Sebuah film dari Mitsuhito Shiraha yang bisa membuat penulis mengingat bagaimana cinta di setiap perlakuan yang ibu berikan kepada anaknya. Film ini diangkat dari sebuah tulisan karya Tae Hitoto dan Soundtracknya dinyanyikan oleh adik kandungnya, Yo Hitoto yang menceritakan bagaimana perjuangan seorang ibu yang setelah ditinggal suaminya yang meninggal karena kanker paru-paru, harus menjadi single-parents dan membesarkan kedua putrinya, Tae Hitoto dan Yo Hitoto. Tae merupakan yang tertua dan Yo merupakan anak kedua, dibesarkan di sebuah rumah yang mana ibunya selalu menyajikan berbagai makanan khas Taiwan. Memang, jika ditonton kita akan disajikan berbagai hidangan dari Taiwan yang dimasak oleh sang ibu, yang mana ia belajar karena suaminya merupakan keturunan Taiwan dan mereka sekeluarga pernah tinggal negara tersebut beberapa waktu sebelum akhirnya kembali ke Jepang. Latar yang benar-benar menonjol tentu saja adalah dapur rumah dengan suasana memasak dan makan yang bisa membuat lapar (bagi kalian yang hobi makan). Namun, sang ibu harus pergi meninggalkan kedua anaknya karena menderita kanker. Tae dan Yo pergi kembali ke rumah masa kecilnya dan menemukan bahwa ibunya meninggalkan sebuah buku catatan berisi resep yang semasa hidupnya ia pelajari seputar masakan Taiwan.
Patut diacungi jempol bagaimana sisi seorang ibu benar-benar ditampilkan oleh Michiko Kawai sebagai pemeran ibu dari Tae Hitoto dan Yo Hitoto di film ini. Tidak memaksa untuk harus sedih, tapi tetap saja jika dihayati kita memang bisa melihat bagaimana seorang ibu selalu ada dan menyiapkan makanan untuk keluarga. Apalagi, pesan-pesan dari sang ibu kepada Tae yang merupakan anak tertua disampaikan secara baik dan layaknya ibu yang tidak suka marah. Sementara Tae memainkan sikap yang egois dan kurang bisa memahami arti sayang ibunya hingga akhirnya sang ibu pergi. Yo digambarkan sebagai anak yang aktif dan ramah terhadap keluarganya. Pemeran dalam film ini cukup bisa memainkan skenario keluarga sederhana dengan berbagai masalah seperti pada umumnya.
Baca juga:Review Buku: Cold Couple
Pengambilan kamera tidaklah begitu dinamis dan tidak juga begitu kaku, tetap bisa menampilkan ekspresi pemain film. Hanya saja beberapa bagian atau scene di film ini ada yang ditampilkan seperti dalam sebuah rekaman kamera lama, sementara ada scene lain yang juga memberikan kesan jadul, tetapi seperti direkam langsung menggunakan kamera zaman sekarang dan bukan sebuah rekaman kamera model lama. Hal ini agak disayangkan sebab terkesan tanggung, padahal bisa saja kalau memang mau menonjolkan kesan jadul Taiwan tidak perlu setengah-setengah dalam menampilkan konsep rekaman atau pengambilan gambar scene-nya. Musik di film ini sangat sederhana, lebih menekankan ke suara saat memasak dan hal-hal disekitar dibanding musik iringan. Tetap ada musik-musik yang mengiring, dan terasa sesuai dengan permainan emosi yang dimainkan pemeran-pemeran di film ini. OST pada bagian ending, yaitu berjudul “Sorane” juga sangat membuat kita memikirkan kembali kenangan-kenangan yang ada di film “What’s For Dinner Mom?” ini.
Penulis: Marsianus