Sinar matahari mulai masuk ke dalam kamar Anya, lewat jendela yang kini sudah tersingkap tirainya. Samar-samar terdengar Anya bergumam tidak jelas seperti risih terhadap cahaya yang tepat di depan wajahnya, namun matanya masih terpejam.
“Selamat pagi,” ucap nenek bersamaan dengan kecupan di kening Anya.
“Pagi,” balasnya singkat dengan mata yang masih terpejam.
“Hari ini kamu masuk pagi kan? Ini sudah pukul tujuh sebaiknya kamu cepat siap-siap,” sahut nenek.
Mendengar sahutan nenek, ia pun langsung bangun dengan mata yang masih tetap terpejam kemudian melangkah menjauh dari kasur. Anya yang telah siap, langsung menuju halte bis. Kemudian sampai lah ia di kelas dan ternyata Risa sahabatnya telah duduk sambil melamun. Melihat itu, Anya pun langsung mendekati dan menariknya ke taman belakang. Setelah sampai dan duduk berhadapan, tak lama setelah itu Risa menangis sambil memeluk tubuh mungil sahabatnya. Reaksi Risa yang seperti itu spontan membuat Anya pun mengerti tentang apa yang telah terjadi.
“Aku capek Nya, aku gak kuat lagi,” ucapnya sambil menangis.
Mendengar keluhan sahabatnya Anya pun terdiam beberapa saat. Kemudian mencoba memberi motivasi kepada Risa.
“Gapapa kok, kamu pasti kuat. Ada masanya manusia itu diberi ujian yang sulit, dan di kemudian hari akan mendapatkan imbalan yang baik atas kesabarannya,” kata Anya menguatkan.
“Gimana kalau besok kita hangout bareng? kan udah lama banget kita gak jalan bareng,” timpal Anya lagi yang dibalas anggukan oleh Risa.
Pukul 10 adalah janji mereka di Sabtu pagi itu. Anya bergegas menuju Risa yang telah menunggunya di dalam mobil, hingga ia lupa akan ponsel yang masih tergeletak di depan meja riasnya. Mereka sangat bersenang-senang menghabiskan waktu dan menikmati hari bersama. Tak terasa waktu pun menunjukkan pukul 9 malam, Risa memutuskan untuk pulang duluan karena ia sekeluarga harus menjenguk pamannya yang sakit. Dengan berbalaskan senyum manis, Anya pun mengangguk sebagai tanda mengiyakan.
***
Selang 1 minggu kemudian, Anya tidak terlihat sama sekali bahkan pesan yang dikirim Risa lewat ponsel pun belum dibaca olehnya. Risa belum bisa mencoba untuk datang ke rumah Anya, karena ia sedang sibuk mengurus pamannya yang sakit. Kehilangan kabar dari seorang Anya belum pernah Risa sama sekali hingga membuatnya terus-menerus gelisah. Namun seketika, di pagi hari Minggu, terdengar ponsel miliknya berdering tanda panggilan masuk. Dengan malas tanpa melihat nama yang tertera di layar ponsel, ia pun mengangkatnya.
“Halo siapa ni?” ucapnya langsung.
“Ya Tuhan baru saja seminggu ku tinggal pergi, kamu udah lupa?” balas orang tersebut sambil tertawa.
Mendengar suara yang tidak asing baginya, Risa pun langsung melihat layar ponsel dan tertera nama “My hero” dengan cepat ia pun menjawab
“Gila kemana aja emang?” ucap Risa sambil menggosok matanya.
“Depan rumahmu,” balas Anya.
Dengan tidak sabar, Risa pun bangun dari kasur lalu berlari ke arah pintu rumah dan segera membukanya. Terlihat sosok yang ia rindukan dengan tampang nyengir tanpa bersalah. Sontak ia pun memeluk sambil memukul pundak gadis itu dengan mulut yang tak berhenti berceloteh. Risa baru sadar bahwa sahabatnya itu tidak sendirian. Tepat di belakang Anya, ada seorang lelaki dengan perawakan tinggi dan putih tertawa pelan melihat tingkahnya. Seketika itu Risa pun langsung kaku dan menarik badannya menjauh dari Anya, kemudian menatapnya seolah bertanya siapa geragan?. Namun Anya hanya mengangkat kedua bahunya tanda tidak tahu, tapi raut wajahnya mengatakan sebaliknya.
“Gak di suruh masuk ni kita?” tanya Anya.
