Aku selalu ditinggalkan oleh kesan yang mendalam tiap kali menyelesaikan novel karya Tere Liye. Selalu ada yang dapat digarisbawahi tiap kali aku sampai pada akhir halaman buku-buku itu. Tentang Kamu, Pulang, dan Pergi adalah top 3 buku Tere Liye yang ampuh merubah mindset dalam hidupku. Kata orang, apa yang kita baca akan mempengaruhi cara pandang kita terhadap sesuatu. Ya, tapi itu tergantung bagaimana si penulis mampu mengemas ceritanya menjadi menarik untuk dikenang. Dan tergantung juga bagaimana pembaca mau mendalami makna di balik kemasan tulisan-tulisan itu.
Baca juga: Terlibatnya BEM FISIP Untan Dalam Kongres Nasional ILMISPI
Buatku, penulis yang sukses adalah mereka yang mampu mempengaruhi emosi pembaca lewat tulisannya. Buku apapun, terserah siapa penulisnya dan track record dalam hidupnya, selama tulisan itu hidup di hati pembaca, ia akan selalu terkenang dalam ingatan dan dalam sejarah. Itulah kenapa setiap kali mencintai sebuah tulisan, aku selalu ikut mencintai penulisnya. Barangkali dengan begitu, aku bisa belajar mengapresiasi sebuah karya beserta sosok di balik layar yang hebat nan keren itu.
Baca juga: Mengenal Majalah Pertama di Kalimantan Barat
Buku Pulang dan Pergi adalah dua novel yang beberapa waktu lalu saja kuselesaikan. Hanya selesai membacanya, tapi belum juga move on dari bagian ceritanya. Bujang Si Babi Hutan, Tauke Besar, Yuki, Kiko, Basyir, Salonga, Maria, Master Dragon, White, Guru Bushi, Parwez, Tuanku Imam, dan tokoh-tokoh penting lainnya yang telah membuatku seperti ikut terlibat dalam emosi ceritanya. Sungguh, sekalipun porsi pertarungannya lebih banyak dari romantismenya, justru disitulah sisi menarik novel ini.
Aku menemukan pelajaran berharga dalam dua buku ini. Tentang berdamai dengan diri sendiri, kesetiaan pada prinsip, perjalanan hidup, hingga proses kemana sesungguhnya definisi pulang dan pergi sejatinya kita jatuhkan. Perjalanan terjauh dan terberat dalam hidup ini rupanya bukan perjalanan antar benua, dari satu tempat ke tempat lainnya, melainkan perjalanan dari pikiran ke hati kita sendiri. Perjalanan untuk mempertanyakan, kemana sebetulnya kita hendak mengemudikan hidup? Apakah sekedar memperjuangkan kebahagiaan yang fana atau perjuangan kita adalah menjemput cita-cita sampai kepada tempat yang kekal menurutNya?
Baca juga: Kedua Sayap Garuda
Lewat buku Pulang, aku jadi belajar dari Bujang tentang bagaimana ia menjaga komitmen seumur hidupnya. Prinsip yang ia jaga, kesetiaan pada pesan Ibu, pada Tauke Besar, pada Keluarga Tong. Belajar bagaimana sebuah pengkhianatan bisa saja terjadi secara tak terduga oleh orang yang paling kita percaya. Adalah Basyir, yang menumpaskan dendamnya selama belasan tahun lamanya, yang pada hatinya hanya ada titik hitam penuh kebencian dengan Tauke sampai seolah-olah ia lupa bahwa segala akumulasi ilmu bela diri dan kehidupan primernya ditumpukan pada musuh terbesarnya itu. Aku belajar banyak dari setiap tokoh yang dihadirkan, tentang kejahatan shadow economy, juga tentang kebaikan Tuanku Imam. Dunia hitam dunia putih, semua adalah menyangkut pilihan hidup.
Dan aku percaya sekali, bahwa setiap orang akan menjadi baik pada timingnya masing-masing.
