mimbaruntan.com, Untan- Justitia Club adalah lembaga organisasi kemahasiswaan Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura (Untan) yang bergerak dibidang kajian, debat, dan karya tulis hukum. Servina Martini Simbolon selaku Ketua Justitia Club mengungkapkan penolakannya terhadap Revisi UU KPK dan Revisi UU KUHP.
Ia mengungkapkan bahwa Justitia Club sudah mengadakan Focus Group Discussion (FGD) untuk membahas mengenai Revisi UU KPK. Hasilnya adalah RUU KPK cenderung melemahkan independensi KPK. “Seperti kita tau bahwa DPR adalah Badan Legislatif yang menyumbang koruptor terbanyak. Jadi ada apa di balik revisi UU KPK ini, apakah DPR mau mencari keuntungannya sendiri atau ada permasalahan politis,” ungkapnya.
Baca juga: Massa Aksi Tuntaskan Reformasi Serbu Kantor DPRD Provinsi Kalbar
Menurutnya, seharusnya KPK tetap independen karena merupakan lembaga fatal untuk menangani korupsi yang tidak boleh diintervensi oleh pihak manapun. “Seharusnya KPK itu dasarnya adalah konstitusi bukan undang-undang lagi. Kalau UU ini kan bisa dikotak-katik lagi. Di Asia Tenggara ini satu-satunya lembaga anti korupsi itu hanya Indonesia yang menggunakan asas di bawah UU,” jelasnya.
Menyikapi RUU KPK yang telah disahkan, pihaknya mencoba melakukan pengkajian sembari menunggu hasil judicial review. “Sebuah UU apabila bertolak belakang implementasinya dengan kehidupan masyarakat bisa diajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Kami percaya Mahkamah Konstitusi bisa bersikap adil,” tanggapnya.
Ia juga mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap RUU KUHP yang mengandung pasal-pasal penuh kontrovesial. “Kami harap Pemerintah harus pantau lagi, coba dikaji ulang pasal-pasal lucu itu. Sebenarnya tujuan hukum kan menertibkan masyarakat, tapi disaat hukum itu seperti mempermainkan masyarakat itu kan jadi permasalahan di masyarakat itu sendiri,” ungkapnya.
Baca juga: Hadirnya Medis Jalanan Antisipasi Korban Luka di Gedung DPRD Kalbar
Pengawasan kinerja DPR dan Presiden bagi Servina harus menjadi penting sebab keduanya berperan penting dalam pengesahan peraturan perundang-undangan. Ia berharap kedepannya hukum yang diterapkan di Indonesia mencakup tiga aspek yakni asas keadilan, kemanfaatan, dan kepastian. “Seperti yang kita tau ada teori hukum progresif yang menyatakan bahwa hukum itu ada untuk masyarakat bukan masyarakat untuk hukum,” tutupnya.
Penulis : Sekar A.M.
Editor: Imam F K J