari kaum hartawan kepada bangsa dan tanah airnya di Borneo Barat dari penindasan dan kesewenang-wenangan.
Baca juga: Putera Ngabang Turut Warnai Permulaan Jagat Sastra Indonesia Modern
Dalam BBB rubrik Surat Kiriman (surat pembaca), diantaranya terdapat beberapa pelanggan dari BBB yang menyampaikan pikirannya dalam rubrik tersebut, seperti OMN (Oeraij Moeslimoen Nalaprana) yang menyampaikan unek-uneknya mengenai nasib lulusan HIS di Sambas yang sejak tahun 1915 para murid lulusan sekolah itu sangat jarang yang diterima masuk ke jenjang yang lebih tinggi sehingga dipertanyakan apa penyebabnya hal itu bisa terjadi.
Berita-berita mengenai mirisnya dunia pendidikan di Mempawah juga disuarakan dalam kiriman pembaca, di mana pengirim tulisan yang menuliskan namanya Koembang Mempawah menyampaikan berita tentang usaha dari guru sekolah di Mempawah dalam mencari anak-anak yang mau bersekolah.
Di antara iklan dalam majalah BBB, usaha jasa penjahit pakaian dan penjualan topi serta dasi dari seorang bernama Ban Soen. Iklan dari Toko Fuku menawarkan barang dagangannya berupa sepatu, kemeja, payung, mantel hujan dan lain-lainnya. Iklan dari Sarman bin Sariban menawarkan jasa untuk mengalihbahasakan dari bahasa Belanda ke bahasa Melayu atau sebaliknya. Sarman bin Sariban pada masa itu termasuk golongan yang pandai.
Di samping itu, terdapat juga orang asing yang menawarkan jasanya dalam iklan di BBB, seperti Honda, seorang berkebangsaan Jepang yang menawarkan jasa tukang gambar atau lukis dan sebagai juru potert atau fotografer. Honda beralamat di Roemah Gambar sebelah Toko Fuku.
Sayangnya majalah Borneo Barat Bergerak hanya terbit selama 1919–1920, kurang lebih setahun penerbitan. Dikarenakan pihak penerbit kekurangan dana untuk mencetak majalah tersebut, kurangnya dana akibat dari jumlah pelanggan yang tidak mengalami kenaikan, tamatlah riwayat BBB yang lahir hampir (1 Oktober 2019 mendatang) seratus tahun lalu.
Penulis : Syafaruddin Usman MHD, historian researcher