mimbaruntan.com,Untan- Dua minggu sebelum “Hari Kebebasan Pers International” diperingati pada tanggal 3 Mei, indeks kebebasan pers di Indonesia menunjukan posisi ke 124 menurut hasil survey Kelompok kebebasan Media Reporters Without Borders atau Wartawan Tanpa Tapal Batas yang dalam bahasa Perancis dikenal dengan singkatan RSF. Angka tersebut menunjukkan bahwa Indonesia berada didalam posisi yang tidak terlalu buruk.
Menurut Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Pontianak, Dian Lestari mengungkapkan bahwa kebebasan pers di Indonesia dapat dikatakan sedikit bebas karena jika dilihat diatas kertas jumlah wartawan yang dibunuh dilapangan tidaklah sebanyak yang terjadi di Filipina yang menduduki ranking ke 134. Namun, posisi Indonesia bukanlah posisi yang dapat dikatakan baik-baik saja.
Di Asia Tenggara sendiri yang menduduki posisi yang paling buruk adalah Vietnam dengan angka 176. Sedangkan Negara tetangga Indonesia, yaitu Malaysia menduduki angka 123. Berangkat dari hasil survey 2018 lalu, Malaysia yang menduduki posisi 145 berhasil menanjak hingga satu tangga lebih tinggi dari Indonesia. Dari survey tahun lalu pula, bahkan dua tahun yang lalu, Indonesia masih berada diposisi yang sama.
Menurut Dian, Filipina secara global dianggap sebagai Negara yang darurat HAM, wajar saja jika menduduki posisi jauh dibawah Indonesia. Sama halnya dengan yang terjadi di Filipina, yang menjadi penyebab Indonesia stagnan di angka 124 adalah adanya aturan hukum yang kerap disebut dengan pasal karet yang ada didalam UU ITE, pasal ini seolah ingin membungkam suara kritis dari para jurnalis Indonesia.
“ Memang jika dilihat dari rankingnya Indonesia berada jauh diatas Filipina, tetapi kalau kita menilik dalam bentuk aturan, ada pasal-pasal yang menjerat wartawan yang memiliki istilah pasal karet didalam UU ITE, padahal jauh sebelum UU ITE itu ada, Indonesia sudah memiliki undang-undang tentang kebebasan pers dalam UU No.40 tahun 1999, ” jelasnya.
Penulis : Maratushsholihah
Editor : Sekar A.M.