mimbaruntan.com, Untan– Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Nomor 52 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Keputusan Direktur Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Nomor 030 Tahun 2016 Tentang Status Kemajuan dan Kemandirian Desa, di Kabupaten Landak dari 124 desa, terdapat 57 desa yang masih dalam status tertinggal. Satu di antaranya adalah Desa Sempatung Lawek, Kecamatan Air Besar yang terletak di perbukitan dekat dengan Gunung Nyiut.
Untuk mencapai desa ini dapat melalui dua jalur darat yakni dari Kecamatan Serimbu, Kabupaten Landak dan Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau. Namun, jalan yang sering kali dilewati adalah jalan dari Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau. Akses jalan yang rusak menuju desa ini membatasi kegiatan dari berbagai sektor, tak terkecuali pendidikan. Hanya terdapat dua Sekolah Dasar yang berada di Dusun Kuang dan Dusun Kuningan dengan kondisi minimnya sarana prasarana penunjang.
Namun, dibalik status ketertinggalan Desa Sempatung Lawek, masih ada semangat kakak beradik untuk melanjutkan pendidikan hingga ke tingkat perguruan tinggi. Mereka adalah Friska Kristisen dan Bujang. Sang kakak, Friska merupakan mahasiswa Akademi Kebidanan Panca Bhakti dan Bujang merupakan mahasiswa Universitas Sanata Dharma. Keduanya memiliki prinsip yang sama bahwa pendidikan adalah jalan untuk dapat mengubah ketertinggalan desanya.
“Makna pendidikan itu kayak proses tuntunan untuk kita bisa mencapai tujuan. Dari proses tuntunan itulah kita bisa melatih apa yang nggak bisa jadi bisa dan juga sebagai usaha sadar diri dari ketertinggalan,” ungkap Friska.
Hal senada juga diungkapkan Bujang yang menganggap bahwa pendidikan itu penting. “Saya lanjut kuliah karena saya sadar kalau pendidikan itu penting,” ujarnya.
Sebagai putra-putri Desa Sempatung Lawek, Bujang dan Friska ingin setelah selesai kuliah mengabdikan diri untuk kemajuan desanya. Setelah lulus, Friska ingin menjadi bidan pertama yang nantinya dapat melayani masyarakat desa dalam bidang kesehatan. Sementara Bujang, ingin membangun asrama untuk anak-anak Desa Sempatung Lawek dengan biaya terjangkau bahkan gratis agar mereka dapat merasakan pendidikan yang memadai.
“Kalau Tuhan mengizinkan, selesai kuliah saya pengen kembali ke desa, membantu di sana,” harap Friska.
Dengan dukungan penuh kedua orang tuanya, mereka ingin menjadi contoh bagi masyarakat desa untuk dapat mengikuti jejaknya menempuh pendidikan hingga perguruan tinggi. Menurut keduanya, hal penting selain motivasi diri adalah kesadaran orang tua yang mengutamakan pendidikan bagi anak-anaknya.
“Kebanyakan belum sadar kalau pendidikan itu penting, makanya banyak yang tamatan SD, SMP, SMA habis itu nikah,” jelas Bujang.
Gracia De Jesus Lai, seorang mahasiswa Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura yang pernah berkunjung ke Desa Sempatung Lawek untuk mengerjakan tugas mata kuliahnya mengapresiasi Friska dan Bujang yang telah membuktikan bahwa masih ada kemajuan berpikir di desa tertinggal. Ia yang sempat menginap di rumah orang tua Friska dan Bujang mengaku terharu melihat semangat keduanya untuk keluar dari ketertinggalan.
“Mereka akan menjadi contoh bagi anak-anak lainnya di Indonesia yang memiliki masalah seperti mereka. Karena yang aku tahu, anak-anak yang berada di tempat terpencil sulit untuk mencapai perguruan tinggi karena kebanyakan semangat mereka terkubur bersama jarak dan biaya,” terangnya.
Ia berharap, setelah keduanya menyelesaikan perkuliahan, mereka dapat membangun Desa Sempatung Lawek. “Setelah mereka selesai, alangkah baiknya mereka kembali ke desa dan membangun desa karena Desa Sempatung Lawek memerlukan mereka, putra-putri daerah yang berkualitas, bukan orang asing karena yang tahu potensi desanya adalah mereka bukan orang lain,” tutupnya.
Penulis :Sekar A.M.
Editor: Nurul R.