Bertolak dari dermaga Rasau Jaya, dengan kapal motor air, kami mengarungi setiap kelok sungai kapuas menuju Desa Batu Ampar. Sepanjang perjalanan kami dimanjakan dengan pemandangan mangrove ditepian sungai, terlihat jenis nipah melambai-lambai seperti menyambut perjalanan kami siang itu. Tampak pula ditepian sungai berjejer rapi nyireh, sebutan pohon jenis bakau oleh masyarakat setempat. Pemandangan itu tambah memanjakan mata dengan sinar senja yang mulai menabur ke penjuru dunia dari ufuk barat. Indah, teduh dan menenangkan perjalanan itu.
mimbaruntan.com, Untan – Pukul, 23.21 WIB Setelah 6 jam perjalanan yang penuh dengan pemandangan kehidupan sungai, kapal yang kami tumpangi mulai bersandar di dermaga Batu Ampar, kapal dengan lebar sekitar 4 meter ini mengangkut penumpang dari dermaga rasau jaya, termasuk di dalamnya rombongan jurnalis trip Jari Borneo Barat. Kami lalu bergegas turun dari kapal sembari mengangkat segenap barang bawaan kami, karena kapal akan melanjutkan perjalanan ke Teluk Batang, Kabupaten Kayong Utara. Kami kemudian melanjutkan lagi perjalanan yang belum usai itu dengan motor roda tiga, perjalanan menuju basecamp Jari Borneo Barat yang akan menjadi rumah sementara kami selama beraktivitas di Batu Ampar.
Setelah bermalam di basecamp Jari Indonesia Borneo Barat, keesokan harinya sekitar pukul 09.00 WIB (4/3) dilaksanakan acara pelepasan peserta penanaman mangrove. Peserta yang terdiri dari puluhan siswa SMA beserta guru, rombongan Jari Indonesia Borneo Barat dan teman-teman media dilepas oleh sekretaris desa dari dermaga Batu Ampar, Dusun Batu Ampar Tengah menuju Dusun Cabang Ruan, tempat dilakukannya penanaman mangrove.
Desa Batu Ampar merupakan desa terluas di Kab. Kubu Raya yang mencapai 57.906 hektar. Luas tersebut, berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 733/Menhut-II/2014 terbagi menjadi tiga peruntukkan, yaitu kawasan hutan lindung seluas 12.282 hektar (22%), hutan produksi terbatas seluas 27.795 hektar (49%), dan area penggunaan lain seluas 16.563 hektar (29%). Pada kawasan hutan produksi terbatas, seluas 4.601 hektar diperuntukkkan bagi dua IUPHHK-HA, yaitu PT. Kandelia Alam seluas 1.864 hektar, dan PT. Bina Ovivipari Semesta seluas 2.737 hektar. Meskipun kawasan hutan di Batu Ampar cukup luas, namun terjadi bukaan pada tutupan hutan mangrove seluas 2.118 hektar.
Dusun Cabang Ruan merupakan salah satu wilayah kerja dari Jari Indonesia Borneo Barat. Hasil pengamatan Jari Indonesia, Di dusun itu terdapat bekas penebangan hutan Mangrove yang terjadi sebelum tahun 2000an seluas 12 Ha yang terdiri atas 15 titik. Titik-titik tersebut merupakan hasil pemetaan yang dilakukan oleh Jari Borneo Barat pada periode Maret 2007 silam dengan luas yang berbeda antara satu sama lainnya, dengan ukuran paling luas sebesar sekitar 2 Ha.
Deru mesin kapal klotok yang membawa kami mulai berbunyi melepas sauh dari dermaga. Kapal ini akan menuju Dusun Cabang Ruan yang menjadi lokasi penanaman mangrove. Lamanya perjalanan menuju lokasi ini akan memakan waktu selama 2,5 jam.
Sembari menunggu perjalanan, saya dan seorang teman media mengambil posisi di atas atap kapal. Hal ini kami lakukan dengan harapan dapat melihat pesut di sungai secara langsung. Karena sungai yang kami lalui merupakan salah satu dari jalur yang dilalui hewan air yang oleh masyarakat sekitar dikenal dengan lumbe-lumbe. ”Kalau beruntung nengok ke sungai, mungkin bise nampak pesut”,ujar Sumiati, manager keuangan Jari Indonesia Borneo Barat.
Berdasarkan data hasil survei WWF Kalimantan Barat (Kalbar) pada tahun 2011-2015 terdapat pesut di kawasan perairan Batu Ampar. Hewan air penghuni perairan Batu Ampar bernama latin Orcaella brevirostris ini diketahui berjenis Irrawaddy Dolphin dan Indo-Pacific Humpback Dolphin. Berdasarkan IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) juga Jenis pesut Irrawaddy Dolphin tergolong kedalam kelompok rentan (vulnerable) Red List of Threatened Species dan Indo-Pacific Humpback Dolphin berada pada kategori mendekati terancam (Near Theathened).
