Tak dapat dipungkiri, kehidupan urban dengan segala kesibukannya membentuk budaya individualisme. Orang tua sibuk mencari materi sebagai tiket untuk masuk wahana permainan roller coaster kesenangan duniawi.
Lagu Anak Jalanan dari Sandhy Sandoro adalah salah satu bentuk kegelisahan dari kehidupan kaum urban. Dimana orang tua sibuk mengejar materi dan menomorduakan kasih sayang kepada anaknya.
Masalah lain juga terbentuk. Kesibukan mencari materi membuat interaksi dengan lingkungan berkurang. Langsung kepada dampak yang paling nyata, budaya gotong royong pun runtuh. Kalau di desa, setiap ada hajatan orang pasti bahu membahu membantu. Baik dalam segi materil, moril, maupun tenaga. Ini mulai tergerus di kota. Segala tetek bengek hajatan, seperti pernikahan contohnya, tinggal diserahkan ke weeding organizer.
Baca Juga: REKTOR KAMEK, BAPAK BANGSA
Soekarno pada 1 Juni 1945 dalam sidang Dikuritsu Junbi Cosakai membacakan hasil penggaliannya terhadap kepribadian bangsa, yang akan dijadikan sebagai dasar negara. Tak perlu belajar di Fakultas Hukum Universitas Mahal untuk mengetahui bahwa dalam Pancasila sangat kentara akan nilai gotong royong. Cukup dengan belajar PKN atau cari saja di Google tentang Ekaprasetia Pancakarsa.
Sungguh miris saat budaya gotong royong yang merupakan jati diri bangsa semakin terdegradasi oleh budaya individualisme. Kita patut masygul dengan keadaan ini. Bisa jadi ini ulah antek asing yang iri dengan budaya gotong royong kita, yang lebih dekat dengan ideologi sosialis-komunis dibanding kapitalis. Jelas ini meresahkan CIA.
Namun kita patut berbangga. Terhadap apa? Kepekaan dan kepedulian para politisi dalam membendung derasnya degradasi satu diantara kepribadian bangsa. Kasus Korupsi DPRD Malang merupakan salah satu bentuk jawaban kegelisahan dari terkikisnya budaya gotong royong.
Dari jumlah 45 orang yang mengisi kursi DPRD Malang, 41 diantaranya terjerat kasus korupsi dan sudah ditetapkan sebagai tersangka. Korupsi yang dilakukan secara berjamaah ini terkait suap persetujuan penetapan RAPBD-P Malang tahun 2015 lalu. Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan, seperti dikutip dari tempo.co, mengatakan bahwa oknum DPRD tersebut menerima 12,5 juta sampai 50 juta dari Walikota nonaktif Malang, Mochamad Anton.
Baca Juga: Mengembalikan Peran Media Di Tahun Politik
Untuk mahasiswa yang berkecimpung dalam organisasi pasti paham, bagaimana forum dalam rapat bisa dikatakan quorum. Ya, 50% + 1. Bagaimana kalau ruang sidang tempat mengambil keputusan hanya diisi 9% anggota. Jelas rapat tidak bisa dilaksanakan. Akibatnya, beberapa agenda DPRD Malang terbengkalai. Bahkan pelantikan Walikota Malang yang sudah direncanakan akan terlaksana 22 September, terancam batal. Pemerintahan Malang diambang kelumpuhan.
Korupsi berjamaah ini melampaui rekor sebelumnya yang dipegang oleh DPRD Sumatera Utara dengan 38 orang anggota periode 2014-2018 yang terjerat. Rekor dengan kasus yang bagai pinang dibelah kampak ini hanya dipegang selama 5 bulan. Dan DPRD Sumut harus legowo menyerahkan pencapaiannya kepada DPRD Malang.
Patutkah kita berbangga dengan semangat gotong royong dari para politisi kita tercinta. Oh ya, jelas. Pandanglah sesuatu secara holistik. Mereka adalah orang-orang yang menjunjung tinggi nilai gotong royong.
Dengan tulisan ini, saya berharap KPK, anggota DPR dan DPRD lain, dan kita semua sadar sadar. Mereka berniat baik, menggalakkan kembali gotong royong yang semakin hari semakin pudar ditengah kehidupan bangsa. Mereka sedang bergotong royong membudidayakan korupsi di Indonesia.
Penulis : Aris Munandar