mimbaruntan.com, Untan- Kampung Dongeng atau yang sering disebut Kado hadir di tengah – tengah masyarakat Kalimantan Barat. Ega Tyas selaku ketua Kado Singkawang mendirikan Kampung Dongeng pertama di Kalbar atas kemauannya sendiri.
Bermula dari seorang guru paud serta kecintaannya terhadap dunia dongeng dan anak-anak membuat Ega memutuskan untuk fokus menjadi pendongeng Kalbar pada tahun 2017. “Dulunya sering ikut lomba cerita itukan, terus nyari tempat pelatihan di Jakarta malah ditawarin untuk menjadi pendongeng oleh Bang Awam Prakoso, pendiri Kampung Dongeng Indonesia,” cerita Ega usai mengisi salah satu agenda Singkawang Bookfair, Sabtu (20/7/19).
Kado Singkawang berdiri pada November 2017. Ega menggunakan boneka sebagai media mendongeng hingga sekarang. Bahkan tokoh Tora salah satu karakter boneka yang digunakannya menjadi ikon dari setiap dongeng yang dibawa.
“Tujuan utama kita itu sebenarnya untuk membudayakan mendongeng, bercerita, baik di keluarga, di sekolah, dan di manapun. Karena budaya mendongeng ini sekarang sudah mulai ditinggalkan, kenyataannya orangtua jaman sekarang tidak lagi mendongeng untuk anak-anaknya, malah sibuk dengan gadget masing-masing,” ungkap wanita yang tengah mengandung sembilan bulan itu.
Pada awalnya tidak mudah bagi Ega mendirikan komunitas Kado Singkawang ini, khususnya dalam mencari peserta pelatihan. “Pertama kali kita membuat pelatihan, ada sekitar tiga ratus guru dan umum yang hadir, lalu ada lima ratus anak yang menjadi pendengar, terkumpul di Singkawang. Itu nyari peserta sebanyak itupun di beberapa hari sebelum hari-H baru bisa terkumpul, dijauh-jauh hari masih kosong, tidak ada peminatnya,” kenangnya.
Pertama kali mempromosikan Kado, Ega menawarkan jasa dongengnya kepada salah satu hotel di Singkawang. Dari situlah sayap Kado Singkawang mulai melebar dan tidak jarang Kado berangkat ke daerah perbatasan hingga daerah lain di Indonesia yang mengalami bencana alam, Palu salah satunya.
“Lama – kelamaan akhirnya kita dapat sponsor dari hasil kolaborasi dengan komunitas lain yang ada di Kalimantan Barat. Paling tidak dalam satu tahun ada satu kali kita mendapatkan bayaran,” tambah Ega.
Ega tidak sendirian dalam merintis komunitas mendongeng ini. Ditemani salah satu temannya yang akrab dipanggil Kak Acik. Mereka bergerak dan mencari relawan dongeng baru disetiap tahunnya melalui open recruitment. Walau seringkali kehilangan anggota menjadi hal yang biasa. Acik akhirnya memilih untuk resign dari pekerjaannya dan fokus merintis Kado Singkawang bersama Ega.
“Awalnya Kak Ega nawarin untuk mendirikan komunitas, namanya Kampung Dongeng, waktu saya kerja di Mall dan saat itu Kak Ega ngisi acara disana,” ujar Acik.
Acik dan Ega sendiri tidak menekankan sebuah keharusan kepada relawan dongeng yang telah di rekrut untuk hadir disetiap agenda Kado Singkawang. Menurut mereka selama perintis Kado tetap fokus dan bergerak maka Kado Singkawang tetap berjalan tanpa relawan tambahan. Namun bukan berarti loyalitas tidak menjadi hal yang utama dalam menjalankan komunitas ini.
“Kita udah biasa tampil berdua aja tanpa relawan tambahan, karena kita ngerti bahwa mereka juga punya kesibukan lainnya diluar, bekerja ataupun kuliah. Tapi sebaiknya dalam memasuki komunitas harusnya kenali jauh sebelum masuk, apakah sesuai dengan passionnya atau tidak, sehingga loyalitas tadi bisa kita jaga,” pungkas Ega.
Keberadaan Kado Singkawang akhirnya menjadi penggerak komunitas dongeng di Kalimantan Barat. Hingga sampai saat ini Kado Singkawang telah memiliki empat puluh lima titik mendongeng di Kota Pontianak, serta telah membantu pembentukan Kado di Mempawah. Di Kota Pontianak sendiri Kampung Dongeng sedang mulai dirintis dimana sebagian anggotanya merupakan relawan dongeng dari Kota Singkawang yang berkuliah disana.
“Awalnya memang ingin mencari komunitas di Singkawang dan akhirnya nemu komunitas yang tampilannya beda, jadi masuklah ke Kampung Dongeng ini,” terang Dinda salah satu anggota baru di Kado Singkawang.
Sementara, Tami turut memberi tanggapannya tentang komunitas ini. “Masuk ke komunitas ini awalnya karena berpikir bahwa gerakannya berfaedah, ternyata benar-benar berfaedah,” katanya.
Penulis: Maratushsholihah
Editor: Nurul R.