“Eh, yaudah ayo silahkan masuk,” balas Risa lupa apa yang akan ia lakukan.
Setelah mereka duduk di ruang tamu, Risa pun undur diri untuk menyediakan makanan dan minuman. Tak lupa ia membawa bingkisan yang di bawa oleh Anya untuk dirinya. Sesampai di dapur yang Risa lakukan adalah membuka ponselnya lalu menuliskan pesan kepada Anya
Room chat
“Siapa tu? Cakep banget. Kenalin ke aku dong,” goda Risa.
“Sahabatku, Raka,” balas Anya.
“Y,” ketik Risa singkat.
Pesan singkat pun berakhir dengan balasan Risa.
Tak lama kemudian, Risa terlihat berjalan mendekati mereka yang sedang di ruang tamu dengan membawa makanan serta minuman. Suasana yang canggung pun menjadi cair, ketika Anya aktif mengobrol dengan mereka hingga mereka tertawa.
***
Ujian akhir semester pun usai. Anya dan Risa pun tidak lagi bertemu sampai semester selanjutnya, dikarenakan sibuk dengan urusan masing-masing.
Anya yang saat itu sedang mengemasi pakaiannya terkecoh dengan suara ponsel yang berbunyi, ia pun menggapai ponselnya.
“Halo kenapa ka?” tanya Anya.
“Kamu gak lupa kan hari ini hari apa?” balas Raka.
Anya terdiam dan memikirkan kalimat dari Raka. Ia lalu melihat ke arah kalender, tanggal pada hari itu dilingkari dan tertulis ‘kunjungan ibu Raka.’ Melihat itu, Anya pun menepuk jidatnya karena ia lupa bahwa hari ini adalah jadwalnya berkunjung.
“Astaga aku lupa. Oke aku akan siap dalam lima belas menit, jadi jemput aku sekarang ya,” katanya lalu memutuskan sambungan telepon secara tiba-tiba.
Setelah menjemput Anya mobil Raka pun melaju menuju pemakaman. Sesampainya mereka di sana Raka mengelus sebuah nisan, sementara Anya membersihkan rumput liar yang tumbuh di sekitarannya. Makam itu adalah milik ibunya Raka yang meninggal karena kecelakaan setelah menyelamatkan Raka. Anya dan Raka pertama kali bertemu di sebuah rumah sakit, dan semenjak saat itu pun mereka sering bertemu dan menghabiskan waktu bersama.
Raka kemudian bangkit diikuti dengan Anya dan mereka berlalu pergi menuju mobilnya. Tujuan selanjutnya adalah taman belakang rumah sakit, tempat pertama mereka berbicara. Sesampainya di sana, Raka hendak berbicara namun ditahan oleh Anya dengan pelukan.
“Bentar aja, biarin aku peluk kamu,” kata Anya dengan suara serak.
Setelah lima belas menit, Anya kembali berbicara.
“Jagain Risa ya,” katanya dengan suara berat kemudian pelukan itu lepas seiring perginya Anya meninggalkan Raka.
***
Empat tahun kemudian
Resepsi Raka dan Risa telah usai seminggu yang lalu, namun masih ada saja kiriman paket untuk mereka sebagai kado ucapan selamat atas pernikahan. Tak seperti biasanya kado tersebut datang dari sahabat mereka berdua yang telah lama menghilang. Sebenarnya Risa ingin membuang paket itu karena rasa bencinya terhadap Anya yang semakin membesar. Benci itu muncul saat Anya meninggalkannya tanpa alasan dan tanpa meninggalkan jejak setelah semester baru dimulai.
“Tak ada salahnya kita buka dulu, kalaupun tidak penting kita buang,” ucap Raka.
Mendengar itu, Risa pun luluh lalu mengikuti suaminya menuju ruang tamu untuk membuka kado tersebut. Setelah dibuka, alangkah terkejutnya mereka karena Anya mengirimkan satu kotak coklat pasta, album foto dan pesan singkat tertulis di secarik kertas, serta surat yang tertera di kemasan kotak pasta tersebut.
Sebelum memulai sebaiknya kalian sambil memakan coklat pasta yang aku kirim lalu tersenyumlah maka mood kalian akan kembali.
Mereka pun menuruti perintah itu, kemudian mulai membuka album foto lembar demi lembar. Terdapat banyak sekali foto Anya dan Risa, juga foto mereka sendiri yang diambil Anya dengan diam-diam. Di setiap belakan fotonya, ada kata-kata yang tertulis.
