Pemerintah dan DPR merampungkan pembahasan RUU KUHP, pada 15 September 2019.Pembahasan akhir dikebut pada 14-15 September 2019 di Hotel Fairmont, Jakarta.Terkait menyikapi banyaknya Mahasiswa yang menolak RUU KUHP yang mana telah disahkan, saya mahasiswa semester 3 Fakultas Hukum Untan mencoba melakukan pengkajian sembari menunggu hasil yudicial review. Diantaranya pasal-pasal kontroversial di RUU KUHP yang dinilai bermasalah dan memantik demo ribuan mahasiswa di berbagai kota menurut saya adalah:
- Pasal RUU KUHP terkait Korupsi
Sejumlah pasal di RUU KUHP memuat hukuman bagi pelaku korupsi yang lebih rendah daripada UU Tipikor. Misalnya, pasal 603 RUU KUHP mengatur pelaku korupsi dihukum seumur hidup atau paling sedikit 2 tahun penjara dan maksimal 20 tahun. Pasal 604 RUU KUHP mengatur hukuman sama persis bagi pelaku penyalahgunaan wewenang untuk korupsi.
Laludilanjutkan, pasal 605 mengatur hukuman ke pemberi suap minimal 1 tahun bui dan maksimal 5 tahun. Pasal 605 pun mengancam PNS dan penyelenggara negara penerima suap dengan penjara minimal 1 tahun, serta maksimal 6 tahun.
Sementara itu pasal 2 UU Tipikor, mengatur hukuman bagi pelaku korupsi ialah pidana seumur hidup atau penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun. UU Tipikor pasal 5 memang memuat aturan hukuman bagi pemberi suap mirip dengan pasal 605 RUU KUHP.
Akan tetapi, pasal 6 UU Tipikor mengatur hukuman lebih berat bagi penyuap hakim, yakni 3-15 tahun bui. Bahkan, Pasal 12 UU Tipikor huruf (a) mengatur hukuman bagi pejabat negara atau hakim penerima suap: pidana seumur hidup atau penjara 4-20 tahun.Tidak heran, menurut saya RUU KUHP merupakan salah satu rancangan beleid yang memanjakan para koruptor.
- Pasal RUU KUHP tentang Makar
RUU KUHP mengatur pidana makar melalui pasal 167, 191, 192, dan 193. Pelaku makar terhadap presiden dan NKRI diancam hukuman mati, seumur hidup atau bui 20 tahun. Makar terhadap pemerintah yang sah, juga diancam penjara 12 dan 15 tahun. Pasal 167 menyebut, “makar adalah niat untuk melakukan suatu perbuatan yang telah diwujudkan dengan adanya permulaan pelaksanaan perbuatan tersebut.”
Menurut analisa saya, definisi makar di dalam RUU KUHP itu tak sesuai dengan akar pada bahasa Belanda, yakni ‘aanslag’ yang berarti penyerangan.Masalah definisi ini dinilai berpotensi membikin pasal makar bersifat karet dan memberangus kebebasan berekspresi masyarakat sipil.
- Pasal RUU KUHP soal Aborsi
Pemidanaan terkait aborsi diatur pasal 251, 415, 469 dan 470. Misalnya, pasal 469 mengatur hukuman bagi perempuan yang menggugurkan kandungannya, maksimal 4 tahun bui. Orang yang menggugurkan kandungan perempuan dengan persetujuannya juga bisa dibui maksimal 5 tahun, sesuai isi pasal 470 RUU KUHP.
Pasal ini dinilai berpotensi mengkriminalisasi korban perkosaan yang hamil dan memutuskan untuk menggugurkan kandungannya. “Kondisi mental korban perkosaan seharusnya menjadi perhatian bagi negara untuk memberikan perlindungan hukum seadil-adilnya, bukan malah melakukan kriminalisasi.
Pasal Aborsi pada RKUHP bisa jerat korban perkosaan isi pasal-pasal itu pun tidak sesuai dengan UU Kesehatan pasal 75 ayat 2 yang mengecualikan tindakan aborsi jika dalam keadaan darurat medis atau mengalami kehamilan sebab perkosaan. Pasal ini juga dinilai mengabaikan fakta tingginya angka kematian ibu akibat aborsi tidak aman.
Kita sebagai negara hukum yang mana dalam pasal 1 ayat 3 UUD NKRI menyebutkan negara indonesia adalah negara hukum, tapi yang harus digaris bawahi adalah hukum yang ada di indonesia yang mana tajam kebawah tumpul keatas, maka dari itu DPR dan Pemerintah sebagai pembuat undang-undang haruslah bersikap adil terhadap seluruh elemen masyarakat indonesia jangan sampai Undang-undang yang dibuat hanya memperkuat kedudukannya dan mengunungkan pihak penguasa tetapi banyak merugikan rakyat indonesia.
Penulis :Alfiansyah
Editor : D.A. Fauziah