mimbaruntan.com Untan – Meningkatnya kasus Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) di masa pandemi Covid-19 membuat perempuan di Pontianak merasa dijadikan objek seksual di dunia digital. Berdasarkan data tahunan yang dirilis oleh Komnas Perempuan pada 5 Maret 2021, terdapat 940 kasus KBGO dari sebelumnya ada 281 kasus sepanjang tahun 2020.
Nina (21), nama samaran, menceritakan bahwa selama Pandemi Covid-19 dirinya kerap mengalami pelecehan seksual secara online, baik itu mendapatkan komentar seksis maupun sexting dari orang tidak dikenal lewat media sosial.
“Saya lima kali mendapatkan pelecehan seksual, paling banyak dikirimin foto dan video tidak senonoh berupa alat vital pria. Terakhir di bulan Mei saya di-video call melalui Whatsapp, pas diangkat ternyata seorang pria sedang memainkan alat vitalnya,” ujarnya.
Baca juga: KBGO : Laki-laki Jadi Korban Pelecehan Seksual?
Sempat mengalami trauma dengan adanya pesan ataupun telepon dari nomor tidak dikenal, Nina juga mengatakan sempat mengarsipkan foto-fotonya di media sosial. Namun ia mengatakan, media sosial adalah tempat mengekspresikan diri, tidak sepantasnya laki-laki berbuat hal seperti itu.
“Tidak berani buat angkat video call kalau itu nomor baru, dan sekarang lebih hati-hati dalam memposting foto. Tapi menurut saya perempuan bukan objek untuk dijadikan alat pemuas nafsu laki-laki,” katanya.
Nina mengatakan tidak tahu harus melaporkan kasus seperti ini kepada siapa dan hanya bisa bercerita kepada teman dekatnya. Ia berharap adanya payung hukum yang jelas untuk kasus yang ia alami.
“Datanya sempat saya screenshoot, tapi bingung mau lapor ke siapa. Jadi cuma cerita kepada teman dekat aja biar mereka lebih hati-hati lagi. Saya berharapan semoga ada payung hukum yang jelas untuk melindungi teman-teman perempuan lainnya,” ucap Nina.
Sama halnya dengan Kika (21), ia juga menjadi korban KBGO. Sudah tiga kali ia mendapatkan video call tidak senonoh dari orang tak dikenal. Katanya, perempuan harus lebih berhati-hati dan jangan takut untuk melaporkan kasus seperti ini.
“Belajar dari pengalaman, hati-hati menerima telepon dari nomor baru. Apabila hal itu terjadi langsung blokir dan laporkan nomornya pada aplikasi tersebut. Buat teman-teman yang mengalami hal ini, apabila sudah meresahkan laporkan saja kepada pihak berwajib,” ucap Kika.
Baca juga: Kapan Suatu Tindakan Dapat Dikatakan Sebagai Kekerasan Seksual?
Cristine Devi Claudia, Ketua Gerakan Perempuan Pontianak (GPP) mengatakan bahwa kasus KBGO sudah sering terjadi bahkan sebelum pandemi terutama pelecehan secara verbal. Menurutnya hal ini terjadi karena budaya patriarki yang ada di Indonesia membuat perempuan selalu dijadikan sebuah objek.
“Perempuan lebih rentan perihal kekerasan seksual karena kita tinggal di budaya yang patriakis. Selama ini perempuan dianggap sebagai second class walaupun perempuan sekarang berbeda dengan dulu, perempuan bisa sekolah kok, kerja dan sebagainya,” ujar Cristine. Ia juga melanjutkan bahwa budaya patriarki menempatkan perempuan sebagai objek, bukan individu yang berdaulat dan memiliki kebebasan secara pribadi.
Menurut Cristine, untuk mengurangi terjadinya kasus seperti ini, penting adanya sosialisasi dan edukasi terhadap masyarakat serta berharap bahwa korban bisa mencari tempat aduan apabila mengalami kasus tersebut.
Ia juga memberikan catatan kritis bahwa edukasi terhadap masyarakat harus dilakukan. Tidak hanya untuk laki-laki tetapi juga untuk sesama perempuan yang memberikan diskriminasi. “Kita juga harus tahu posko-posko atau media mana yang bisa kita hubungi apabila mengalami kasus seperti ini atau orang-orang terdekat kita yang mengalaminya,” ucapnya.
Penulis : Antonia Sentia
*Liputan ini merupakan keluaran dari Pelatihan Jurnalisme Inklusif yang dilakukan oleh UGM, didukung Unesco Office Jakarta. Telah diterbitkan pula pada situs web liputaninklusif.net