mimbaruntan.com, Untan – Tiga Rancangan Undang-Undang mengenai Daerah Otonomi Baru menjadi UU terkait pemekaran wilayah di Provinsi Papua telah disahkan oleh DPR pada putusan rapat Paripurna Masa Persidangan V Tahun Sidang 2021-2022 pada Kamis (30/6/2022). Ketiga DOB itu yakni Papua Selatan, Papua Tengah dan Papua Pegunungan yang ditujukan untuk mengupayakan percepatan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Papua.
Keputusan ini tentu menuai Pro dan Kontra di berbagai pihak terutama pada masyarakat Papua sendiri. Tak sedikit kritikan bahkan aksi unjuk rasa dilakukan sebagai bentuk penolakan sah nya UU DOB tersebut.
Jika menelisik lebih dalam lagi terkait keputusan pemekaran wilayah di Provinsi Papua, terdapat niat baik yang mejadi tujuan pemerintah dalam mengesahkan RUU DOB ini. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 pembentukan DOB atau pemekaran daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui percepatan pelayanan kepada masyarakat, percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi, percepatan pertumbuhan pembangunan ekonomi daerah, percepatan pengelolaan potensi daerah kemudian peningkatan keamanan dan ketertiban dan yang terakhir meningkatkan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.
Emanuel Gobay selaku Direktur Lembaga Badan Hukum (LBH) Papua, menyampaikan ketidaksetujuannya terkait sah nya RUU DOB ini.
“Kebijakan DOB untuk 3 wilayah di Papua belum ada kebijakan yang sah, karena pertama belum terdaftar di lembaran negara kemudian yang kedua kebijakan itu sampai sekarang belum memiliki nomor Undang-Undang nya,” sampainya pada Diskusi yang diselenggarakan oleh Fodaru yang bertajuk UU Daerah Otonomi Baru, Papua Sayang Papua Malang (17/7/2022).
Menjelaskan kondisi terbaru yang ada di lapangan, Emanuel Gobay sempat menyinggung permasalahan adanya dugaan gratifikasi yang dilakukan oleh Bupati Kabupaten Merauke pada pidatonya beberapa waktu lalu terkait rumusan UU Otonomi Khusus dan Otonomi baru.
Dengan lahirnya UU DOB ini Emanuel Gobay menyebutkan bahwa akan terjadi kondisi dimana kekacauan akan timbul termasuk kondisi yang akan mengarah kepada konflik sosial dalam konteks perebutan Ibukota Provinsi seperti yang terjadi pada Nabire dan Timika.
Kemudian, dari segi kebijakan publik, Achmad Nur Hidayat, Pakar Kebijakan Publik membeberkan fakta bahwa Indonesia saat ini mengalami penurunan demokrasi dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh kebebasan berpendapat yang mulai dikriminalisasi dan proses pembentukan UU oleh policymakers semakin jauh dari partisipasi Publik.
“Ada catatan dari saya mengenai tiga UU DOB ini, pertama tidak terpenuhinya partisipasi publik. UU ini dilakukan secara cepat tanpa memberikan kesempatan bagi masyarakat menyampaikan pendapatnya, kedua DPR megesahkan tiga UU DOB di Papua dan ketiga DOB ini dibentuk menyusul pengesahan revisi UU Otonomi Khusus Papua dan keinginan untuk melakukan politik kesejahteraan di Papua,” jelasnya.
“Kesejahteraan inilah alat penting untuk mempercepat atau yang perlu dilakukan oleh DPR selanjutnya adalah perlunya RUU masyarakat adat, jangan sampai representasi masyarakat adat Papua ini ditinggalkan dalam konteks keistimewaan Papua,” tambahnya.
Menjawab keresahan Emanuel Gobay, Presiden Joko Widodo akhirnya resmi meneken undang-undang (UU) tentang pembentukan tiga provinsi baru di Papua pada tanggal 25 Juli 2022 kemarin.
