mimbaruntan.com, Untan- Bambu merupakan salah satu hasil alam yang sudah sangat sering dijadikan berbagai perabotan atau alat keperluan rumah tangga lain. Di dusun Saga, desa Sungai Enau, Kecamatan Kuala Mandor B, Kubu Raya, terdapat satu komunitas UMKM yang menjadikan bambu sebagai material utama untuk membuat perabotan rumah tangga itu.
Kegiatan ini diinisiasi oleh seorang pemuda bernama Maryadi yang dulunya pernah mengikuti workshop dan pelatihan kewirausahaan di kota Tasikmalaya, Jawa Barat. Kegiatan tersebut sebagai salah satu bentuk upaya pemerintah melalui Kementerian Perindustrian untuk menumbuhkan kesadaran dan keberanian dalam berwirausaha. Berangkat dari hal tersebut, Maryadi mencoba untuk bisa mengembangkan ilmunya di desa kelahirannya dengan membentuk suatu UMKM yang di sebut Home Industry Furniture (HIF). Untuk menghabiskan hari, Maryadi dan warga sekitar membuat perabotan-perabotan itu di tempat yang juga di dirikan dengan material utamanya bambu yaitu Saung DSE, dengan kata lain Tempat Diskusi Sahabat Edukatif.
Baca juga: Permintaan Tinggi, Harga Masker di Pontianak Melonjak
Masek adalah salah seorang warga yang biasa membantu Maryadi. Ia sebagai penoreh karet hingga suatu ketika harga karet menurun dan akhirnya ia memutuskan untuk menambah sumber pendapatan dengan bergabung dalam HIF. Ia justru menilai hal seperti ini lebih baik dilakukan ketimbang tidak melakukan apa-apa demi keluarga.
Heri, juga merupakan seorang kepala rumah tangga yang sama seperti Masek. Hidupnya bergantung pada getah karet dan bertani. Setiap pagi ia biasanya ke kebun karetnya untuk mengambil getah karet, kemudian dilanjutkan dengan pergi ke lahan tempat biasanya padi ditanam. Sebagai sumber mata pencaharian, hasil tani terbilang mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup Heri dan keluarga. Namun, ia juga memilih untuk bisa bergabung dengan HIF dan belajar bagaimana cara mengolah bambu menjadi suatu kerajinan seperti gelas dan lainnya.”Kita juga belajar, kan buat keluarga kenapa tidak. Awalnya juga belajar kerajinan bambu ya susah, cuma kalau benar-benar dilakukan ya bisalah menghasilkan sesuatu,” tukas Heri.
Bambu Menjadi Jalan yang Baru
Ada alasan tersendiri mengapa bambu dipilih oleh Maryadi sebagai bahan olahan kerajinan. Menurutnya, bambu dipilih karena mampu bertahan untuk waktu yang lama. Bambu memiliki keawetan alami ketika dalam kondisi kering serta pengolahannya yang tidak sesulit mengolah kayu. Ukurannya juga sesuai untuk standar suatu kerajinan kecil hingga sedang. “Biasanya, kami membuat produk berupa gelas, spatula, ataupun asbak rokok. Tapi, kami coba kembangkan lagi agar bisa lebih banyak hasil yang beragam, seperti membuat talenan,” kata Maryadi.
Hasil alam tersebut mereka peroleh dari tepian sungai Enau, sungai yang membatasi Kabupaten Landak dan Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Biasanya, bambu yang diambil merupakan bambu yang sudah tua dan menguning, atau bambu dengan ukuran yang tidak begitu besar tetapi kuat.
Baca juga: Kompleksitas Kehidupan Masyarakat Saat ini Dalam Film Shoplifters (Review)
Sebelum benar-benar diolah, biasanya bambu akan di jemur. Penjemuran dilakukan saat matahari benar-benar memiliki intensitas penyinaran yang cukup dengan lama penjemuran berkisar 2-3 hari bergantung keadaan hari juga. Jika hari berawan atau hujan, biasanya bambu akan diasapi dengan rentang waktu 3-5 hari, tergantung ketebalan bambu. Pengasapan berfungsi untuk mengurangi kadar air dalam bambu, Jika sudah kering, miang bambu akan dihilangkan dengan cara diamplas, kemudian dibagi menjadi beberapa bagian sesuai keperluan.
Diperlukan teknik, peralatan khusus, dan kesabaran untuk mengerjakan suatu produk. Alat-alat serta bahan yang pasti digunakan yaitu cat pernis; gergaji kecil dan besar; bor listrik; amplas dengan tiga tipe permukaan yaitu halus, kasar, dan sangat kasar; kuas; pensil; penggaris; dan penghalus listrik. Maryadi mengajarkan bagaimana teknik pengerjaan yang bisa dilakukan warga dengan peralatan yang ada untuk menghasilkan produk. Kesabaran juga diperlukan, mengingat membuat sebuah kerajinan perlu waktu dan usaha yang ekstra teliti. Jika sembarangan, tentu akan kesulitan dan hasilnya tak memuaskan.
Penulis : Marsianus
Editor : Riski Ramadani