mimbaruntan.com, Untan – Memasuki perkuliahan semester genap, Universitas Tanjungpura (Untan) memberlakukan kembali perkuliahan jarak jauh (daring). Banyak mahasiswa yang memutuskan untuk kembali pulang ke Pontianak diakibatkan hasil belajar selama dikampung kurang maksimal.
Supriyanti (51 tahun) membagikan kisahnya tentang bagaimana anaknya yang berasal dari Prodi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Untan menjalani perkuliahan secara daring.
Sejak 20 Maret 2020, Supriyanti menyuruh anaknya untuk pulang ke Sintang karena khawatir akan terpapar virus Covid-19. Namun, sejak menjalani perkuliahan jarak jauh menurutnya semakin memperburuk keadaan diakibatkan jaringan yang tidak stabil.
“Orang tua mana yang tega melihat anaknya merantau sendirian di tengah virus Covid-19 gini, langsung saya belikan tiket bis Pontianak-Sintang. Tapi saya kasian juga dia kuliah kesulitan, kadang saya dengar suara dari Hp-nya putus-putus waktu dosen ngajar, belum lagi jaringan yang suka hilang datang, orang tua pun ikut pusing lihatnya,” kisahnya.
Awal tahun 2021, Supriyanti dengan terpaksa mengizinkan anaknya untuk kembali ke Pontianak, hal ini ia putuskan agar anaknya dapat mengikuti perkuliahan daring dengan jaringan yang lebih stabil.
Baca juga : Kronologi Tembok Panas Antara Arboretum Sylva dan Faperta (Versi Faperta)
“Awal tahun baliklah dia ke sana (Pontianak), mau gimana lagi udah 2 semester dia kuliah di sini uring-uringan karena jaringan yang hilang datang, mau praktikum pun susah. Yang penting di sana dia bisa kuliah dan patuhi protokol kesehatan, Insyallah saya tenang” tambahnya.
Cerita yang sama dialami oleh Nadila Asmuri, mahasiswa Pembangunan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Sejak tanggal 11 Februari 2021, ia memutuskan untuk kembali ke Pontianak dikarenakan hasil pada perkuliahan sebelumnya sangat menurun.
“Sinyal kendala paling besar saat daring gini. Udah sering ketinggalan absensi, masalah Gmeet sering terputus bahkan ndak ikut sama sekali, menghubungi teman-teman melalui WhatsApp pun susah. Yang paling fatal ni 3 kali telat ngumpulin tugas, ndak diterima sama dosennya sampai IP semester lalu turun gitu,” ungkap mahasiswa asal Kedamin, Kapuas Hulu ini.
Baca juga : Ada Apa Dengan SK Rektor? (Tentang Arboretum Sylva)
Helsa Ulfa Destari, mahasiswa Prodi Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan (FKIP) pun membagikan cerita yang sama. Pada desa Nanga Keruap, Kecamatan Menukung, Kabupaten Melawi ini ia kesulitan untuk mengikuti perkuliahan daring diakibatkan oleh sumber listrik hanya hidup dari jam 18.00 – 22.00 WIB. Keputusannya untuk kembali ke perantauan agar dapat mengikuti perkuliahan daring lebih lancar.
“Kalau siang listriknya mati total, sedangkan kuliahnya itu pagi dan siang. Makanya dari pada saya kewalahan setiap hari kayak gini terus, lebih baik saya ke Pontianak jak. Pun sayang kalau bayar uang kos tapi ndak ditempati,” ungkap mahasiswa semester 4 ini.
Penulis: Monica Ediesca
Editor : Mita Anggraini