mimbaruntan.com, Untan – Melewati jalan setapak memasuki kawasan Arboretum Sylva, Universitas Tanjungpura (Untan). Berdiri kokoh sebuah tanaman Bunga Bangkai jenis Amorphophallus hewittii yang tumbuh dan mekar setinggi kurang lebih 1 meter di kawasan Arboretum Sylva Universitas Tanjungpura (Untan). Peristiwa ini merupakan kali kedua setelah mekar pertamanya di tahun 2019.
Hendrikus Renonaldi, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kehutanan (Fahutan), tepat di bulan September lalu Bunga Bangkai ini mulai menunjukkan pucuknya yang muncul dari permukaan tanah.
Reno menceritakan bahwa bunga ini dibawa langsung oleh para alumni Fahutan saat melakukan ekspedisi penelitian di Gunung Poteng, Kabupaten Singkawang pada tahun 2008. Karena sifatnya yang eksitu (pelestarian alam yang dilakukan di luar habitat aslinya), penanaman Bunga Bangkai pun memiliki beberapa kendala, salah satunya perbedaan jenis tanah, yang mana tanah Arboretum Sylva cenderung berjenis rawa gambut.
Baca juga: Kronologi Tembok Panas Antara Arboretum Sylva dan Faperta (Versi Fahutan)
Mulanya, ada kekhawatiran dalam penanaman tanaman yang bersifat eksitu ini dikarenakan jenisnya yang asalnya tumbuh di tanah perbukitan. Reno pun menceritakan beberapa tanaman lain seperti mangrove, yang dicoba ditanam di kawasan Arboretum Sylva.
“Kebetulan hidup karena tanamannya bisa survive. Cuma karena tanah di sini asam, akar tunjangnya itu ga sampai menusuk ke dalam, busuk kena air terus. Jadi semisal kalau ada hujan sama angin kencang, itu tanamannya berpotensi untuk tumbang,” cerita Reno saat ditemui langsung di Arboretum Sylva pada Sabtu, (16/10).
Arboretum Sylva Untan mengoleksi 3 jenis Bunga Bangkai, 2 diantaranya adalah Amorphophallus hewittii dan Amorphophallus paenoniifolius, yang letaknya dipisahkan. Proses perawatannya sendiri pun tidak sulit, Reno menjelaskan bahwa pada tanaman Bunga Bangkai ini cukup membersihkan gulma-gulma di sekitar tanaman tersebut.
Baca juga: Kronologi Tembok Panas Antara Arboretum Sylva dan Faperta (Versi Faperta)
Pentingnya Arboretum Sylva Sebagai Pusat Pelestarian Tanaman Endemik
Sejak 9 November 2020, telah dikeluarkannya Surat Keputusan Rektot Nomor 3405/UN22/LK/2020 Tentang Batas Arboretum Sylva Untan. Munculnya SK tersebut diikuti dengan terjadinya penebasan tanaman yang diinstruksikan oleh pihak Fakultas Pertanian (Faperta) Untan dan berdampak kepada rusaknya beberapa tanaman endemik, pengurangan lahan Arboretum Sylva di Blok Q, R, S dan Bufferzone 3. Serta, menurut inventarisasi tanaman yang dilakukan oleh pihak Sylva PC Untan, penebasan itu akibatkan terancamnya 592 tanaman di 4 blok tersebut. Tak lama setelah itu, pada 18 Februari 2020 telah berdiri kokoh tembok pembatas yang masih berada di kawasan Arboretum Sylva.
Kabar kurang menyenangkan ini turut ditanggapi oleh Reno. Baginya, pengurangan lahan seluas 0,7 ha dan tembok yang berdiri kokoh tersebut sangat berpengaruh terhadap perlindungan tanaman, di mana Arboretum Sylva berperan penting sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Pontianak sekaligus area konservasi tanaman endemik.
“Pengurangan kawasan itu sangat berpengaruh sekali karena banyak tanaman endemik di seberang tembok yang didirikan, tidak bisa dipantau perawatannya,” harapnya.
Harap yang sama disampaikan pula oleh Fachrul Rahimin, pengelola Arboretum Sylva. Baginya, peran Arboretum Sylva sangatlah besar, seperti sebagai penyaring polusi yang ada di Pontianak, tempat wisata, juga sebagai tempat penelitian mahasiswa.
“Semoga ke depannya Arboretum Sylva ini tidak diganggu lagi lah, apalagi terkait pengurangan kawasan. Karena yang kita tau dampak dari proyek ini besar. Mohon juga kepekaannya kepada yang di atas (Rektor), kalau bisa cukup segini lah wilayah kami yang diganggu, jangan ada lagi,” pungkasnya.
Beberapa tanaman endemik Kalimantan yang terdampak akibat didirikannya tembok pembatas oleh Faperta, seperti Upuna bornensis yang keberadaanya semakin sulit untuk ditemukan. Pihak pengelola Arboretum Sylva pun mencoba memindahkan beberapa tanaman yang sifatnya semai karena khawatir jika tanaman tersebut pengelolaannya tidak diawasi dengan baik.
Adapun beberapa tanaman yang terpaksa beralih kepengelolaannya seperti Tengkawang tungkul dan Meranti kuning. Pengelola Arboretum Sylva berharap kepada pihak Faperta, untuk menjaga dan merawat tanaman-tanaman tersebut yang sudah berganti kepengolaan secara tidak langsung, terrutama pada tanaman yang statusnya endemik, terancam punah dan kritis.
Penulis : Monica Ediesca
Editor : Maratushsholihah