“Pendeta ini mulai bercerita mengenai kedatangan pertamanya di Desa Sempatung Lawek beberapa tahun yang lalu. Desa yang terisolir dan tak berlistrik ini cukup jauh dari pusat kabupaten. Dengan segala keterbatasan, ia bersama warga mulai bekerja membangun PLTA secara otodidak. Kini, ia diminta menangani lima proyek PLTA di desa terisolir lainnya.”
Adalah Mesakh Amen, pendeta yang membawa perubahan ke Desa Sempatung Lawek, Kecamatan Air Besar, Kabupaten Landak. Sebelum kedatangan beliau ke desa ini, sudah hampir puluhan tahun masyarakat tak menikmati listrik. Bahkan akses menuju desa, harus melewati bukit yang terjal dan jalanan yang berlumpur saat musim penghujan.
“Sebanyak dua kali saya mengikuti warga ke pasar untuk membeli garam, saya harus menempuh 9 jam perjalanan dengan jalan kaki dari desa ke pasar,” keluhnya sambil mengenang ketika awal berada di Desa Sempatung Lawek.
Ketika ia mengenang perjalanan pertama tiba di desa, Mesakh Amen bercerita saat ia menginap di rumah salah satu warga desa. Karena kondisi rumah tak berlistrik, ia tidur hanya ditemani oleh pelita berbahan bakar solar.
“Setiap bangun pagi, lubang hidung saya menghitam, akibat menghirup asap pelita,” cerita Mesakh sambil terkekeh.
Sembari terus melakukan perjalanan rohani, Mesakh Amen tak berhenti kagum dengan potensi yang ada di desa. Terutama banyaknya destinasi air terjun yang tak dimanfaatkan oleh warga. Berangkat dari itu, ia mulai mengajak warga untuk mulai memanfaatkan potensi air terjun yang ada di desa.
“Kalau saya tinggal di sini, jadi listrik nih air,” ungkapnya kala itu kepada warga desa.
Baca Juga :Semangat Putra-Putri Desa Tertinggal Demi Tempuh Perguruan Tinggi
Bermodalkan pengetahuan dasar ilmu teknik mesin yang dipelajari dari Sekolah Teknik Menengah Negeri 1 Pontianak. Ia bersama warga mulai membangun secara otodidak Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Tak jarang, ia juga membaca berbagai literasi terkait dengan PLTA di google.
“Saya belajar turbin itu bukan di sekolah, tapi lewat google. Beberapa kali salah lama-lama ketemu teknik yang terbaik. Kebetulan skillnya ada di logam, plus logika,” ungkapnya.
Perjuangannya mulai menuai hasil pada tahun 2015. Selama enam tahun ia telah melakukan percobaan kegagalan, hingga pada akhirnya ia dapat menciptakan listrik yang sampai hari ini dapat dinikmati oleh Desa Sempatung Lawek.
Menurut Mesakh Amen, PLTA yang telah beroperasi sejak empat tahun lalu di Desa Sempatung Lawek memiliki efisiensi sebesar 90% dan selama musim kemarau sekalipun listrik tetap menyala sebab hanya dibutuhkan sedikit air untuk menggerakkan energi listrik. Kini sebanyak 221 Kepala Keluarga (KK) yang terdiri dari 1015 penduduk dapat merasakan kemewahan listrik. Mereka dapat menggunakan listrik untuk penggunaan berbagai macam alat elektronik.
“Ada hutan ada air. Ada air ada listrik,” imbuhnya.
Setelah selesai membangun PLTA, Mesakh Amen juga bergerak untuk mengembangkan desa dalam berbagai sektor lainnya. Ketertarikannya terhadap Desa Sempatung Lawek menjadikannya semangat untuk tetap datang ke desa tersebut.
“Bukan cuma listrik yang saya urus, tapi ekonomi mereka. Tiap kali kesana saya bawa bibit tanaman markisa. Sekarang belimpah dan cocok sekali. Seluruh Kalbar disitu yang paling cocok, buahnya rame,” ceritanya.
Perkembangan yang dirasakan Desa Sempatung Lawek setelah listrik berfungsi dengan baik dan masyarakat desa mulai diajak aktif melakukan pemberdayaan dalam bidang ekonomi. Dampaknya, kini anak-anak Desa Sempatung Lawek melanjutkan pendidikan sampai ke perguruan tinggi yang sebelumnya hanya bersekolah sampai tingkat Sekolah Dasar. Begitupun dengan sanitasi desa yang sudah lebih memadai. Tak hanya itu,desa ini menjadi satu di antara beberapa desa prioritas di Kabupaten Landak.
“Pembicaraan listrik bukan hal utama lagi. Tetapi sekarang bagaimana orang Sempatung bisa mengejar ketertinggalan lebih cepat dan menjadi komunitas yang bermartabat,” terangnya.
Tak hanya membangun PLTA di Desa Sempatung Lawek, Mesakh Amen juga turut serta dalam rencana pembangunan PLTA di desa tertinggal lainnya. Tahun ini ia menangani lima proyek yang didanai oleh dana desa.
“Saya merasa sudah beres dengan diri sendiri, saya gak memikirkan kekayaan. Saya belum punya rumah, baru mau ngurus rumah. Tapi saya hanya punya kebahagiaan yang luar biasa kalau liat orang mengalami perubahan yang baik,” tuturnya saat ditemui di Gereja Gembala Umat Gereja Persekutuan Pemberitaan Injil Kristus (GPPIK) Bukit Zaitun Pontianak.
Ia menambahkan bahwa momen tak terlupakan baginya adalah saat seorang Ibu mengirimkan pesan SMS kepadanya yang berbunyi. “Bapak terimakasih ya sudah datang ke kampung kami. Memberi kami kehidupan,” paparnya saat membaca SMS tersebut.
Penulis :Sekar Aprilia Maharani
Editor : Firdaus Darkatni