mimbaruntan.com, Untan – Penerapan konservasi energi melalui efisiensi penggunaan energi peralatan elektronik sehari-hari merupakan bagian dari kewajiban pencantuman tanda Standar Kinerja Energi Minimum (SKEM) atau Label Tanda Hemat Energi (LTHE).
Hal ini tertera dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 14 Tahun 2021 tentang Penerapan Standar Kinerja Energi Minimum untuk Peralatan Pemanfaat Energi dan beberapa Keputusan Menteri ESDM lainnya dari turunan Peraturan Pemerintah (PP) sebelumnya.
“Melalui Peraturan Pemerintah yang baru ditetapkan, pemerintah secara tegas mewajibkan produsen dan importir untuk melakukan pelabelan Standar Kinerja Energi Minimum atau Label Tanda Hemat Energi pada produk yang akan diperdagangkan di wilayah Republik Indonesia. Kebijakan ini juga untuk mendorong penggunaan peralatan hemat energi yang tentunya mendukung konservasi energi,” tutur Direktur Konservasi Energi, Gigih Udi Atmo, (30/6) yang dikutip dari laman ebtke.esdm.go.id mengenai Pemberlakuan Standar Kinerja Energi pada Peralatan Pengondisi Udara.
Masih dengan sumber yang sama, pencantuman LTHE merujuk pada ketentuan sebagai berikut:
- Kewajiban menerapkan SKEM pada peralatan pemanfaat energi yang diperdagangkan di Indonesia kepada produsen dan importir
- Penerapan SKEM dilakukan melalui pencantuman tanda SKEM atau LTHE
- Tanda SKEM dicantumkan pada produk Peralatan Pemanfaat Energi
- LTHE dicantumkan pada produk dan/atau kemasan Peralatan Pemanfaat Energi.
- Nilai tingkat hemat energi yang dicantumkan, wajib sesuai dengan nilai kinerja energi
Dalam pencantuman tanda SKEM atau LTHE sendiri bukanlah perkara mudah, banyak ketentuan yang harus dilakukan oleh Produsen Dalam Negeri maupun importir untuk dapat mengantongi Sertifikat Hemat Energi (SHE). Adapun SHE yang diterbitkan oleh Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) berlaku hanya empat tahun dengan sekali masa perpanjangan. Hal ini diungkapkan oleh Endra Dedy Tamtama selaku Koordinator Pengawasan Konservasi Energi, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE).
“Sebelum mencantumkan label harus punya SHE dikeluarkan oleh LSPro nanti itu akan diujikan di lab partner. Importir/produsen akan membawa barang yang akan diuji dan memasukkan ke dalam bintang dengan penilaian tertentu,” jelasnya, (10/06).
Mengutip dari situs Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T), produk yang wajib mematuhi Standar Kinerja Energi Minimum (SKEM) dan mencantumkan Label Tanda Hemat Energi (LTHE) adalah :
- Air Conditioner (AC)/Pengondisi Udara: Keputusan Menteri ESDM RI Nomor: 103.K/EK.07/DJE/2021 tentang Standar Kinerja Energi Minimum (SKEM) dan Label Tanda Hemat Energi (LTHE) untuk Peralatan Pemanfaat Energi Pengondisi Udara.
- Rice Cooker/Penanak Nasi: Keputusan Menteri ESDM RI Nomor: 115.K/EK.07/DJE/2021 tentang SKEM dan LTHE untuk Peralatan Pemanfaat Energi Penanak Nasi.
- Kipas Angin: Keputusan Menteri ESDM RI Nomor: 114.K/EK.07/DJE/2021 tentang SKEM dan LTHE untuk Peralatan Pemanfaat Energi Kipas Angin.
- Lampu LED (Light-Emitting Diode): Keputusan Menteri ESDM RI Nomor: 135.K/EK.07/DJE/2022 tentang SKEM dan LTHE untuk Peralatan Pemanfaat Energi Lampu Light-Emitting Diode (LED).
- Kulkas/ Lemari Pendingin: Keputusan Menteri ESDM RI Nomor: 113.K/EK.07/DJE/2022 tentang SKEM dan LTHE untuk Peralatan Pemanfaat Energi Lemari Pendingin.
Pemberlakuan SKEM dan LTHE di Kota Pontianak
Pentingnya penerapan konservasi energi melalui upaya penghematan energi menggunakan peralatan sehari-hari adalah salah satu upaya menjaga lingkungan dengan cara sederhana. Namun, untuk beberapa daerah di Indonesia, mandat dan kewenangan terkait pelaksanaan kebijakan SKEM dan LTHE belum terbilang masif.