Baca juga: Pesan Mahasiswa Usai Forum Klarifikasi BEM Untan
Setelah selesai membaca buku Pulang, aku melanjutkan membaca buku Pergi yang merupakan sekuel dari novel Pulang. Kisah yang kembali membawa Bujang pada pertarungan selanjutnya. Memerkenalkanku pada Diego, Katrina, Maria, dan tokoh-tokoh baru dengan karakter yang berbeda.
“Aku tahu kehidupan Bapak rumit. Ambisinya. Kisah cintanya. Dia bukan orang yang sempurna, hidup nya dipenuhi kekecewaan. Aku tahu, lebih banyak luka dihati Bapakku dibanding di tubuhnya. Juga Mamakku, lebih banyak tangis di hati mamakku dibanding di matanya.”-
Pulang dan Pergi. Sebuah pembelajaran yang pada akhirnya mengubah mindsetku bahwa membaca novel action itu tidak selamanya menyeramkan. Tentang darah, pedang yang menghunus tajam, kematian, dan ah aku ngeri membayangkannya. Tetapi berkat novel Pulang dan Pergi, aku jadi suka kisah bergenre aksi. Rasanya lebih menantang, klimaks, dan tidak menye-menye tentunya. Buku yang merefleksikanku tentang arti penting sebuah prinsip. Sungguh yang bersetia pada prinsiplah yang nantinya akan mengundang kesetiaan-kesetiaan terbaik lainnya.
Baca juga: Isu Agraria Jadi Sorotan PPMI
“Dulu kamu bertanya tentang definisi pulang, dan kamu berhasil menemukannya, bahwa siapapun pasti akan pulang ke hakikat kehidupan. Kamu akhirnya pulang menjenguk pusara Bapak dan mamakmu, berdamai dengan masa lalu yang menyakitkan. Tapi lebih dari itu, ada pertanyaan penting berikutnya yang menunggu dijawab. Pergi. Sejatinya, ke mana kita akan pergi setelah tahu definisi pulang tersebut? Apa yang harus dilakukan? Berangkat ke mana? Bersama siapa? Apa ‘kendaraannya’? Dan kemana tujuannya? Apa sebenarnya tujuan hidup kita? Itulah persimpangan hidupmu, Bujang. Menemukan jawaban tersebut. ‘Kamu akan pergi ke mana’? Nak.”
Terimakasih untuk Tere Liye yang telah menuliskannya dengan sangat baik. Walaupun aku masih penasaran ending dari hidup Bujang seperti apa. Lalu apakah lantas Diego benar-benar melumpuhkan shadow econmy? Membunuh seluruh Keluarga yang terlibat dalam ekonomi pasar gelap, termaksud di dalamnya Keluarga Tong? Yasudahlah biar endingnya kuciptakan sendiri menurut versiku. Aku maunya, Bujang dan Diego saling melengkapi satu sama-lain, mereka hidup bahagia, lalu membawa Keluarga Tong ke jalan yang benar. Shadow economy memang haruslah punah, tetapi aku mau Keluarga Tong tetap ada, hanya dengan haluan yang berbeda. Keluarga Tong yang solid nan hebat itu.
Baca juga: 100 Hari Kerja, BEM Untan Dapatkan Kritik dan Saran
“Ketahuilah, Nak. Hidup ini tidak pernah tentang mengalahkan siapa pun. Hidup ini hanya tentang kedamaian di hatimu. Saat kau mampu berdamai, maka saat itulah kau telah memenangkan seluruh pertempuran.”
Ya, semua adalah tentang kedamaian di hatimu. Pada akhirnya dalam hidup, kita akan pulang dan pergi menurut cara kita masing-masing. Semoga kita menemukan cara melakukan perjalanan ke arah diri yang lebih baik bersama esensi dan kekuatan energi positif yang kita bangun secara perlahan. Ini cuma soal waktu. To be beautiful means to be yourself. You don’t need to be accepted by others. You need to accept yourself.
Selamat berdamai dengan diri sendiri. Selamat menemukan versi terbaik dalam hidupmu.
Penulis : Sekar A.M