mimbaruntan.com, Untan- Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2011, terdapat 1.845.963 ha atau 3,4% luas wilayah Kalimantan habitat atau penyebaran Tanaman Mengkuang (Pandanus artocarpus Griff). Tanaman Mengkuang merupakan tanaman pandan yang mudah ditanam, cepat tumbuh, berdaur pendek, tidak memerlukan perawatan khusus, dan tahan terhadap hama dan penyakit.
Di Kalimantan barat, Mengkuang dimanfaatkan setelah umurnya kurang lebih tiga tahun sebagai bahan baku produk kerajinan, daunnya dimanfaatkan untuk bahan baku pembuatan tikar lampit untuk menjemur hasil pertanian, keranjang dan topi (caping). Batang dari Mengkuang dimanfaatkan sebagai papan komposit dari partikel kasar batang dan perekat urea formadehida, dikonversi menjadi pulp kimia soda.
Mengkuang adalah satu dari hasil hutan non-kayu yang masih terus digunakan oleh masyarakat Kalimantan khususnya Kalimantan Barat yang tempat tumbuhnya berada di pinggiran sungai. Dalam rangka peningkatan nilai tambah Tanaman Mengkuang selain dimanfaatkan secara tradisional, maka perlu dilakukan upaya-upaya pemanfaatan lainnya.
Tanaman Mengkuang ternyata mengandung bahan berlignoselulosa yang dapat digunakan sebagai bahan baku bioethanol yang dapat dikembangkan menjadi energi terbarukan yang ramah lingkungan. Hikma Yanti, Dosen Fahutan Universitas Tanjungpura, menjelaskan bahwa dalam bahan berlignoselulosa, komponen kimia seperti lignin, selulosa dan hemiselulosa berhubungan sangat kompleks. Selulosa dan lignin dihubungkan oleh hemiselulosa. Di dalam mikrofibril, selulosa terbungkus oleh lignin. Untuk meningkatkan proses hidrolisis bahan berlignoselulosa menjadi gula, maka lignin dan sifat kristalinitas selulosa harus dikurangi. Keberadaan lignin akan menghabat proses penetrasi pereaksi. Untuk menghilangkan atau mengurangi kendala tersebut, ada beberapa cara yang bisa dilakukan antara lain dengan memberikan prapelakuan kimia, biologis, dan LHW (Liquid Hot Water).
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh perempuan asal Kalimantan Barat ini, menjelaskan bahwa praperlakuan biologis, LHW dan kombinasi biologis-LHW mampu mengubah karakteristik komponen kimia tanaman mengkuang. Prapelakuan biologis dengan waktu inkubasi selama 30 hari merupakan kondisi terpilih karena selektivitas delignifikasinya yang tinggi. Berdasarkan pada tingkat kehilangan berat lignin, hemiselulosa dan α (alpha) selulosa maka kondisi terpilih pada praperlakuan LHW adalah pada suhu 140, 160 dan 1800 C dengan lama pemanasan 30 menit. Praperlakuan biologis, LHW dan kombinasinya menyebabkan struktur matrik lignoselulosa menjadi terbuka, lunak serta terjadi pemisahan antar serat dan lebih terbukanya selulosa. Semakin tinggi suhu dan lamanya pemanasan LHW, derajat kerusakan serat yang terjadi cenderung semakin insentif karena hilangnya lignin yang berakibat pembesaran ukuran pori di permukaan serat, sehingga memberikan penetrasi enzim yang lebih baik pada selulosa. Kristalinitas cenderung meningkat dengan peningkatan suhu pada rentang 140 O C dan 160OC dan menurun pada suhu 1800C. hal ini disebabkan oleh hilangnya bagian amorf seperti lignin dan hemiselulosa dari serat permukaan selama praperlakuan.
Praperlakuan biologis-LHW mengakibatkan kerusakan, pengembangan, dan peningkatan porositas pada struktur dinding sel dari pulp mengkuang. Konsentrasi gula pereduksi sisa tertinggi diperoleh setelah praperlakuan biologis-LHW dibandingkan dengan perlakuan LHW-biologis. Konsentrasi gula pereduksi sisa sejalan dengan produktivitas etanol yang dihasilkan. Kombinasi praperlakuan yang menghasilkan kandungan tertinggi yaitu praperlakuan biologis-LHW pada suhu 180OC dengan lamanya pemanasan selama 30 hari menit.
Kombinasi praperlakuan biologis-LHW menghasilkan etanol yang lebih tinggi dibandingkan dengan praperlakuan LHW-Biologis. Hasil ini menjelaskan bahwa praperlakuan yang terbaik adalah kombinasi biologis-LHW,dan bagian tanaman mengkuang yang direkomendasikan sebagai bahan baku bioetanol adalah bagian batang. Dengan hasil penelitian ini, Hikma Yanti diganjar gelar Doktor oleh IPB University.
Beberapa jenis tanaman yang banyak dijumpai sebagai bahan baku produksi etanol/bioetanol antara lain; ubi jalar, ubi kayu, sorgum manis (cantel), jagung, molasse (tetes tebu – hasil samping produksi gula), sawit , dan aren (nira aren). Dengan ditemukannya mengkuang sebagai bahan baku bioethanol oleh Hikma Yanti, menambah daftar bahwa, sudah saatnya Indonesia untuk lebih serius mengembangkan energi terbarukan yang ramah lingkungan.
Kebijakan strategis dalam pengembangan produksi bioetanol di Indonesia sudah semestinya terkonsentrasi untuk memproduksi bioetanol guna memenuhi kebutuhan daerah setempat sehingga daerah tersebut dapat mulai mengurangi tingkat ketergantungan pasokan BBM nasional. Seterusnya daerah tersebut mempunyai peluang menjadi kontributor pasokan nasional bilamana produksi bioethanolnya mengalami surplus. Produksi pada tingkat lokal juga memberikan kontribusi bagi penyediaan lapangan kerja sekaligus sebagai sumber pendapatan asli daerah.
Jadi, peluang usaha bioethanol haruslah disikapi dengan memperhatikan potensi daerah dimana pelaku usahanya tinggal berdomisili. Pemilihan bahan-baku produksi bioethanol baiknya lebih disesuaikan dengan kekayaan Sumber Daya Alam daerah setempat dan untuk keberlanjutan bumi.
Penulis: Mahasiswa Prodi Magister Biologi Univ. Nasional dan Alumni Fahutan Untan
Editor: Nurul R.