mimbaruntan.com, Untan- Selasa (6/10), Ampera (Aliansi Mahasiswa untuk Amanat Penderitaan Rakyat Kalbar) adakan Konsolidasi Aksi Kepung Gedung DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Kalimantan Barat (Kalbar). Dua poin yang menjadi tuntutan adalah DPRD Kalbar memfasilitasi pertemuan dengan DPR RI (Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia) melalui ruang virtual dan menuntut Gubernur Kalbar menyatakan sikap penolakan terhadap Undang-undang Omnibuslaw Cipta Kerja. Kamis (8/10), Aksi Kepung Gedung DPRD Kalbar dilakukan. Tuntutan belum terpenuhi, aparat justru layangkan gas air mata.
Ampera yang terdiri dari 18 organisasi mahasiswa (Ormawa) dan OKP (Organisasi Kemasyarakatan Pemuda) Kalbar bergerak menuju Kantor DPRD Provinsi dengan berbekal tuntutan hasil konsolidasi Pada Kamis (8/10). Halaman Gedung DPRD pun dipadati oleh mahasiswa, pelajar, dan para buruh lengkap dengan atribut demo menolak kehadiran UU Cipta Kerja.
Pukul 09.00 WIB aksi massa mulai melakukan orasi dan meneriakkan yel-yel. Sebagian masyarakat yang hadir juga melakukan aksi bakar ban sebagai bentuk protes atas kekecewaan masyarakat akibat RUU Omnibuslaw yang terus dilanjutkan pembahasannya hingga menjadi UU.
Lihat juga — Karikatur : Omnibus Law Adalah jalan Ninjaku
Pimpinan DPRD sempat menemui aksi massa meminta dialog secara tertutup dengan perwakilan mahasiswa namun mahasiswa menolak. Koordinator lapangan Ampera, Ansarudin saat itu menegaskan untuk diadakannya dialog terbuka di lapangan bersama mahasiswa dan masyarakat yang ikut serta dalam aksi demo. Namun permintaan itu tidak dipenuhi.
Beberapa anggota dewan terlihat turun menemui aksi massa, akan tetapi tuntutan tidak juga terpenuhi. Di tengah berlangsungnya demonstrasi, aksi dorong dan saling serang antara aparat dan massa pun terjadi.
“Saya lihat ada anggota dewan diatas sana yang melakukan gerakan bersulang dengan cangkir kopi kearah massa sebelum kericuhan itu terjadi, saya kira itu yang membuat massa marah karena tidak dihargai dan tuntutan belum terpenuhi, anggota dewan itu seperti mengolok-olok, terlihat setelahnya beberapa mahasiswa mulai naik keatas lalu disusul massa lainnya,” ujar Bambang (nama samaran), salah satu masyarakat yang ikut dalam aksi saat ditemui di salah satu warung kopi di Jl. Sepakat 2 pada Jumat (9/9).
Pukul 12.00 WIB, suasana semakin ricuh. Aparat kepolisian melayangkan gas air mata. Perlawanan dari massa pun dilakukan dengan cara melempar aparat kepolisian.
“Setelah ada ricuh, saya mundur, saya lari saat polisi mulai mengejar. Saat polisi mengeluarkan gas air mata, terus mata saya perih juga, saya mual, saya mau muntah, terus saya nengok ada kakak-kakak mau pingsan, saya tarik kakak itu untuk ikut sama saya. Saya kesal karena yang kena ini bukan cuma yang menyerang polisi tapi orang yang tidak menyerang pun kena. Akhirnya saya lempar batu ke polisi,” jelas Bambang.
Alhasil banyak korban yang terluka dan harus dilarikan ke rumah sakit terdekat untuk segera mendapat penanganan medis.
Adit mahasiswa Universitas Tanjungpura yang menjadi salah satu korban mendapat luka parah dibagian kepalanya, keluarga Adit menolak untuk diwawancarai mengingat kondisi dia yang harus istirahat total.
Kericuhan mereda, aksi massa yang masih ada di halaman DPRD berkumpul untuk menutup kegiatan dengan berdoa.
“Sekitar pukul 3 sore, peserta yang masih ada di Gedung DPRD kumpul di tengah lapangan kembali untuk bernyanyi, merapatkan barisan, dan berdoa untuk kawan-kawan yang terkena luka-luka,” ujar Ardianus Ardi, salah satu perwakilan Ampera saat diwawancarai usai kejadian.
Reporter : Marlin
Penulis : Mara
Editor : Nia