mimbaruntan.com, Untan – Di tengah ramainya pengunjung Taman Digulis pada Minggu (14/5), sekumpulan anak muda asyik berkolase bersama Kolase Keliling (Kolaseling) untuk merayakan World Collage Day 2023.
Dengan gunting dan lem kertas, setumpuk majalah bekas disulap menjadi karya yang bernilai seni. Kolase cara unik menyampaikan gagasan atau kritikan. Seperti yang diutarakan oleh Ilham Rahmanda, penggagas Kolaseling.
“Kolase itu menurut aku unik. Aku bisa menyampaikan sesuatu tanpa harus aku menyampaikannya secara gamblang. Aku mau mengkritik pemerintah, contohnya. Aku ga bisa ngomong langsung tapi bisa bikin kolase yang aku bisa mengkritik di situ,” ungkapnya.
Bagi Ilham, kolase adalah media relaksasi dan mengekspresikan pikiran, serta menyatukan hal yang tidak bisa disatukan di dunia nyata,
“Kalo untuk aku kolase itu adalah media relaksasi ya. Karena pelukis punya caranya sendiri untuk mengekspresikan diri, kalo aku ya kolase. Aku di sini bisa bebas mengekspresikan pikiranku di kolase, kayak hal yang tidak mungkin aku satukan di dunia nyata aku bisa satukan di kolase,” ujarnya.
Baca juga: Pameran Jemuran Emehdeyeh 2° Di Atas Air
Terdapat dua jenis kolase, yaitu kolase analog dan digital. Keduanya memiliki peminat masing-masing. Menurut Ilham, seseorang bisa lebih bereksperimen dalam pembuatan kolase analog. Lain halnya kolase digital objeknya bisa langsung didapat.
“Kalo analog kita bisa lebih bereksperimen. Kalo pake digital kan kita kayak udah langsung dapat. Kalo di analog kita bisa lebih bereksperimen. Aku ga menemukan matahari. Contohnya, bisa buat sendiri dari bahan yang lain jadi bentuk matahari. Kalo digital kita mau matahari, ya munculnya matahari,” jelasnya.
Kolase dapat diaplikasikan dalam berbagai hal. Seperti yang biasa dilakukan oleh Aldiman, salah seorang peserta Kolaseling mengaku membuat kolase untuk tujuan tertentu.
“Kalo aku, manfaatnya untuk media dalam seni visual. Karena kolase itu sering aku aplikasikan dalam cover album band atau untuk pamflet acara musik. Aku jarang untuk bikin-bikin doang, sih. Aku biasanya bikin untuk tujuan tertentu,” ungkapnya.
Aldiman menambahkan hal yang sering menjadi kesulitan dalam berkolase adalah mengumpulkan bahan. Untuk mengakalinya, ia menggunakan bekas kemasan snack, gambar dari internet, hingga foto pribadi.
“Kesulitannya itu biasanya ngumpulin bahannya kalo sekarang. Karena mesti nyari-nyari majalah bekas, kan. Sementara majalah bekas kalo di Pontianak ada, tapi harga nya bukan harga barang bekas. Tapi cara ngakalinnya banyak, kadang bisa pake bungkus kemasan snack atau kadang aku ngumpulin gambar dari internet, lalu aku print dan jadikan bahan. Dari foto pribadi juga bisa. Misalnya kita suka foto-foto objek tuh, nah itu kita print lalu jadikan bahan kolase juga bisa,” terangnya.
Baca juga: Gelar Pameran Bertajuk “GAGAPAN” : Hadiah Untuk Kampung Halaman
Berkolase menjadi salah satu cara mengekspresikan diri. Seru dan bersifat bebas, Satya merupakan salah satu peserta Kolaseling juga, memilih mengekspresikan diri dengan berkolase.
“Menurut saya pertama kolase seru dan kedua kolase itu bersifat bebas jadi saya bisa bereksplorisasi dengan banyak hal di dalamnya,” tuturnya.
Satya berharap agar dengan adanya kegiatan Kolaseling, semakin banyak orang yang mengenal kolase dan berminat untuk berkolase.
“Harapan saya dengan adanya kegiatan ini orang-orang lebih bisa mengenal kolase dan supaya kedepannya makin banyak juga orang yang berminat untuk berkolase,” pungkasnya.
Penulis: Ibnu
Editor: Mira