mimbaruntan.com, Untan – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kalbar, Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Universitas Tanjungpura, dan Koalisi Muda Kalbar menyelenggarakan kolase bersama, diskusi, dan deklarasi posko ruang sipil lawan kriminalisasi, di Kantor LBH Kalbar, Sabtu (9/12/2023). Tema yang diangkat adalah “Siapa Dukung Perempuan? (Refleksi dalam Konflik Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan dan Perjuangan Pemimpin Perempuan)”.
“Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (16 HAKTP), peringatan Hari Hak Asasi Manusia menyelenggarakan. Tema ini diambil karena sebagai bagian dari upaya menyambungkan isu toleransi dan isu perempuan, serta sebagai wadah konsolidasi lokal untuk memperjuangkan toleransi dan perlindungan terhadap Perempuan,” kata Ivan Wagner, Kepala LBH Kalbar.
Baca Juga: Gunting, Tempel, dan Ekspresikan Diri dengan Berkolase
Kegiatan dimulai siang hari dengan membuat kolase bersama. Sekitar 25 orang ikut serta membuat kolase di kanvas, yang berfokus tentang upaya memaknai perempuan. LPM Untan Universitas Tanjungpura menjadi inisiator dan dinamisator dalam kegiatan membuat kolase bersama ini. Para peserta berkolaborasi menggabungkan potongan-potongan gambar dan kata, yang menggambarkan tentang perempuan, kehidupan, dan berbagai tantangan bagi Perempuan. Kolase ini akan menjadi simbol perlawanan perempuan terhadap ketidakadilan, dan selanjutnya dipajang di Kantor LBH Kalbar, Jl. Dr Sutomo.
Kegiatan tak hanya berhenti sampai situ saja, selanjutnya diadakan diskusi publik yang menghadirkan tiga sosok pemimpin perempuan lintas generasi. Pembicara pertama, Suster Magdalena Paula, pengelola Rumah Belas Kasih.
“Kesetaraan perempuan bukanlah hendak menyamakan perempuan dengan laki-laki, namun membuat perempuan sederajat dengan laki-laki tetap dengan sisi keperempuanannya,” kata perempuan yang akrab disapa Suster Paula.
Pembicara kedua yaitu Vanessa Stephanie, Ketua LPM Untan. Vanessa sebagai sosok pemimpin perempuan di organisasi mahasiswa banyak menyampaikan tantangan dan stigma yang masih banyak dilekatkan kepada pemimpin perempuan. Dia berpendapat bahwa perempuan bisa menjadi pemimpin sama baiknya dengan laki-laki, karena itu penting untuk mendukung perempuan agar berani maju sebagai pemimpin.
“Beberapa waktu belakang, aku melihat bahwa ada perempuan-perempuan yang memimpin sama baiknya dengan laki-laki. Ketika ditanya apakah aku bisa, aku harus menjawab bisa karena aku harus mendukung dari perempuan itu sendiri,” tegas Vanessa penuh penekanan.
Pembicara terakhir ialah Dian Lestari dari LBH Kalbar. Dian membagikan pengalamannya dalam mengawal isu toleransi dan kebebasan beragama berkeyakinan, yang mana perempuan masih sering mendapat ketidakadilan. Dian juga bercerita tentang tantangan dalam kerja-kerja aktivisme.
“Ketakutan itu wajar terjadi, namun prinsip sadar risiko merupakan sandaran utama. Sehingga kita bisa mengendalikan ketakutan-ketakutan yang ada,” kata Dian.
Perempuan kerap dilekatkan dengan sisi emosionalnya, namun baginya perempuan dan laki-laki sama-sama memiliki sisi emosionalnya masing-masing.
“Boleh baper karena kita adalah manusia, tapi jangan baperan. Emosi harus disalurkan agar tidak tersumbat/mampet,” canda Dian menghangatkan suasana.
Puluhan peserta diskusi yang berlatar belakang dari beragam lembaga, organisasi, dan perseorangan, melontarkan pertanyaan, pernyataan, dan saling bertukar pengalaman. Diskusi diakhiri dengan penyerahan secara simbolis kolase hasil kerja kolaborasi, dari Suster Paula dan Vanessa ke Dian Lestari selaku perwakilan LBH Kalbar.
Baca Juga: Kawal Pemilu 2024, Cegah Konflik Jelang Pemilu
Setelah diskusi publik diakhiri, acara disambung dengan deklarasi oleh Ivan Wagner selaku Kepala LBH Kalbar. Dalam kesempatan ini, LBH Kalbar mendeklarasikan LBH Kalbar sebagai posko ruang sipil bagi korban kriminalisasi. Ivan menyampaikan refleksi, bahwa Pemilu yang lalu, terjadi penyempitan ruang sipil dan segregasi di masyarakat. Sementara itu, upaya masyarakat sipil dalam kerja-kerja advokasi dan pendampingan, seringkali bersikap kritis terhadap ketidakadilan. Dengan potensi penyempitan ruang sipil dan potensi segregasi sosial tersebut, LBH Kalbar memandang akan sangat mungkin terjadi kriminalisasi terhadap aktor gerakan sipil yang kritis. Oleh karena itu,
“LBH Kalbar dan dengan dukungan dari berbagai pihak perlu mengantisipasinya dengan menyiapkan posko ruang sipil untuk melawan kriminalisasi aktor gerakan sipil,” ujar Ivan.
Kegiatan hari ini akhirnya ditutup dengan makan bersama dan ramah tamah. Sekaligus syukuran kantor baru LBH Kalbar. “Harapannya kantor LBH Kalbar ini akan menjadi rumah dan ruang bersama, bagi aktor gerakan sipil dalam memperjuangkan keadilan,” pungkas Ivan.
Press Release LBH Kalbar bersama LPM Untan