mimbaruntan.com, Untan – Minggu (3/9), Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Sarana Pengembangan Seni Mahasiswa (Sarang Semut) Untan mengadakan agenda diskusi bertajuk BEERISIK Vol.1 “Berisik Ngobrolin Ruang” sebagai bentuk pertanyaan akan keberadaan ruang apresiasi dan ekspresi kesenian yang ada di Kota Pontianak. Agenda yang diadakan di Rumah Adat Melayu Kampung Caping ini menghadirkan penggiat dan penikmat seni di Pontianak serta stakeholder terkait.
Bagas Nugroho, anggota UKM Sarang Semut menyebutkan bahwa agenda ini berangkat dari kegelisahan mereka terkait nihilnya keberadaan ruang apresiasi dan ekspresi kesenian di Pontianak.
“Kegelisahan diawali ketika UKM Sarang Semut bertemu penggiat seni yang dari dulu hingga sekarang masih produktif dalam berkarya. Dari obrolan kami, masalahnya terletak pada ruang apresiasi dan ekspresi kesenian. Jadi, Sarang Semut berinisiatif untuk mengumpulkan para penggiat kesenian di Pontianak termasuk para penikmatnya untuk menjalin kontribusi dan berjalan bersama,” ungkapnya.
Ia menyampaikan harapannya agar kegiatan diskusi sama rata, saling dukung dan tidak merugikan pihak manapun boleh terlibat
“Dengan adanya diskusi ini kita bisa saling bersinergi mulai dari pemerintah, penikmat seni maupun pelaku kesenian tersebut. Bagaimana kita bisa berjalan di jalan yang sama dan saling support. Kita punya goals yang sama dan tidak merugikan satu sama lain,” tutur Bagas.
Baca Juga: Tak Cuma Perempuan, Laki-laki juga Mengolah Sampah: Komunitas Pampers Mania dan Bank Sampah Rosella
Rizal Almutahar, kepala Dinas Kepemudaan Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Kota Pontianak menjelaskan bahwa pemerintah sudah menyiapkan banyak ruang publik, namun belum ada yang spesifik berfungsi sebagai ruang berekspresi kesenian. Ia menambahkan bahwa ruang publik seperti Tugu Khatulistiwa, Waterfront City, Taman Sepeda serta trotoar-pun dapat digunakan sebagai ruang berekspresi kesenian di Kota Pontianak.
“Banyak ruang publik yang sudah disiapkan pemerintah, namun memang belum menyiapkan taman budaya. Disporapar berkeinginan supaya ada satu gelanggang seni di Kota Pontianak yang bisa menyerap seluruh penggiat dari 17 sub-sektor ekonomi kreatif,” ujar Rizal.
Kendati ada keinginan untuk membangun sebuah gelanggang seni, Rizal mengungkapkan bahwa keterbatasan lahan masih menjadi kendala. Di samping itu, Rizal mengaku bahwa upaya menyediakan ruang publik berkesenian akan dibahas di Disporapar.
“Keinginannya ada gelanggang seni seperti di taman budaya yang sifatnya bisa outdoor dan indoor, bahkan bisa pertunjukan seni disitu. Namun karena keterbatasan lahan dengan wilayah pemerintahan kota yang hanya terdiri 29 kelurahan dan 6 kecamatan. Untuk ruang berekspresi sebenarnya sudah saya tawarkan, tinggal ketemu dengan pihak Disporapar,” ungkapnya.
Terkait ruang publik untuk berekspresi di Pontianak, Pradono selaku aktivis seni budaya Kalimantan Barat mewanti-wanti agar adanya inventarisasi serta pemetaan ruang-ruang berekspresi di Pontianak. Hal ini dimaksudkan untuk membuat database ruang berekspresi yang dapat disosialisasikan pada masyarakat. Baginya, karya seni seharusnya dapat diperkenalkan kepada masyarakat agar tak hanya menjadi konsumsi pribadi para seniman.
“Ruang-ruang publik berekspresi di Pontianak ibarat kata belonggok. Persoalannya sekarang bagaimana caranya mendekatkan karya seni kepada masyarakat, agar tidak bersifat utopis. Karya seni seharusnya menjadi konsumsi publik sehingga ada sinergi antara seniman, penikmat seni serta pemerintah yang mengayomi,” jelas Pradono.
Baca Juga: Gunting, Tempel, dan Ekspresikan Diri dengan Berkolase
Pradono menambahkan bahwa di Pontianak belum terdapat ruang kesenian representatif, yang dapat menjadi tempat pementasan budaya luar serta ruang bagi seniman Pontianak untuk berkarya lebih maksimal.
“Kota Pontianak sebagai Ibu kota Provinsi Kalimantan Barat tidak punya ruang atau gedung kesenian yang representatif. Padahal, kalau ada gedung kesenian yang representatif, orang dari luar baik nasional bahkan internasional bisa melakukan pementasan dan mengenalkan seni budaya dari luar daerah. Selain itu, ruang bagi seniman untuk berkarya akan lebih maksimal,” ungkap Pradono.
Pradono pula menekankan bahwa keberadaan ruang berkesenian juga harus difungsikan sebagaimana mestinya. Ruang-ruang tersebut harusnya diisi oleh para seniman sebagai bentuk berekspresi. Lanjutnya lagi, ia berharap adanya kolaborasi dan sinergitas antara pemerintah, pelaku seni, dan masyarakat dapat untuk memajukan kebudayaan dan kesenian di Pontianak.
“Ada sinergi-lah, mau nuntut barang ada, begitu ada ayo meriahkan. Harus ada kolaborasi, jangka pendeknya kita nggak bicara gedung, apa yang ada kita manfaatkan. Jangan sampai peraturan-peraturan itu hanya manis di atas kertas tapi nggak ada realisasinya,” pungkasnya.
Penulis: Ibnu
Editor: Dedek