mimbaruntan.com,Untan– Dua orang mahasiswi Universitas Tanjungpura (Untan) mengalami pelecehan seksual secara verbal di area gedung Rektorat Untan pada 20 April 2021. Pelaku diduga merupakan anggota Satuan Pengamanan (Satpam) Untan.
Nana (bukan nama sebenarnya) bersedia menceritakan pengalaman tidak menyenangkan tersebut kepada Reporter mimbaruntan.com. Melalui pesan suara di WhatsApp, Nana membeberkan kronologi kejadian pelecehan seksual secara verbal dalam bentuk Catcalling yang dialaminya beberapa waktu lalu.
Sore itu Nana, temannya Sania (bukan nama sebenarnya) dan kakak sepupunya sedang melakukan pemotretan di gedung kuliah bersama B yang berlokasi tidak jauh dari gedung Rektorat Untan. Saat itu Nana mengenakan jaket bomber dan rok hingga di bawah lutut, sedangkan Sania dan kakak sepupunya menggunakan baju dan celana panjang. Adzan maghrib berkumandang, merasa semua proses pemotretan sudah selesai, Nana dan Sania memutuskan segera pulang menyusul temannya untuk berbuka puasa bersama.
“Kita tu mau pulang gitu dan melewati gedung Rektorat. Nah, kita kan lagi jalan terus dipanggil ‘dek,dek,dek’ terus disiulin sama mereka. Mereka duduk di depan Rektorat”, ujar Nana melalui pesan suara pada Jumat, (30/4).
Menurut penuturan Nana, pelaku diduga merupakan anggota petugas keamanan di lingkungan Untan. Hal senada juga disampaikan Sania, ia menyebut jika pelaku menggunakan biru tua, mirip seragam satpam Untan.
“Warnanya navy (biru tua),” tuturnya.
Kepada Reporter mimbaruntan.com berulang kali Nana mengaku merasa risih atas peristiwa yang dialaminya tersebut. Menurutnya, peristiwa tersebut tidak semestinya terjadi apalagi di lingkungan kampus.
“Sakit hati sih! Kau dak kenal aku siapa tapi siul-siul, manggil-manggil. Orang-orang ngerasa risih, aku aja mgerasa risih dan temen-temen juga merasa risih. Ih, dak guna bah kau ngelakuin itu ngerendahin sekali harga diri tu rasa dak ade hargenye,” pungkasnya.
Nana dan Sania mengaku tidak tahu harus melaporkan kemana kejadian tersebut, ditambah perasaan takut tidak digubris oleh pihak yang berwenang juga menjadi kekhawatiran keduanya.
“Mau ngelapor kemana emang? Takut dibilang baperan dan menganggap pelaku itu cuma bercanda,” pungkas Nana.
Nana turut menyampaikan harapannya agar kejadian serupa tidak menimpa mahasiswi lain. Ia juga menumpahkan kekesalannya, karena tidak sempat merekam kejadian tersebut sebagai bukti.
“Semoga dak ada kejadian lagi lah yang macam kami alami, gitu jak sih. Kemaren aku lupa ngerekamnya gitu sebagai bukti kalo kami di Catcalling lupa sekali karena kami dah ngerasa risih. Pengen cepat-cepat lari ah,” ujarnya sembari membuang napas sebal.
Pentingnya Laporan Tertulis
Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan, Jamaliah, mengatakan bahwa saat ini satpam yang bertugas merupakan satpam yang berasal dari perusahaan PT Brigade 86, di mana setiap tiga bulan sekali terjadi pergantian satpam yang bertugas. Ia menambahkan, pengaduan dapat dilakukan melalui Biro, Rektor atau ke akun media sosial Untan.
“Ini adalah tugas kita bersama, tidak melulu itu tugas pimpinan, dan itu bisa dilaporkan kemana saja, seperti Biro, Rektor atau bahkan bisa ke sosial media Untan sehingga kami bisa mengevaluasi hal seperti itu,” terangnya.
Apabila pihak Untan telah mendapatkan banyak keluhan terhadap satpam yang bertugas, maka pihak Untan memiliki hak untuk mengganti pihak perusahaan. Meski begitu, ungkap Jamaliah tidak mudah untuk memutuskan secara sepihak karena sistem keamanan di Untan menggunakan jasa perusahaan. Akan tetapi, jika sudah ada laporan melalui BINAP (Bimbingan dan Pendampingan) yang disertai dengan laporan tertulis dan bukti, ia mengaku akan mengusut hal tersebut.
