mimbaruntan.com, Untan – Kamis, (18/1) Dominasi busana hitam legam membalut raga tepat pada 15.30 WIB, Aksi Kamisan kembali menggaung. Berkompetisi dengan kebisingan kendaraan yang berlalu lalang menapaki jalan basah setelah hujan mengguyur kota Pontianak. Genap tujuh belas tahun Aksi Kamisan, dilengkapi spanduk menjuntai bertuliskan “Orang Silih Berganti, Aksi Kamisan Tetap Berdiri”.
‘Panggung Ekspresi’ mempersembahkan orasi dan puisi, tak lupa bersahutan sorakan ‘Hidup korban! Lawan! Jangan diam!’ Hak Asasi Manusia (HAM) merata adanya pada setiap individu tanpa terkecuali begitupula perempuan dan anak.
Arni salah satu peserta Aksi Kamisan dari Gemawan berbicara mengenai bagaimana HAM perempuan dan anak di Kalimantan Barat terkhusus Pontianak. Ia menyampaikan parameter keamanan adalah keadilan gender, namun pertama-tama, Ia mengungkapkan tentang ruang aman dan nyaman bagi siapa yang membutuhkan.
“Kita ngeliat dari permasalahan-permasalahan yang ada bahkan hingga saat ini rumah pun yang menjadi rumah aman. Harusnya, karena itu tempat bersama keluarga justru ga aman begitukan? Jadi parameter aman itu prinsipku adalah sebuah keadilan biasanya aku menyebutnya dengan keadilan gender. Sesuai dengan siapa yang membutuhkan, jadi kalau misalnya membicarakan parameternya emang agak sulit tapi ruang aman itu adalah ruang yang nyaman bagi setiap orang gitu,“ paparnya.
Arni sempat menunjuk pada huruf yang tertancap di taman Digulis bertuliskan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTA) Ia mengatakan bahwa seharusnya taman yang diatur untuk penghijauan dipertanyakan apakah sudah aman bagi anak, serta pembangunan di kota Pontianak seharusnya melibatkan kontribusi perempuan dan anak agar publik memahami keberadaan dan HAM yang dimiliki mereka.
“Kalau kita melihat di Digulis ‘RPTRA’ justru sebenarnya ini sebuah taman yang diatur untuk penghijauan ini adalah ruang aman bagi anak tapi kita bisa lihat apakah sebenarnya ini aman buat anak? Apakah pembangunan kota Pontianak itu ramah terhadap anak? Mungkin gini lebih kepada ketika ngomongin parameter maka pertanyaannya adalah kontribusi keterlibatan kenapa itu kuncinya? Ketika membangun ini anak-anak dipertanyakan? Perempuan dipertanyakan? Nah itu sebenernya jadi kalau kata kuncinya parameternya apa keterlibatan, keterlibatan siapa? Keterlibatan perempuan dan anak dalam pembangunan tersebut, “ sambungnya.
Baca Juga: Maknai Perempuan dan Tangkal Kriminalisasi: Kolaborasi LPM Untan bersama LBH Kalbar
Menjelang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024, Arni mengatakan bahwa hingga detik ini para Pasangan Calon (Paslon) sama sekali tidak pernah serius dalam menanggapi kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.
“Paslon 1,2,3 tidak pernah serius sebenarnya yang aku lihat sampai ke debat capres ketiga, mungkin sedikit nge-spill kek (Paslon) 1 dan 3 di debat capres ketiga ngobrolin soal perempuan, tapi apakah itu sampai pada titik di mana itu dikaji secara menyeluruh? Kan tidak ya,“ ujar Arni saat diwawancarai.
“Persoalan Perempuan adalah Persoalan Bangsa” Arni mengutip pernyataan Sukarno, sebagai perempuan yang berorasi dalam aksi kali ini, Ia turut menyampaikan pesan kepada perempuan di seluruh Indonesia. Menjelaskan bahwa bentuk perjuangan tak hanya turun dalam aksi semata namun untuk hal-hal lainnya.
“Untuk perempuan di luar sana, sebenarnya mungkin bentuk-bentuk perjuangan perempuan pasti beda-beda ga hanya di Aksi Kamisan yang harus digulirkan,.. harapannya temen-temen harus punya perspektif keadilan gender,” tutur Arni penuh harap.
Tak hanya Arni, begitupun Agim yang merupakan peserta Aksi Kamisan dari Solidaritas Mahasiswa dan Pemuda Pengemban Amanat Rakyat (Solmadapar) turut berkomentar bagaimana ruang aman tentang perempuan dan anak. Ia menekankan bahwa lembaga seharusnya menyentuh semua elemen masyarakat termasuk perempuan. Perempuan seharusnya punya ruang aman untuk pengaduan.
“Ada lembaga di dalam kampus sebagai tempat peraduan untuk perempuan tapi sayangnya belum bergerak dengan masif, harapan kita untuk perempuan agar bisa terlindungi dan keamanannya terjamin,” ungkap Agim sore itu.
Agim mengungkapkan bahwa perundang-undangan yang ada di negara hanyalah sekedar omongan, tidak adanya pengawasan yang benar sebab tidak nampaknya pengayoman dan perlindungan kuat bagi perempuan dan anak. Dilansir dari website kekerasan.kemenpppa data terbaru yang diinput Januari 2024 terdapat 1.209 kasus kekerasan dengan 79.9% korban adalah perempuan.
“Berbicara tentang undang-undang selain perlindungan perempuan dan anak, hampir seluruh undang-undang di negara kita hanya omong-omong doang, negara sendiri tidak melakukan pengawasan yang benar tentang apakah undang-undang ini dijalankan dengan benar atau tidak, bagiku hari ini belum. karena memang tidak melihat tindakan dari pemerintah sendiri bagaimana mereka mengayomi dan melindungi anak, “ tegas Agim.
Baca Juga: Hari Ibu Indonesia: Citra Perempuan Merdeka
Ia juga mengungkapkan HAM dimana perempuan dapat turut mengambil bagian dalam aksi, sebab bersuara tak hanya tanggung jawab laki-laki. Kebebasan milik semua orang sesuai dengan perundang-undangan.
“Menurutku itu hal yang sangat bagus karena pada hari ini tanggung jawab bukan hanya laki-laki saja, karena perempuan memiliki kebebasan, kebebasan berserikat dan berkumpul sesuai dengan pasal 28E ayat 3 bahwasannya setiap manusia itu bebas berserikat dan berkumpul menyampainkan pendapat di muka umum, “ sambung Agim.
Akhir dari wawancara Agim menyampaikan harapannya terhadap pemimpin negara yang akan datang untuk mengedepankan tentang HAM, terutama HAM perlindungan perempuan dan anak harus diprioritaskan.
“Harapan saya sebagai rakyat untuk presiden kita nanti bisa mengedepankan tentang HAM, kita juga harus mengutamakan HAM perlindungan perempuan dan anak, bagi saya siapapun yang menang harus memprioritaskan mengenai keamanan perempuan, anak, dan HAM,“ harapnya.
Penulis: Mira Loviana
Editor : Fahrul Azmi
https://kekerasan.kemenpppa.go.id/ringkasan