mimbrauntan.com, Untan—Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Kalimantan Barat mengadakan forum yang dihadiri para jurnalis dan partisipan lokal disekretariatan mereka jalan Daya Nasional, guna menginformasikan konflik yang terjadi dikawasan Kalimantan khususnya mengenai lingkungan hidup (7/9). Kegiatan perusahaan perkebunan sawit dan pertambangan yang dalam perjalanannya banyak berdampak negatif terhadap lingkungan sekitar dan juga beberapa pelanggaran terhadap hukum paling banyak diperbincangkan.
Menurut data dari koalisi masyarakat sipil Kalimantan untuk Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GN-PSDA) di pulau Kalimantan, luas kalimantan seluas 53.544.820 hektar dengan total kawasan hutan seluas 39.207.860 hektar, telah dikuasai perusahaan sawit dan tambang mencapai 47.731.226 Hektar atau 88,9 Persen dari luas Pulau Kalimantan.Dengan cakupan wilayah yang begitu luas digenggaman pihak perusahaan, disinyalir menjadi pemicu rentannya korupsi perizinan, tidak optimalnya alokasi sumber daya alam hutan bagi masyarakat, lemahnya pengawasan yang merugikan pemasukan Negara dan konflik lainnya seputar wilayah dan konflik sosial.
Bahkan, Fathur Roziqin selaku Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Timur menegaskan “Ada juga perusahaan yang masuk dan jelas-jelas melakukan pelanggaran hukum namun belum dicabut padahal ini menjadi tahapan awal dalam penegakan hukum untuk membuat efek jera terhadap perusahaan lain yang melakukan pelanggaran hukum,” ujarnya. Ia mengungkapkan ,lemahnya ketegasan pihak berwenang bisa membuat pihak yang memonopli keuntungan ini berjalan santai seakan-akan mereka dilindungi oleh hukum. “Rakyat yang seharusnya mendapatkan keuntungan malah menjadi tumbal bahkan dikriminalisasi,” tuturnya.
Dwitho Fraset Andy, Direktur Eksekutif Walhi wilayah Kalimantan Selatan juga menjabarkan terkait konflik tumpang tindih yang terjadi, khususnya di wilayah Kalimantan Selatan. “Data terbaru yang kami dapat hampir 100 perusahaan yang beroperasi dalam kegiatan usaha ada dikawasan konservasi hutan lindung, sampai saat ini kami tidak melihat proses penegakan hukum”. Ia menilai, penegakan hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya untuk menyelesaikan konflik yang terjadi. “Di Kalimantan Selatan selama 2 tahun belakangan ada sekitar 26 konflik agraria, mau itu dari perkebunan sawit maupun pertambangan dan itu sedikit sekali yang bisa diselesaikan secara konkret oleh pemerintah,” tambah Dwitho.
Berdasarkan forum dan beberapa penelitian lapangan yang sudah dikumpulkan oleh Koalisi Masyarakat Sipil GN-PSDA mendesak KPK, kementerian berwenang dan Pemda agar bersikap tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pihak perusahaan maupun pihak berkepentingan yang bekerja dibalik layar. Anton Widjaya yang menjabat sebagai Direktur Eksekutif Walhi angkat bicara. “Ini adalah langkah positif untuk memulai. Harapan kami cukup tinggi. Kami optimis, kami siap menjadi bagian masyarakat sipil mengawal proses dan rencana aksi yang akan dihasilkan,” ungkapnya.
Penulis: Wirza Rachman
Editor : Septi DS