Sebagai respon terhadap presidensi Indonesia dalam forum G20, seminar praktikum 1 program studi Ilmu Hubungan Internasional yang beberapa tahun sebelumnya dilaksanakan secara daring berupa Webinar, akhirnya di tahun 2022 ini dilaksanakan secara luring di Aula Magister Hukum Universitas Tanjungpura. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Universitas Tanjungpura dalam kata sambutannya pada Sabtu (26/10).
Seminar yang bertajuk “Indonesia’s Response to the G20 Challenge in Dealing with Climate Change due to Global Warming” ini dibuka oleh Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura. Tema tersebut diangkat mengingat perubahan iklim akibat pemanasan global merupakan satu diantara berbagai isu yang berkaitan dengan lingkungan dan menjadi bahan pembahasan dalam forum G20 sejak tahun 2018 dalam working group Climate Sustainability Working Group (CSWG) pada saat presidensi Argentina.
Pemateri yang hadir untuk memberikan paparan materi pada seminar tersebut adalah Nouval Omar Batistuta (President of Society Renewable Energy Universitas Tanjungpura, Dr. Farah Diba, S.Hut, M.Si (Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura), dan Mohammad Reza (Knowledge Management & Communication Manager Gemawan). Focus Discussion Group (FGD) menjadi bentuk penyampaian materi yang diterapkan pada seminar tersebut, dimana jalannya seminar dipandu langsung oleh pak Akhmad Rifky Setya Anugrah S.IP., M.Sc (Dosen FISIP Untan) selaku moderator acara.
Saat sesi pembahasan, terdapat beberapa poin. Salah satunya terkait perubahan iklim, yang mana hal tersebut kini dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat, isu terhadap lingkungan pun harus mulai diperhatikan. Keadaan ketika panas matahari terjebak di atmosfer bumi menyebabkan suhu bumi menjadi hangat. Pada dasarnya penggunaan rumah kaca tidak selalu bermakna buruk, namun efek rumah kaca pada saat ini sudah melampaui batas maksimum. Selain itu, penggunaan kendaraan yang menggunakan BBM menghasilkan emisi CO2. Saat ini terdapat 150.786.747 unit kendaraan di Indonesia yang menggunakan BBM. Angka ini hanya berdasarkan kepemilikan kendaraan di Indonesia, bagaimana jika seluruh negara di dunia yang masyarakatnya memiliki kendaraan dan memakai BBM? Tentu saja polusi udara yang dihasilkan akan jauh lebih besar.
Aktivitas industri pun menjadi salah satu faktor terjadinya pemanasan global karena karbon yang dihasilkan mampu menghambat pantulan dari cahaya matahari. Disisi lain terjadi penebangan dan pembakaran hutan di Indonesia demi kepentingan pribadi yang mana diharapkan pohon tersebut dapat menjadi penangkal CO2. Penggunaan alat elektronik seperti AC dan kulkas juga menimbulkan dampak yang tidak baik bagi lingkungan dikarenakan alat ini mengandung gas Chloro Fluoro Carbon (CFC) yang dapat merusak lapisan ozon bumi.
Pemerintah terus berupaya dalam mengatasi krisis iklim dengan mengurangi emisi gas rumah kaca seperti melalui Nationally Determined Contribution (NDC) maupun komitmen terhadap perubahan iklim pada KTT Perubahan Iklim atau COP26. Dari hasil perundingan G20, terdapat kesepakatan untuk merasionalisasi hingga menghapuskan subsidi energi fosil demi memperkuat pasokan energi dan keamanan energi untuk mengurangi dampak perubahan iklim global.
Adapun persiapan seminar ini memakan waktu sekitar tiga pekan. Seminar ini dihadiri oleh berbagai kalangan, walau didominasi oleh mahasiswa prodi Kehutanan dan prodi Hubungan Internasional Untan. Salah satu peserta yang hadir ada dari seorang alumni Fakultas Kehutanan, Rosalia Media Astrida. Menurutnya isu yang diangkat adalah masalah yang penting dan perlu dikaji.
“Masalah lingkungan adalah aspek penting yang perlu dikaji terutama zaman sekarang ini dimana isu globalisasi semakin merajalela, karena lingkungan adalah tempat kita hidup dan bernaung,” tutur Rosalia.
Selain itu, terdapat partisipan dari luar Untan. Nicolas Putra Liandi merupakan mahasiswa semester lima dari Politeknik Tonggak Equator dengan jurusan English for Business and Professional Communication. Ia mengaku mengetahui informasi mengenai kegiatan seminar dari salah satu kawannya yang menjadi panitia. Nicolas sempat memberikan tanggapan dan masukannya terkait kegiatan seminar tersebut saat diwawancarai pasca kegiatan.
“Lancar atau tidaknya sebuah talk show itu bergantung kepada kecakapan moderator. Selain itu saya juga merasa agak sedikit kurang pada bagian QnA (Tanya-Jawab). Alasan pertama adalah durasinya yang pendek, acara talkshow menurut saya itu bagian serunya adalah sesi QnA. Selain itu, alangkah baiknya jika saat satu penanya, langsung segera dijawab. Karena menurut saya cara ini akan dapat memancing alur pembahasan yang lebih dalam lagi antara penanya dan penjawab. Jika ditampung semua dan di jawab sekaligus, saya rasa pemateri juga bingung mau fokus ke yang mana. Karena isi materinya kan “daging” Semua nih, agak sayang jika tidak di nikmati sampai habis, kan?” ujar Nicolas
Terakhir, Rosalia menyampaikan harapannya terkait isu perubahan iklim yang menjadi topik seminar.
“Semoga manusia semakin sadar dan peduli terhadap lingkungan sehingga bumi dapat lestari. Perubahan iklim tidak mungkin dapat ditangani dalam jangka waktu pendek namun jika dalam jangka waktu panjang dan konsisten seperti kesadaran dalam pribadi manusia terhadap alam lingkungan maka masalah global warming ini mungkin dapat ditangani,” ujarnya.
Penulis: Panitia Seminar Indonesia’s Response to the G20 Challenge in Dealing with Climate Change due to Global Warming