Angin berhembus membuat dedaunan menari menyambut kedatangan reporter Mimbar Untan pada Minggu, (17/9) tepatnya kediaman Christian Mara yang berlokasi di Jalan Arteri Supadio, Desa Arang Limbung, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya. Sosok pria berambut pirang perlahan mendekat sembari memegang alat pengikis, ialah seniman yang berasal dari Dayak Jangkang telah mendunia karena kepawaian menghasilkan berbagai alat musik, tarian, Perisai Dayak, penangkal petir, dan Pantak .
Rumah Betang Modern itu disuguhi keindahan ukiran Dayak serta suasana yang asri dan damai menggambarkan kedekatan manusia dengan alam begitu kami datang. Saat menginjakkan kaki di ruang tamu yang terletak di lantai atas, hasil seni miliknya terpampang indah dan rapi mengikuti jenisnya. Setiap mata yang menatap, pasti berdecak kagum. Salah satu hasil karyanya ialah berupa patung dengan daya tarik tersendiri karena menyerupai alien. Pantak, begitulah kerap dikenal. Mari melihat bagaimana kisah dari karya Mara tersebut!
Baca Juga: Seni Perisai Dayak Keterhubungan Manusia, Alam dan Roh Sekitar
Patung itu memiliki rupa yang tidak lazim. Bukan tanpa alasan, Pantak melambangkan alam kita yang begitu luas dan menyimpan banyak sekali cerita. Banyak sekali nilai-nilai yang terkandung pada Pantak di antaranya nilai sejarah, ritual, seni, budaya, pengobatan serta kemanusiaan.
“Bentuknya terserah yang penting jangan rapi. Melambangkan kehidupan alam, alam itu tidak sempurna. Di mana orang ketemu Pantak, dia menyerupai alam disimpan di alam bebas juga, macam alien dia punya rupa,” tambah Mara.
Terdapat tujuh macam jenis kayu dalam membuat Pantak yang ada di kediamannya tersebut. Masing-masing jenis kayu itu pun mempunyai peranannya tersendiri. Mara hanya menjelaskan apa yang diketahuinya, oleh sebab itu Mara merasa dirinya harus belajar lagi mengenai peranan kayu pada setiap Pantak yang dimilikinya.
“Ada tujuh macam kayu untuk orang bikin pantak, makanya aku harus belajar juga. Kayu toka itu perannya sebagai penjaga, kayu belali perannya apa, kayu leban tadi perannya apa, akar bebadat perannya apa, ternyata setiap jenis kayu ada perannya masing-masing,” singkat Mara.
Asal Muasal Pantak Versi Dayak Jangkang, Christian Mara
Ikan Gabus yang terkenal sebagai predator itu menjadi awal mula dikenalnya Pantak. Seorang manusia hendak berburu tupai putih. Di saat yang bersamaan, sosok hantu pun mengincar tupai yang sama. Mereka membuat perjanjian jika anak mereka lahir, maka perjodohan akan dilakukan. Orang tua dari anak manusia tersebut membuat sebuah tanda di mana alat-alat pertanian yang dialiri ke sungai akan hanyut, gagallah perjodohan itu, jika benda itu mudik ( mengapung), diterimalah perjanjiannya. Alat pertanian itu mudik menjadi tanda bahwa mereka akan dinikahkan. Merenungi nasib sembari duduk di tepi sungai menerka-nerka mengapa anaknya harus menikah dengan sosok hantu. Melihat kemurungan itu, gabus datang dan membawa pesan.
“Kenapa tiap hari kamu di sini sedih terus, bikin jak Pantak,” ucap Mara sembari memperagakan seekor gabus kala itu.
Baca Juga: Kongsi-kongsi Montrado: Merekam Jejak Tionghoa Abad 19 di Kalimantan Barat
Kami duduk membentuk setengah lingkaran sembari mendengarkan ritual dan syarat apa saja yang dimiliki oleh Pantak ini. Ia menjelaskan jika ingin memiliki Pantak, harus berjumlah genap dan ada ritual-ritual tertentu yang konon katanya Pantak tersebut diberi makan.
“Syaratnya harus genap, dikasih makan. Tiap upacara umpannya digabung sama hati ayam, nasi, tapi sambil doa juga. percaya atau tidak, tergantung kepada kita yang bergantung. Ini bukan disembah, ini barang leluhur,” ucap Mara.
Selain menghasilkan Pantak ia juga memperjualbelikannya dengan berbagai pertimbangan syarat, namun kembali pada keyakinan setiap pembeli yang ingin memilikinya.
“Kalau orang mau beli, pesan dulu. sebenarnya ini nda saja jual. Waktu saya nggak ada, orang ngambil gratis tapi sebenarnya dia nda tau kalau ambil barang ini harus dua,” ungkapnya.
Kisah Pantak Mara Yang Bangkit
Krak kruk krak kruk
…….
Suara bergetar terdengar dari jauh, Mara bergegas keluar mendapati sosok orang tua hitam legam yang sedang berdiri di atas tempayan. Setelah hilang, kembalilah Pak Mara menuju ranjang namun badannya terasa berat seperti tertimpa oleh sesuatu.
“Celaka aku pikir Pantak ni!,” ujar Mara sambil mendorong sosok yang menimpanya itu. Ia membuat Pantak dengan menerapkan syarat yang telah ditentukan seperti tidak boleh ganjil dan perlunya makan, dari pengalamannya itu Mara dibuktikan bahwa Pantak benar nyatanya bisa bangkit.
Kisah tadi mengingatkan pada kisah yang terdapat di Jurnal Prosiding Mateandrau (2022), yang membahas unsur mistis pada novel karya Neno Christiandi Nelis, berikut kutipannya:
“Penciptaan kepercayaan tak hanya mengantarkan manusia pada sebab pertama atau dasar eksistensi manusia, melainkan sebagai jaminan eksistensinya. Aktivitas kepercayaan dianggap sebagai yang benar, suci, dan bermakna, serta menjadi pedoman berharga bagi yang memercayai dari lingkungan tempat tinggalnya.”
Penulis: Elvira dan Ifdal
Editor: Hilda