Pukul 11.30 WIB setelah perjalanan panjang menyusuri sungai, kapal yang kami tumpangi bersandar di dermaga Desa Krawang. Rombongan dari kapal mulai turun dan beristirahat di warung tepi sungai sambil bersiap untuk makan siang bersama. Lokasi penanaman hanya berseberangan sungai dari Desa Krawang. Salah satu tim Jari Borneo, Sumiati mengatakan bahwa perjalanan menuju lokasi penanaman dilanjutkan setelah surutnya air yang menggenangi lokasi tersebut.”karena kalau masih pasang kita gak bisa menanam nanti”, ungkapnya kepada kami dalam obrolan di warung tepi sungai itu.
Setelah beristirahat kurang lebih 2,5 jam sambil menunggu air surut, kami bersiap menuju lokasi penanaman mangrove. Kali ini rombongan Jari Borneo Barat berpindah menuju kapal yang berbeda. Kapal yang kami naiki merupakan kapal milik Jari Borneo Barat yang menjadi bagian dari kelancaran program LSM tersebut di Batu Ampar. Terasa semilir angin bertiup ke arah kami, kapal klotok pun beranjak pergi meninggalkan dermaga Desa Krawang. Selang 15 menit kemudian tepatnya pukul 14.45 waktu setempat, kami tiba di lokasi penanaman mangrove tersebut.
Kegiatan penanaman mangrove dipimpin oleh Hasan Shubhi, Program Officer dari Jari Borneo Barat di wilayah Batu Ampar. Ia terlihat mengarahkan para peserta penanaman mangrove yang berjenis bakau (Rhizophora sp) di lahan seluas 0,8 ha. ”Tanam bibit mangrovenya di tanda pancang yang sudah ditancapkan ya”, ujar pria yang akrab dipanggil bang Hasan tersebut.
Kegiatan penanaman mangrove ini merupakan program dari Jari Borneo Barat bersama TFCA (Tropical Forest Conservation Act). Kegiatan ini bertujuan merestorasi kawasan mangrove yang terdeforestasi yang merupakan upaya perlindungan ekosistem pesut. Terjaganya kawasan mangrove menjadi parameter kehidupan dari hewan air tersebut.
Tepat pukul 15.30 kegiatan penanaman selesai dilakukan. Muka sumringah terlihat dari wajah mereka yang semangat kegiatan tersebut. Kami beranjak meninggalkan lokasi penanaman mangrove. Tak selang berapa lama,kapal kami pun beranjak pulang menuju Batu Ampar. Sepanjang perjalanan saya masih penasaran akan penampakan pesut yang kami harapkan penampakannya tersebut. Saya naik ke atap kapal dan memandang ke arah hamparan sungai. Salah satu rekan media, Ramses juga tampak ikut memandang ke arah sungai. Ramses berkata,” kau ngelihat sebelah kiri ye, aku sebelah kanan”, ungkapnya kepadaku. Aku sontak menjawab,” siap bang, penasaran dah dari tadi ni,” ujarku mengiyakan ajakannya.
Tiba-tiba Bang Hasan menghampiri kami dan berkata,” Pesut tu muncul dalam keadaan sepi, tak ade gelombang angin suasana tenanglah”, ungkapnya kepada kami. Ia menjelaskan juga bahwa bahwa pesut merupakan indikator dari terjaganya ekosistem mangrove, karena ekosistem mangrove yang terjaga menjadi habitat bagi ikan untuk berkembang biak dan air yang menjadi area lintasan bagi mangrove pun menjadi bersih. “air sungai yang bersih dan banyak ikan yang menjadi sumber makanan bagi pesut menjadi indikator adanya pesut disini”,ujar kepada kami. Kami mendengarkan secara seksama apa yang ia katakan tersebut.” nah di wilayah muara padumpat,disitu sering muncul pesut,” ungkapnya pula sambil memandang ke arah sungai.
Tak terasa Muara Padumpat terlewati dan waktu sudah tiba disaat-saat terbenamnya matahari. Pesut yang kami harapkan muncul pun tak kunjung menampakkan diri.Hanya keindahan semburat senja yang dapat kami nikmati dalam perjalanan pulang. Semoga penampakan indahnya senja dari atas kapal ini sama indahnya dengan terjaganya kelestarian mangrove dan hidup pesut.
Penulis: Fikri Rizki Firdaus
Editor: Adi Rahmad