“Pada UU No. 23 Tahun 2014 ada beberapa kewenangan dan regulasi terkait SKEM dan LTHE (yang) memang tidak memandatkan regulasi ini kepada pemerintahan daerah. Namun, kita bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan dan tiap tahun menginventori regulasi dan persyaratan peralatan tersebut. Ketika pengawasan (barang elektronik yang akan diproduksi) harus punya LTHE, punya manual book dalam Bahasa Indonesia, dan punya SNI itu wajib,” imbuh Endra
Kalimantan Barat menjadi salah satu daerah yang belum diberikan arahan penuh pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Energi Sumber Daya Mineral (Disperindag ESDM). Rudi Hadianto turut membenarkan hal tersebut. Kepala Bidang Ketenagalistrikan dan Pengelolaan Energi ini sudah mengetahui adanya SKEM dan LTHE yang perlu dijalankan oleh masyarakat. Tetapi, Disperindag ESDM masih belum dapat menetapkan kebijakan ini karena tidak terdaftar dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Tahun 2024 ini.
“Nah, ini terlambat gitu. Akhirnya yang terjadi RENSTRA-nya itu sudah ditetapkan dulu tanpa bisa memasukkan program ini. Sehingga di konservasi energi ini baru muncul, khususnya Kalimantan, baru saya nggak tau ya provinsi lainnya, itu di perubahan RENSTRA yang nanti di 2026 mungkin ya, sehingga kita mungkin pembahasannya mungkin di 2025 tahun depan, karena perubahannya baru sekarang disusun, bisa dilaksanakan di 2026,” jelas Rudi.
Namun, pada dasarnya Rudi menyampaikan bahwa regulasi yang dibuat oleh Kementerian ESDM sendiri dirasa belum ada yang mengutus dinas provinsi untuk melakukan hal tersebut.
“Kalau ini sudah dilakukan, misalnya, sosialisasi oleh teman-teman Kementerian ESDM melalui Dirjen EBTKE ke seluruh provinsi dan kemudian memang di sana ada, bukan (berupa) kewenangan, artinya ada mandatori penugasan ya, penugasan kewajiban untuk kemudian pemerintah daerah provinsi itu melakukan atau mengimplementasikannya ya tentu akan kita lakukan,” tegasnya.
Belum adanya penugasan langsung atau sosialisasi mengenai SKEM dan LTHE oleh Kementerian ESDM membuat masyarakat Pontianak wajar saja tidak mengetahui adanya keberadaan SKEM dan LTHE di sekitar mereka.
Dari pengambilan angket yang dilakukan oleh penulis di enam kecamatan yang ada di Pontianak, yakni Kota Pontianak, Pontianak Utara, Pontianak Selatan, Pontianak Timur, Pontianak Barat dan Pontianak Tenggara menunjukkan hanya sekitar 42,9% responden yang mengetahui tentang adanya SKEM dan LTHE pada peralatan elektronik.
Kemudian, dari 92.9% menjawab tidak pernah mendapat sosialisasi oleh pemerintah daerah terkait keberadaan SKEM dan LTHE ini.
PLTS, Alternatif Upaya Hemat Energi yang dilakukan beberapa Warga Pontianak
Seniman asal Pontianak, Ferdi menjadi salah satu masyarakat yang tidak memahami adanya SKEM dan LTHE sebagai upaya hemat energi. Pria berkupluk dengan pembawaan santai ini menyampaikan bahwa yang sudah ia lakukan selama ini adalah bentuk upaya hemat energi terbaik dengan memilah-milah lampu dengan kapasitas watt dan intensitas terang pada alat tes lampu arus searah (DC) yang ada pada tempat tinggalnya itu.
Kesadaran bahwa ia harus menghemat energi ini muncul karena kebutuhan lampu di rumahnya cukup banyak, kurang lebih 30 lampu. Sejak 2010 pun pemadaman listrik kerap terjadi di komplek perumahannya. Hal inilah yang menggerakkan jiwa eksperimen pada diri Ferdi. Bermodalkan platform youtube dan pencarian google mengantarkannya pada 7 keping panel surya dengan kapasitas daya 700 watt. Keisengannya ini membuat dirinya tak perlu lagi memakai listrik PLN pada siang hari.
Pemasangan panel surya secara bertahap sejak 2010 ini membuat dirinya berhasil mengurangi sedikit pembengkakan biaya per bulan untuk listrik. Pengurangan pembayaran dirasa mencapai 30-40% dengan masih memberlakukan perhitungan ekspor impor sesuai Peraturan Menteri ESDM No.26 Tahun 2021 tentang Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap (PLTS Atap) apabila kelebihan energi pada PLTS atap akan mengurangi tagihan listrik pelanggan karena pengambilan energi oleh PLN dibayar 100% sesuai daya yang berlebih.
Ferdi hidup berdampingan dengan sang Bunda, rumah yang tak berjarak menjadi bahan pembandingnya. Jika dibandingkan, rumahnya yang dibantu oleh PLTS dengan rumah Bunda-nya yang hanya mengandalkan PLN, tagihan listriknya berbeda hampir 50%.
“Di rumah bunda ada kulkas, rice cooker, dua kipas angin, tv dan beberapa lampu, PLN semua. Saya dibantu PLTS hanya beberapa lampu, kipas angin dan pompa air saja. Bedanya mencapai 50% untuk tagihan listrik dengan daya yang sama,” ujarnya.
Listrik PLN yang ia gunakan untuk peralatan elektroniknya antara lain, AC, TV, kulkas, komputer dan speaker.