Adapun tiga provinsi yang baru yang telah resmi dibentuk dalam UU diantaranya:
- UU Nomor 14 Tahun 2022 tentang Pembentukan Provinsi Papua Selatan dengan ibukota Kabupaten Merauke. Meliputi: Merauke,Mappi,Asmat, dan Boven Digoel
- UU Nomor 15 Tahun 2022 tentang Pembentukan UU Nomor 16 Tahun 2022 tentang Pembentukan Provinsi Papua Tengah dengan ibukota Kabupaten Nabire. Meliputi: Nabire, Intan, Jaya, Dogiyai, Paniai, Deiyai, Mimika, Puncak Jaya, Puncak
- UU Nomor 16 Tahun 2022 tentang Pembentukan Provinsi Papua Pegunungan degan ibukota Kabupaten Jayawijaya. Meliputi: Jayawijaya, Mamberamo Tengah, Yalimo, Tolikara, Lanny Jaya, Yahukimo, Nduga, Pegunungan Bintang.
Mengutip dari ajnn.net berikut pertimbangan ketiga UU yang telah resmi disahkan bahwa pemekaran wilayah di Provinsi Papua perlu memperhatikan aspirasi masyarakat Papua.
“Pemekaran wilayah di Provinsi Papua perlu memperhatikan aspirasi masyarakat Papua.untuk mempercepat pemerataan pembangunan, peningkatan pelayanan publik, dan kesejahteraan masyarakat serta mengangkat harkat dan martabat orang asli Papua, khususnya di Kabupaten Merauke, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Mappi, dan Kabupaten Asmat,” demikian bunyinya seperti dilansir detik, Jumat (29/7/2022).
Usai disahkannya tiga provinsi baru di Papua sudah pasti aka nada dampak yang muncul seperti yang disampaikan Anggota Komisi II DPR Rifqinizami Karsayuda bahwa setelah pembentukan ini akan berdampak pada direvisinya UU Pemilu karena pemekaran Papua ini berdampak pada penyelenggaraan Pemilu 2024 di daerah tersebut.
“Kami akan membicarakannya pada masa sidang yang akan datang dengan pemerintah dan penyelenggara pemilu,” kata Rifqinizami yang dikutip dari liputan6.com, Minggu (3/7/2022)
Bagaimana dengan mereka yang masih saat ini memegang teguh untuk menolak adanya pengesahan UU tersebut, bagi beberapa masyarakat papua dengan iming-iming mensejahterakan rakyat Papua, DOB ini dianggap hanya menimbulkan persoalan baru di kemudian hari melihat kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah ini diberlakukan secara sepihak.
“Setiap rencana, bahkan kebijakan yang dilakukan secara paksa, maka akan menimbulkan persoalan baru di kemudian hari apalagi ini kebijakannya secara sepihak. Apalagi kami melihat dari kacamata media banyak masyarakat papua terutama mahasiswa menolak lebih banyak daripada mereka yang setuju karena mereka kebanyakan dirayu dan diundang oleh elit itu sendiri dan melakukan deklarasi,” ucap Benus Murib Ketua Himapa Kalbar (17/7/2022).
Terlepas dari Pro maupun kontra yang telah terjadi Emanuel Gobay, Benus Murib dan mungkin beberapa pihak yang merasa dirugikan dengan kebijakan DOB ini mengharapkan agar setelah ini pemerintah mampu membuka diri kepada masyarakat untuk menerima pendapat mereka agar selanjutnya tidak ada kebijakan yang dianggap disahkan secara paksa di kemudian harinya.
“Mari kita kawal persoalan papua dengan rasional agar kita bisa memberikan sumbangsi yang berarti dan membebaskan persoalan papua baik secara ekonomi,sosial dan politik. Agar kami bisa dipuji di panggung internasional,” tutup Emanuel pada kesempatannya.
Penulis : Hilda
Editor : Monica