“Kalian pemuda, kalau kalian tidak punya keberanian, sama saja dengan ternak karena fungsi hidupnya hanya beternak diri.”
― Pramoedya Ananta Toer
Lihat anak-anakmu ibu pertiwi, mereka turun kejalan demi rakyatmu. Banggamu tak terkira, melihat mereka turun demi menyuarakan suara rakyat yang mulai tercekik dengan aturan-aturan pemerintah yang semakin tak masuk akal. Pejabat pemerintah tidak memandang rakyat sebagai penolong mereka hingga duduk di kursi dan istana yang megah, tanpa rakyat mereka akan seperti gelandangan tidur dan bertempat tinggal dibawah jembatan.
Hey, pejabat pemerintahan yang semakin kesini semakin bobrok ingat siapa yang memilih kalian, tanpa rakyat kalian tidak akan duduk disenayan ataupun tinggal di istana nan megah, amanah yang kalian pikul kemana? Hingga kalian tidak sekalipun memikirkan rakyat kalian. Janji kalian terhadap kitab suci kalian masing-masing tidak membuat kalian takut kepada tuhan dengan mengingkari janji-janji kalian.
“Suara-suara itu tak bisa dipenjarakan di sana bersemayam kemerdekaan apabila engkau memaksa diam aku siapkan untukmu: pemberontakan!”
― Wiji Thukul
Hingga dibeberapa daerah kalian menggadaikan SK (Surat Keputusan) kalian demi menutup dana kampanye kalian, apakah yang ada benak kalian semua hanya uang,uang dan uang. Kalian wakil rakyat yang menyuarakan suara rakyat, kalian menyuarakan rakyat yang mana ? yang ada di golongan kalian atau rakyat yang ada diperut kalian atau rakyat yang kecil, ironi sekali kalian naik kursi pemerintahan hanya untuk menyejahterkan kehidupan kalian, rakyat kalian kemanakan. Jiwa-jiwa marhaenisme kalian hilang ditelan perut-perut buncit kalian.
Betapa sedihnya para pendiri bangsa melihat kalian seperti sekarang ini, tak berjuang demi bangsa dan Negara namun janji kalian selalu menyebut kalimat “Demi Bangsa dan Negara”. Janji kalian busuk seperti prilaku kalian, tidakkah kalian mencontoh sikap-sikap para pendiri bangsa yang selalu saja memisahkan antara kepentingan pribadi dan kepentingan pemerintahan.
“Ingatlah! Bahwa dari dalam kubur, suara saya akan lebih keras daripada dari atas bumi”
― Tan Malaka
Contoh yang paling gamblang ialah Bung Hatta, yang sampai akhir hayatnya tak pernah terwujud impiannya untuk membeli sebuah sepatu bally dan ditawarkan melaksanakan ibadah haji dengan pesawat kepresidenan yang mana semua biaya ditanggung Negara namun beliau tolak. Lihat pejabat sekarang dana haji saja terbeli, mobil mewah, rumah mewah, gaji dan tunggangan yang tinggi namun apa kerjanya selain hanya menyeloteh terkait isu-isu yang sedang booming.
“Biarkanlah rakyat yang menentukan arah bangsa ini akan dibangun, dan bagaimana rakyat akan menjaga masa depannya, sebab rakyat pemilik sah konstitusi.”
― Munir
Malu? tidak dong pejabat sekarang tidak ada malunya menggunakan fasilitas Negara dan memakan gaji buta. Jika ada opsi membubarkan DPR mayoritas rakyat Indonesia akan memilih opsi tersebut percuma saja ada DPR sebagai penyalur suara rakyat namun tersendat pada perut mereka uang rakyat pun tersendat dengan berbagai keinginan anggotanya.
Teman-teman mahasiswa mari kita tunjukkan kepada mereka bahwa mereka mengambil keputusan BODOH !! mengandalkan oligarki di kursi DPR. Mereka cerdik dalam menyelipkan uang rakyat, mengubah peraturan seenaknya, tanpa adanya 3 aspek yang wajib di lewati yaitu Aspek Yuridis, Aspek Sosiologis dan Aspek Filosofis. Mereka begitu saja mengetok palu dengan berbagai peraturan yang membuat mereka kebal terhadap hukum.
“Kendati kapal akan karam, tegakkan hukum dan keadilan!”
― Baharuddin Lopa
Apakah kita diam saja melihat roda pemerintahan dan demokrasi kita dilucuti begitu saja oleh mereka. Mereka yang menginginkan kembali ke orde baru dimana kebebasan berpendapat dibungkam dengan berbagai penculikan-penculikan yang dilakukan. Tan Malaka, Munir, Marsinah, Wiji Thukul, Udin, dan Baharuddin Lopa contoh nyata pembungkaman yang dilakukan pemerintah. Kita lihat dimana Tan Malaka ditembak mayatnya dibuang di kali brantas, Marsinah yang disiksa 3 hari sebelum dibunuh tentara, Udin yang dieksekusi pembunuh di rumahnya di jalan parangtitis, Wiji Thukul hilang, Lopa dan Munir dikabarkan dibunuh secara arsenic (Kematian Misterius Para Pembaru Indonesia, M. Yuanda Zara).
“Robek-robeklah badanku, potong-potonglah jasad ini, tetapi jiwaku dilindungi benteng merah putih. Akan tetap hidup, tetap menuntut bela, siapapun lawan yang aku hadapi.”
– Jenderal Sudirman
Penulis : Wildan Mubaarak