mimbaruntan.com, Untan- Memperingati Hari Buruh Internasional, Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Tanjungpura (LPM Untan) menggelar diskusi daring via aplikasi Google Meet bertemakan “Omnibus Law, Pemerintah Salah Diagnosis atau Hanya Kecemasan Masyarakat?”, pada Jumat (01/05).
Dalam diskusi yang berlangsung dari pukul 15.30-17.30 WIB dan dimoderatori oleh Marsianus Marthin Rivaldy (Mahasiswa Biologi FMIPA Untan), hadir sebagai pemateri, Indra Dwi Prasetyo (Direktur ID Next Leader) dan Restiana Purwaningrum (Penulis Novel “Bumi Ayu”), dalam kelompok diskusi yang dinamai dengan Kelompok Diskusi Terarah (Kontra).
Peserta diskusi terdiri dari mahasiswa dan masyarakat umum yang tak hanya berasal dari Kalimantan, tapi juga Jawa hingga Sumatera. Sekar Aprilia Maharani, selaku Ketua Umum LPM Untan saat diwawancarai via WhatsApp mengatakan bahwa ini merupakan diskusi Kontra pertama yang dilakukan secara daring.
“Diskusi kontra online adalah kali pertama yang diadakan LPM Untan. Sebelumnya kita hanya mengadakan diskusi secara offline di sekretariat LPM Untan. Persiapannya dikoordinir langsung oleh Divisi Litbang beserta kepanitiaan kecil di dalamnya,” jelasnya.
Baca juga:Ujian Nasib Kaum Buruh
Mita Anggraini, Ketua Divisi Penelitian dan Pengembangan sekaligus penanggungjawab Kontra menerangkan alasannya mengangkat isu Omnibus Law. Menurutnya, isu ini sangat krusial namun luput dari perhatian karena pandemi Covid-19.
“Sederhananya karena isu ini merupakan isu yang krusial, namun luput dari perhatian karena pandemi Covid-19 yang sedang marak saat ini. Omnibus Law RUU Cipta kerja ini merupakan hal baru di indonesia, dan lagi menuai pro dan kontra di tengah masyarakat,” katanya.
Ia berharap melalui diskusi ini para peserta bisa melihat isu ini dari dua sisi. “Jadi kami ingin melalui diskusi ini para peserta bisa melihat isu ini dengan dua sisi baik dan buruk, serta dari berbagai perspektif meliputi hukum, lingkungan maupun ketenagakerjaan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Ia menuturkan bahwa diskusi ini bertujuan untuk melihat bagaimana nasib buruh jika RUU ini disahkan.
“Dalam diskusi ini juga kita membahas mengenai urgensi RUU ini, status quo yang mendorong terciptanya draft RUU ini. Ya, kita juga mengkaji kondisi bangsa hari ini. Lalu, kalangan buruh merupakan kalangan yang paling banyak memprotes RUU ini karena dianggap tidak memberikan kepastian hukum bagi kesejahteraan mereka. Jadi, di diskusi ini juga kita mau melihat bagaimana nasib buruh jika RUU ini disahkan,” imbuhnya.
Rona Fitriati Hasanah, salah satu peserta diskusi yang merupakan Dewan Redaksi Asosiasi Pers Mahasiswa Sumatera Barat (ASPEM Sumbar) turut mengungkapkan kesan dan pesannya setelah mengikuti diskusi hingga akhir.
“Diskusi ini sangat menarik, walaupun #dirumahaja akibat pandemi, tetapi kawan-kawan tidak melupakan bahwa RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law masih menjadi perhatian ditengah pandemi Covid-19,” ungkapnya melalui pesan WhatsApp.
Rona berharap diskusi seperti ini terus berjalan dengan topik atau isu yang sedang hangat dan bermanfaat bagi khalayak.
“Harapannya kedepan diskusi seperti ini tetap terus berjalan dengan topik atau isu yang tentunya sedang hangat dan bermanfaat bagi khalayak, khususnya pers mahasiswa sebagai media alternatif. Selain itu, isu yang dibahas lebih difokuskan agar diskusi tidak mengambang,” ucap mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Andalas ini.
Penulis: Monica Ediesca
Editor: Nurul R.