mimbaruntan.com, Untan – Berlangsung dari Bulan Maret hingga di penghujung tahun ini, banyak sekali suka maupun duka yang dialami oleh mahasiswa yang memutuskan untuk pulang kampung selama perkuliahan daring berlangsung, terkhusus mahasiswa Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak.
Asep, satu diantara mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Untan membagikan ceritanya selama perkuliahan daring saat dirinya memilih untuk pulang kampung, tepatnya di Dusun Batang Antu, Kecamatan Ketungau Tengah, Kabupaten Sintang. Pada mulanya, Asep berfikir bahwa sepulangnya ia ke kampung bertujuan untuk menghemat biaya hidup dan ingin lebih dekat dengan orang tuanya. Atas keputusan tersebut, Asep mendapatkan kendala lainnya seperti kesulitan dalam mengakses perkuliahan daring.
“Di kampung ini ada beberapa titik yang ada signal-nya seperti di kebun karet dan di bukit-bukit. Pernah saat itu saya manjat pohon karet untuk membuka Siakad karena jaringan yang kurang memadai. Di sana itu jaringan agak susah karena jauh dari tower, kalau manjat pohon baru bisa 4G dan kadang pun harus pakai kunci jaringan agar lancar,” ungkapnya melalui pesan suara pada Selasa, (15/12)
Asep mengaku selama perkuliahan daring, ia seringkali terlambat mendapatkakn informasi seputar jadwal perkuliahan yang sering diganti oleh dosennya secara tiba-tiba.
“Karena kita ndak selalu stay Hp karena saya ke kebun kalau ada mata kuliah aja untuk dapat sinyal. Ada juga jadwal yang diganti jadi malam, jadi saya ke kebunnya malam-malam. Susahnya kalau lagi hujan, harus cari tempat berteduh dulu dan jalannya becek,” pungkasnya.
Lain halnya dengan Hendardy, mahasiswa Untan yang memutuskan untuk pulang kampung di Kecamatan Marau, Kabupaten Ketapang karena ingin berkerja membantu perekonomian keluarganya selama pandemi Covid-19. Ia bekerja sebagai supir truk yang mengangkut muatan sawit yang nantinya akan dikirimkan ke setiap estate di perusahaan.
“Kerjanya mulai jam 07.00 WIB bahkan sampai tengah malam. Tapi kalau dapat panggilan ya mau subuh atau malam, kita harus siap on the way dan ndak bisa nolak, kecuali dapat penggantinya” Ujarnya pada Kamis (17/12)
Hendardy menceritakan bahwa sesekali ia pernah tidak mengikuti Google Meeting dikarenakan sudah masuk kerja atau pun dosen yang mengganti jadwal kuliah secara mendadak. Oleh karena itu pada semester ganjil ini ia mengungkapkan bahwa banyak sekali ketertinggalan materi, terlebih ketika dosen mengganti jadwal mendadak.
“Saya kerja kan cuma dikasi waktu istirahat 3 jam aja, jadi waktu itu saya manfaatkan untuk baca materi kuliah atau tanya-tanya ke kawan kelas dari WhatsaApp Group” tuturnya
Pukul 00.47 WIB, Hendardy mengirimkakn sebuah foto melalui pesan WhatsApp kepada reporter Mimbar Untan.
“Saya masih bengkelin truk, benarin kabinnya. Habis ini saya mau langsung mengerjakan UAS, lumayan banyak sih ya karena udah numpuk. Tugasnya ada yang berupa word ada juga yang tulis tangan, karena saya ndak punya laptop jadinya minta tolong teman untuk merapikan jawaban saya di laptop mereka,” sambungnya.
Ia juga bercerita tentang niatannya untuk mengejar UAS agar lekas istirahat.
“Walau sambil kerja jangan sampai tugasnya kosong, nanti orang tua saya kecewa,” katanya.
Tidak jauh berbeda, Reza Pangestika, mahasiswa semester 5 di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) turut menceritakan kisahnya selama mengikuti pekuliahan daring. Lagi-lagi, jaringan menjadi permasalah utama baginya.
“Kadang kalau udah Gmeet tu bisa 10 kali keluar masuk, suara dosennya nyendat-nyendat jadi ga paham. Ujian juga ga boleh telat mengumpulkan karena bisa cuma dinilai 50% atau bahkan ndak diterima sama sekali. Maka dari itu lebih milih ngerjain apa adanya daripada ga sama sekali” tutup mahasiswa asal Mabak, Kabupaten Bengkayang ini.
Penulis: Ersa Dwiyana dan Monica Ediesca
Editor : Mara