Selama 14 tahun, ia merangkai panel surya secara bertahap per kepingnya dengan total modal hingga 20 (duapuluh) juta rupiah. Baginya itu bukanlah suatu kerugian. Hanya membutuhkan kepingan panel surya, controller, aki dan kabel ia berhasil memiliki rumah yang hemat energi dan tidak khawatir pemadaman lampu bergilir kembali.
Meski begitu, Ferdi merasa dirinya tertinggal informasi. Tidak ada yang memberitahunya bahwa ada cara penghematan energi lain yang dapat ia lakukan untuk menghemat pengeluaran listrik perbulannya.
“Saya baru tahu malah, gak pernah ada sosialisasi juga (terkait SKEM dan LTHE). Kalau tahu bisa begitu, saya ganti semua lampu saya nanti, karena saya pakai lampu hampir 30-an kan,” ucapnya.
Di Pontianak sendiri, ada beberapa masyarakat lain pula yang menggunakan PLTS Atap. Terdaftar pada PLN Provinsi Kalimantan Barat untuk Kota Pontianak yang diperoleh dari Disperindag ESDM (26/6) yaitu sebanayak 18 pengguna PLTS Atap di sektor rumah tangga dengan tarif beragam B2, R1, R2 dan R3. Daya yang digunakan pun ada yang mencapai 41.500 Volt Ampere (VA) dengan kapasitas 39.000 Watt Peak (Wp). Selain tertinggi adapun data terendah daya yang digunakan 1.300 VA dengan kapasitas 1000 Wp
Dalam sektor kelestarian alam menurut Indonesia Environments & Energy Center, pemanfaatan energi surya dalam kebutuhan listrik tentu minim menghasilkan emisi karbon, berbeda dengan kebutuhan listrik yang memakai PLN sehari-harinya.
Karbon dioksida (CO2), Karbon monoksida (CO) hingga gas Metana (CH4) adalah gas yang akan keluar ketika tidak memanfaatkan PLTS sebagai alternatif penghematan energi. PLTS Atap juga dapat memastikan penggunanya menikmati energi bersih dan dapat mengurangi gas rumah kaca.
Menurut data dari Kementerian ESDM mengenai Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Sektor Energi menunjukkan PLTS Atap dapat mengurangi emisi sektor energi terbarukan hingga 27,59 juta ton Karbon dioksida (CO2).
Pentingnya peran pemerintah terhadap upaya pengenalan SKEM dan LTHE ini begitu penting, upaya hemat energi jika menggunakan PLTS akan memakan modal, niat, pengetahuan dan kegagalan yang cukup besar. Upaya membeli peralatan hemat energi merupakan terobosan baik.
Menurut Sri Wahyuni, perwakilan dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), konsumen bukan tidak mau membeli peralatan elektronik hemat energi dengan label tersebut, tetapi tidak ada yang mengenalkan dan memberikan pemahaman. Wajar jika masyarakat memilih upaya hemat energi dengan alternatif lain seperti PLTS atau memanfaatkan tenaga listrik lainnya, karena alternatif itu yang awam dan mereka pahami.
Ia turut menyampaikan bahwa konsumen memiliki tiga peran penting dalam penerapan SKEM dan LTHE, yakni:
- Sebagai Finance, konsumen memiliki hak dalam membeli produk mau berlabel hemat energi atau tidak,
- Sebagai Informan, konsumen dapat memberi informasi buruk atau baik terhadap suatu peralatan elektronik kepada konsumen lainnya termasuk terhadap peralatan elektronik yang tidak berlabel hemat energi,
- Sebagai Evaluator, konsumen memiliki hak dalam mengevaluasi produsen serta pemerintah terhadap minimnya pengetahuan konsumen terhadap SKEM dan LTHE.
“Pemahaman konsumen, kalau dijelaskan secara ilmiah saja bahwa ada peralatan yang hemat energi tetapi tidak ada barangnya (yang) berbintang lima misalnya, konsumen tidak akan paham, yang mereka mau produsen bisa menjanjikan apa dengan konsumen membeli barang itu,” tegasnya
Beberapa pertanyaan terbuka terhadap angket yang diambil oleh penulis, 100 % responden berharap adanya sosialisasi atas kebijakan tersebut dari pemerintah, melihat bagaimana alam semakin rusak apabila terus menyumbang emisi dengan peralatan yang boros energi.
“Menurut pendapat saya, agar hemat energi, perlu didukung dengan sosialisasi kebijakan oleh pemerintah. Hal ini penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya penggunaan energi yang efisien dan berkelanjutan. Terkait dengan SKEM dan LTHE, SKEM memungkinkan integrasi sumber energi ke dalam jaringan listrik yang lebih kecil dan terdesentralisasi (tidak berpusat), dan mengurangi kerugian energi dalam proses distribusi. Dan LTHE, berfokus di teknologi dan layanan yang dapat mengurangi konsumsi energi sektor, seperti industri, transportasi, dan rumah tangga,” ujar Suparni (50), salah seorang responden.
Penulis: Hilda Putri Ghaisani
Editor: Lulu Van Salimah