mimbaruntan.com – Di era modernisasi saat ini, jangkauan internet semakin meluas hingga keseluruh dunia. Kekerasan Gender Berbasis Online (KGBO) semakin marak terjadi. Bukan suatu hal yang tabu lagi saat mendengar kabar kekerasan gender online diera saat ini. Sama halnya dengan dunia nyata, di dunia maya pun pelaku kekerasan berbasis gender akan menyerang seseorang berdasarkan gender. Ditambah lagi semua orang menggunakan internet, maka akan semakin besar kemungkinan terjadinya kekerasan berbasis gender online. Seakan-akan melakukan kekerasan adalah suatu hal yang wajar dilakukan dan mudah untuk dimaafkan. Kekerasan gender bukan hanya melibatkan kontak fisik seseorang, namun mengakibatkan gangguan psikologis, rasa terancam, kerugian ekonomi, serta terhambatnya mobilitas sosial.
Menurut komisi nasional perempuan, terdapat 8 modus KGBO, antara lain: Pendekatan untuk memperdaya (cyber grooming), pelecehan online (cyber harassment), peretasan (hacking), konten ilegal (illegal content), pelanggaran privasi (infringement of privacy), ancaman distribusi foto/video pribadi (malicious distribution), pencemaran nama baik (online defamation), rekrutmen online (online recruitment). Modus-modus ini sering kita jumpai dilingkungan sekitar kita, bahkan sering kali kita menjadi target sasaran KGBO. Bentuk modus KGBO pun sangat beragam, seperti penyamaran menjadi keluarga terdekat, penipuan dari layanan e-commerce, hingga peretasan akun sosial media pribadi menjadi modus KGBO.
KGBO dianggap sebuah kejahatan ringan oleh publik yang sebenarnya sangat merugikan pihak korban. Pelaku sendiri melakukan KGBO dengan beberapa tujuan seperti pemerasan uang, merusak reputasi seseorang, menginginkan sebuah data penting, bahkan tujuan yang bahkan tidak masuk akal. Pelaku KGBO juga berbagai macam, yang pertama yaitu peretas (hacker) yang melakukan kejahatan untuk meretas informasi, foto, maupun video seseorang untuk disebarluaskan. Bahkan, sering dijumpai laki-laki yang menyebarluaskan foto/video mantan kekasihnya sendiri karena tidak terima ditinggalkan tanpa persetujuan pihak wanita. Mesikpun pelaku adalah kerabat dekat, hal ini tetap disebut sebagai sebuah kejahatan. Yang kedua yaitu penguntit atau stalker, biasanya adalah seorang suruhan yang menginginkan sesuatu dari sang target. Namun, juga terdapat kasus seorang penguntit adalah seorang psikopat yang jatuh cinta terhadap orang asing secara tidak masuk akal. Terakhir, ada juga orang yang membenci kita tanpa alasan yang kuat atau sering dikenal sebagai haters. Haters bisa melakukan apa saja untuk merusak reputasi dan nama baik seseorang. Banyak hal yang bisa haters lakukan untuk merusak karir seseorang seperti illegal content, malicious distribution, serta online defamation.
Ada yang dinamakan pelecehan seksual online. Contohnya seorang wanita yang mengunggah foto atau video pribadi nya baik dengan pakaian tertutup hingga terbuka dianggap memancing hasrat pria. Padahal, jika akal sehat dan pikiran seorang pria bisa digunakan dengan baik, seharusnya wanita tidak menjadi korban pelecehan seksual online.
Yang menarik adalah, diera modernisasi tidak hanya wanita yang menjadi korban pelecehan pelechan seksual online. Para pria kini menjadi korban pelecehan wanita-wanita pengguna sosial media. Misalnya seorang pria mengunggah foto pribadinya pada saat melakukan olahraga. Ia mendapatkan banyak tombol like dan beberapa komentar seperti: “badanmu bikin rahimku anget, mas”, “ngeliatnya nya jadi pengen ke kamar mandi”, bahkan tak jarang wanita secara terang-terangan memberikan komentar “duh pasti pintar diranjang nih”. Padahal maksud pria tersebut mengunggah fotonya dengan maksud berbagi cerita kegiatan olahraga nya. Apakah pria itu nyaman dengan komentar tersebut? Belum tentu. Jika dia merasakan kegelisahan hingga akhirnya menutup diri, maka ia menjadi korban pelecehan seksual online.
Ada juga pria yang mempunyai hobby seperti wanita, yang sebenarnya tidak salah untuk dilakukan, yaitu make-up dan fashion style. Make up dan fashion style adalah sebuah bidang kecantikan yang tidak memandang gender. Pria maupun wanita bebas dengan gaya pakaian dan riasan yang mereka sukai. Tetapi warga netizen banyak memandang pria yang memakai riasan dan mementingkan gaya pakaian dianggap aneh dan bukan laki-laki sejati. Banyak sekali komentar negatif yang dilemparkan kepada pria yang gemar make-up dan fashion style terutama di media sosial. Hingga akhirnya mereka takut untuk melakukan hoby nya yang padahal setiap manusia memiliki hak untuk melakukan apa yang mereka sukai tanpa memandang gender. Ini adalah salah satu bentuk kejahatan gender berbasis online yang mirisnya banyak terjadi disekitar kita.
Mirisnya banyak pihak menganggap bahwa pria yang menyukai kegiatan menari disebut lelaki “tidak bertulang”. Hanya karena dominan yang menyukai tarian adalah wanita, laki-laki dipandang sebelah mata jika mereka menari. Padahal dunia tari sangat luas dan siapapun boleh menari, tidak hanya wanita. Banyak wanita mengunggah video nya menari dan mendapatkan banyak pujian. Tetapi, mengapa jika pria melakukan hal yang sama, dianggap tidak wajar? Apa ini yang disebut kesetaraan gender?
Dan masih banyak lagi kekerasan gender berbasis online yang melecehkan, menghujat, memandang sebelah mata laki-laki. Tanpa kita sadari, jari kita hanya mengetik, tapi kita sering lalai akan ketikan tersebut. Bisa saja menyakiti hati orang lain. Bahkan, kedalaman laut bisa diukur, tetapi tidak dengan hati manusia.
Dampak dari KGBO sendiri sangat besar bagi pihak korban. Antara lain rusak nya karir seseorang, kerugian finansial, bocornya data penting seperti data perusahaan dan pencemaran nama baik. Belum lagi timbulnya rasa takut untuk melakukan sesuatu yang berdampak pada kesehatan mental korban, rasa malu untuk bersosialisasi, dan mengganti kerugian ekonomi yang disebabkan KGBO itu sendiri. Sementara ada pihak lain yang merasakan keuntungan dari kejahatan ini tanpa memikirkan pihak lain. Mereka menganggap bahwa ini adalah kejahatan ringan yang mudah untuk dimaafkan. Sementara diluar sana ada pihak yang berjuang keras keluar dari keterpurukannya. Korban harus ikut merasakan sanksi sosial oleh masyarakat, bahkan kehilangan pekerjaannya. Kembali lagi, apakah kita sudah menjadi manusia yang memanusiakan manusia lain?
Kekerasan gender wajib diberantas!
Penulis : Wynona Edwina Xavira