mimbaruntan.com, Untan – Polusi udara yang terjadi di kota Pontianak beberapa waktu yang lalu membuat Organisasi Greenpeace tergerak untuk mengadakan kampanye lingkungan bertemakan “Pulihkan Gambut, Selamatkan Iklim”. Dilansir dari mimbaruntan.com berdasarkan data yang dirilis dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) Pontianak masuk dalam kategori berbahaya. Tingkat pencemaran udara di Ibukota Provinsi Kalimantan Barat berbanding lurus dengan titik hotspot (titik panas) yang terpantau.
“Kalimantan kan hampir setiap tahun ya terjadi kebakaran hutan dan lahan. Nah kok bisa? karena memang rata – rata Kalimantan itu salah satu dari 7 provinsi yang punya lahan gambut cukup besar, nah lahan gambut ini dia tidak sama dengan tanah mineral (tanah biasa yang solid), ” tutur Bilgis Habibah, salah satu juru kampanye pada hari itu.
Menurut Bilgis kampanye ini bertujuan untuk menyadarkan masyarakat akan kenyataan bahwa Kebakaran Hutan dan Lahan (karhutla) bukan sekadar bencana alam sekali lewat, tetapi memiliki dampak jangka panjang terhadap kesehatan manusia, maupun kualitas udara. Ia juga menegaskan bahwa tanah gambut yang rusak haruslah dipulihkan dari kekeringan, lantaran berpotensi memicu kebakaran.
“Karena kalo misalkan gambutnya dipulihkan, dia kembali basah, secara otomatis, kalau terbakar lebih mudah terkontrol atau bahkan tidak terbakar karena dia basah. Dan ketika tidak terbakar, kita menyelamatkan iklim, karena gambut berkontribusi terhadap kebakaran gambut. Karbon yang terlepas itu besar banget, dia berkontribusi terhadap perubahan atau krisis iklilm. jadi ketika kita memulihkan, sebenarnya ada 2 hal sekaligus yang kita selamatkan yaitu memulihkan dan menyelamatkan iklim secara bersamaan, ” ungkapnya.
Baca Juga: Kalbar Belum Merdeka dari Bencana Asap!
Mengulik ke dalam sejarah pembukaan lahan besar-besaran di Kalimantan, Sumatra di era Pak Soeharto, mulai investasi serta tanaman industri masuk menyebabkan kekeringan lahan gambut. Bilgis turut menyampaikan harapannya agar hal ini disadari anak muda sehingga lahan gambut dapat dipulihkan.
“Banyak lahan gambut dikeringkan dengan kanalisasi tadi untuk industri-industri monokultur (satu jenis tanaman), jadi banyak dibuka dan akhirnya gambutnya rusak, dan kering. Aku pengen gambutnya dipulihkan gitu ya menyelamatkan iklim, karena Hidupku Masih Panjang jadi aku udah gitu aku masih anak-anak muda banyak hal yang masih aku pengen lakukan gitu, ” harap Bilgis.
Kampanye sudah terlaksana 10 tahun lebih, tidak hanya di Pontianak namun ke-7 provinsi dengan lahan gambut yang cukup besar di Indonesia. Bahkan mereka memiliki tim cegah api yang bertugas mencegah sebuah kebakaran semakin meluas. Kampanye kali ini telah merangkul berbagai elemen masyarakat serta berkolaborasi dengan Rumah Diskusi, Ketua Umum Rumah Diskusi, Mahruz Agustian, menjelaskan bahwa melalui kampanye ini, mereka berupaya untuk tidak hanya mengedukasi masyarakat tentang bahaya karhutla, tetapi juga memperluas pemahaman tentang lingkungan secara menyeluruh bahkan untuk beberapa aspek yang tidak disadari.
Baca Juga: Kemas Arsip, Abadikan Memori
“Memang isu karhutla itu terlalu terdorong di isu-isu lingkungan saja gitu padahal hari ini dampak daripada karhutla kan banyak pendidikan, kesehatan, ekonomi seperti itu sehingga penting untuk kita juga mengedukasi masyarakat kalau juga banayak loh hal-hal terdampak karhutla ini anak anak,lansia,kan kemudian pendidikan yang hari ini harus diliburkan hal-hal seperti itu yang ingin kita dorong, ” tutur Mahruz.
Dalam pandangan Mahruz, penting untuk melihat karhutla sebagai masalah yang melibatkan berbagai unsur masyarakat, termasuk petani dan penduduk lokal. Isu ini tidak hanya menyangkut pemadaman api, tetapi juga perlunya mengajak semua pihak untuk bertindak dalam pencegahan, dan edukasi. Pemerintah, masyarakat, dan organisasi lingkungan seperti Greenpeace harus bekerja bersama untuk menciptakan kolaborasi yang berkelanjutan dalam menjaga hutan dan ekosistem gambut.
“Kita di lingkungan Gambut dan Kalimantan Barat ini mayoritas itu lahannya itu gambut, sehingga penting juga untuk mengedukasi cara pengelolaan gambut yang sebenarnya ,” ujarnya.
Mahruz pun mengungkapkan bahwa masyarakat kerap kali dituding terutama seorang petani, padahal jika dikulik petani sendiri sudah dilindungi oleh undang-undang, terlebih dengan kasus terbakarnya lahan seluas ratusan hektar dirasa tidak memungkinkan jika seorang petani adalah pelaku utamanya.
Dengan tegas ia memeperingatkan untuk berhenti menyalahkan masyarakat, sementara penegak hukumnya saja lalai dengan tugasnya. Mengancam bagi yang membuka lahan akan dicabut perizinannya, ternyata hanya omong kosong belaka.
“Kebakaran masih merajalela padahal ancaman pencabutan izin itu udah dari beberapa tahun yang lalu itu yang pengen kita tegaskan, “tambahnya penuh penekanan.
Penulis: Sima
Editor: Mira