“Kami baru bisa menindak lanjuti jika ada pelaporan secara tertulis melalui BINAP yang diketuai oleh Wakil Rektor 2 dan anggotanya adalah seluruh Wakil Dekan 2 di Untan. Dan saya kira paling tidak ada norma dan etika soal ini,” sambungnya.
Baca juga : Lahirkan Sekitar Projek Untuk Tepis Stigma
Menurut Jamaliah pihaknya punya keterbatasan sehingga tidak mungkin bisa mengawasi selama 24 jam. Ia juga meminta agar mahasiswi bersangkutan segera melapor.
“Kami mohon kepada mahasiswa yang mengalami kejadian seperti itu harap melaporkan secara tertulis,” tutupnya.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK) Kalimantan Barat, Tuti Suprihatin menyebut kesadaran korban untuk melapor atau menceritakan kejadian yang dialami merupakan hal yang sulit, sebab korban harus melawan rasa takut dan trauma serta stigma yang beredar di masyarakat.
“Masyarakat yang patriarkis, menganggap bahwa laki-laki punya kuasa melakukan itu (pelecehan) kepada perempuan yang dianggap memang sebagai objek seksual. Inilah yang membuat korban malu bahkan takut untuk bersuara, sekalipun kepada teman terdekat,” terangnya saat ditemui di Kantor YLBH APIK Kalimantan Barat pada Sabtu (17/7).
Menyambung pernyataan Tuti, Karina Eka Sakti yang merupakan anggota YLBH APIK (Yayasan Lembaga Badan Hukum Perempuan Indonesia Untuk Keadilan) menegaskan bahwa lembaga pendidikan harus mampu menciptakan ruang aman dan nyaman untuk seluruh mahasiswa dan seluruh pekerjanya dalam melakukan pengaduan.
“Itu sudah tanggung jawab lembaga pendidikan, apalagi ini sudah masuk dalam KUHP. Ruang-ruang pengaduan itu harus ada dan jelas, karena tidak semua korban berani berbicara, karena pandangan masyarakat kita masih banyak yang menyudutkan korban itu,” tegasnya.
Pasal-Pasal Terkait Catcalling
Tuti Suprihatin, Ketua YLBH APIK mengatakan bahwa catcalling merupakan bentuk lain dari pelecehan asusila yang tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
“Di KUHP itu sudah tertulis bahwa pelecehan asusila adalah pelanggaran hukum, sedangkan catcalling merupakan pelecehan asusila secara verbal,”.
Adapun peraturan yang merangkum kasus catcalling terdapat dalam KUHP dan UU nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi, yaitu:
Pasal 281 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)
Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:
- Barang siapa dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan;
- Barang siapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada di situ bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan.
Menurut Pasal 281 ayat (2) ini, jika seseorang yang melakukan suatu perbuatan asusila tanpa persetujuan dari orang tersebut di depan orang lain, maka pelaku dapat dipenjara atau dikenakan denda.
Selain itu, tercantum pula dalam UU No. 4 Tahun 2008 tentang Pornografi, yaitu:
Pasal 1 angka 1 UU No. 4 Tahun 2008
“Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.” Berdasarkan penjelasan di atas, catcalling bisa dianggap sebagai pornografi karena memenuhi unsur yang disebutkan di atas, yaitu bunyi, gerak tubuh, suara, dan pesan yang memuat kecabulan.
Pasal 9 UU No. 4 Tahun 2008
“Setiap orang dilarang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi.” Dalam pasal 9 ini tertulis jelas bahwa setiap orang dilarang menjadikan orang lain objek atau model pornografi. Sedangkan catcalling dapat dianggap melanggar UU karena catcalling menjadikan orang lain sebagai objek bagi pelakunya.
Pasal 35 UU No. 4 Tahun 2008
“Setiap orang yang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah)”
Dari 4 gabungan pasal diatas dapat disimpulkan bahwa pelaku catcalling dapat dikenakan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 tahun dan/atau pidana denda sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) sampai Rp. 6.000.000.000,- (enam miliar rupiah).
Penulis : Tasya, Monica, Mara
Editor : Tri