mimbaruntan.com, Untan – Menjawab penanganan kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus, Kementerian Pemberdayaan Perempuan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Tanjungpura (Untan) meluncurkan “Pusat Bantuan Pelaporan Kasus Kekerasan Seksual” secara daring.
Pusat aduan yang diluncurkan pada Focus Group Discussion (FGD) bertemakan “Cegah Tindak Kejahatan Seksual dan Ciptakan Lingkungan Kampus yang Aman” merupakan suatu bentuk sikap BEM FISIP Untan dalam menyikapi hadirnya Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021, dengan memberikan wadah kepada mahasiswa dan mahasiswi Untan untuk berbagi cerita atas kekerasan seksual yang pernah mereka alami di lingkungan kampus.
Baca juga: KONTRA: Pentingnya Teman Sebaya Bagi Korban Kekerasan Seksual
Dewi Valentin, Menteri Pemberdayaan Perempuan BEM FISIP Untan mengatakan bahwa pusat aduan ini merupakan sebuah harapan dalam penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus tanpa harus malu dan takut untuk dihakimi karena kerahasiaan penyintas akan dirahasiakan.
“Fitur ini tidak bisa diakses oleh siapapun kecuali Kementerian Pemberdayaan Perempuan itu sendiri. Emailnya, dan data-datanya hanya diterima oleh kementerian pembederdayaan wanita itu tadi.” ungkapnya pada Sabtu, (10/12).
Dewi menjelaskan, dalam penyusunan Standar Operosional Prosedur (SOP), Kementerian Pemberdayaan Perempuan ini tersusun selama 2 bulan dengan mengadopsi dari BEM Universitas Indonesia (UI) dan BEM Universitas Gajah Mada (UGM).
“Pusat aduan ini sudah kita persiapkan sejak awal kita menyusun program kerja. Jadi persiapan untuk menyiapkan SOP-nya itu melibatkan beberapa pihak, termasuk LBH dan Akademisi FISIP Untan.” jelasnya.
Syarifah Ema Rahmaniah, Ketua Pusat Kajian Kepolisian Untan menanggapi bahwa BEM FISIP Untan membuat langkah yang bijak agar masyarakat kampus dapat menjalani proses perkuliahan dengan aman dan nyaman, juga sebagai peringatan kepada oknum pelaku kekerasan seksual di lingkungan kampus untuk segera menghentikan tindakannya.
“Dengan adanya pusat bantuan di kampus ini setidaknya menjadi sebuah early warning system kepada oknum-oknum yang bepotensi melakukan kekerasan seksual di kampus. Yang dalam hal ini setidaknya memberikan angin segar kepada kita semua, tidak hanya kepada mahasiswa, tetapi kepada kami juga akademisi,”
Untuk menyukseskan pusat bantuan ini, Ema menyarankan Kementerian Pemberdayaan Perempuamn untuk berkolaborasi dengan proyek kemanusiaan yang terdapat dalam nomenklatur Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Dengan begitu, ketika terdapat korban bisa melibatkan Lembaga Badan Hukum Asosiasi Perempuan untuk Keadilan (LBH APIK), psikolog ataupun civitas akademik untuk menjadi pendamping.
Ema berharap, agar kedepannya pihak Untan secepatnya dapat membentuk Satuan Tugas (Satgas) dalam penanganan dan pencegahan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi.
“Mudah-mudahan nanti juga dibarengi dengan dibentuknya Satgas di Untan” tegasnya.
Baca juga: Bagaimana Kampus Bertindak untuk Korban Pelecehan Seksual?
Adapun Tuti Suprihatin, Ketua LBH APIK Pontianak menjelaskan bahwa pihaknya dengan tegas akan memberikan dukungan, pendampingan, dan penegakan hukum apabila terdapat korban kekerasan seksual di lingkungan kampus yang memberikan laporan melalui pusat pengaduan tersebut.
“Dalam proses pelaporan, diperlukan adanya bukti fisik dan saksi yang menguatkan bahwa pelapor merupakan korban kekerasan seksual. Sehingga dalam proses penanganan kasus tersebut, Kementerian Pemberdayaan Perempuan bisa lebih leluasa dalam memberikan laporan kepada yang lebih berwenang untuk ditindak lanjuti,” tuturnya pada Sabtu, (10/12).
Terkait alur pelaporan kepada pusat bantuan secara daring, mahasiswa dan mahasiswa Untan bisa mengakses website BEM FISIP Untan dengan domain bem.fisip.untan.ac.id. Apabila membutuhkan pendampingan dan penanganan kasus kekerasan seksual, dapat langsung menghubungi email ataupun hotline yang tertera pada website tersebut. Namun apabila hanya ingin bercerita mengenai pengalaman menjadi korban kekerasan seksual, bisa dengan hanya mengisi form yang tertera pada fitur “berani bicara” kemudian menuju menu “pelaporan kasus kekerasan seksual secara daring”.
Penulis : Zulfikar Suardi
Editor : Putri Arum