Meski kamu mengganggap aku tak memperhatikanmu dari jauh, kamu salah. Aku bahkan memperhatikanmu lebih dari siapapun.
Memang benar, dari foto itu menjelaskan bahwa Anya selalu ada untuk Risa dan Raka. Kemudian sampai di pertengahan halaman ada sebuah foto pernikahan mereka yang di edit, sehingga ada Anya di tengahnya sambil tersenyum lebar namun pucat.
Meskipun aku sangat jauh bahkan tidak terlihat, namun dengan teknologi canggih sekarang aku dapat terlihat di pernikahan kalian. Happy weeding kalian berdua!
Risa dan Raka tanpa sadar tertawa melihat editan sahabatnya, karena itu tampak buruk sekali. Di akhir album foto, terdapat satu foto Anya tersenyum dengan bibir yang pucat.
Tersenyumlah untukku sekarang, karena dengan melihat kalian menangis maka hatiku lebih terluka.
Selesai kalimat tersebut, Risa menangis sambil memeluk Raka. Selama ini ia hanya menyalahkan Anya atas kepergiannya, namun tidak pernah bertanya kenapa Anya pergi meninggalkannya. Ia tidak pernah tahu Anya sakit apa, tetapi selalu menyalahkan Anya karena sakit hatinya. Namun yang lebih menusuk, ternyata Anya berjuang sendiri tanpa siapapun yang peduli dengannya. Anya tidak pernah meminta balasan atas kepeduliannya terhadap Risa maupun Raka. Raka bahkan tak dapat berkata-kata karena apa yang sedang dipikirkan oleh istrinya, juga yang ia pikirkan. Bagaimana ia tega membiarkan Anya pergi tanpa dapat menahannya dan berkata untuk tidak pergi, namun justru membencinya. Mereka mencoba menenangkan diri, kemudian melanjutkannya dengan membaca surat.
Untuk Raka dan Risa
Hai Rak, hai Risa.
Gimana kabar kalian? Semoga selalu baik-baik saja agar kalian tetap bahagia.
Aku bahagia bertemu denganmu, Raka. Saat di rumah sakit, aku adalah salah satu pasien tetap di sana. Aku tau rasanya tiba-tiba kehilangan orang yang disayang secara mendadak. Karena aku juga pernah di tinggal oleh ayah kandungku untuk selama lamanya, setelah dia menyelamatkanku yang berusaha bunuh diri. Aku menderita HIV/AIDS, setelah diperkosa ayah tiriku. Saat itu aku merasa sangat hancur. Namun ketika aku akan mengakhiri hidup dengan tertabrak di tengah jalan, ayah ku mendorong tubuhku ke arah tepi kemudian membiarkan dirinya tewas di tempat. Aku sempat menyalahkan diri atas kematiannya dan mengurung diriku dalam penjara hampa. Namun aku berpikir, setidaknya biarkan sekali saja aku bahagia. Saat itulah aku bangkit dan bertemu dengan banyak orang baik termasuk kalian. Aku mencintaimu Raka, sejak pertama kali kita bertemu. Namun aku tak berhak memilikimu, karena aku tak memiliki hidup yang panjang.
Bicara tentang nenek, dia sudah meninggal saat aku tidak masuk kuliah selama satu minggu. Waktu itu, aku kembali terpuruk dan mengingatkanku kepada ayahku. Maaf, aku tidak pernah bercerita tentang apapun soal keluargaku kepadamu ataupun Risa. Aku tidak mau kalian menatapku dengan tatapan iba, aku tersenyum itu karena aku hanya mencoba membuatmu tetap bahagia di sampingku.
Maaf jika aku mencintai Raka dan sempat memelukmu waktu itu. Aku pergi bukan karena aku meninggalkan kalian, namun karena penyakitku bertambah parah dan harus di rawat di tempat yang memiliki fasilitas lengkap. Kebetulan sepupuku dokter di London, jadi aku pergi ke rumah sakitnya. Setiap hari aku meminum puluhan obat agar dapat bertahan.
Risa, seandainya aku di takdirkan kembali mengulang semuanya, aku tidak akan menyesal karena aku telah menemukan kebahagiaanku. Aku benar kan? Tentang ujian yang kamu hadapi akan mendapatkan hasil yang baik, jika kamu bersabar dan sekarang lah, Raka adalah buah dari hasil kesebaranmu. Terima kasih untuk semuanya dan terima kasih sudah menjadi sahabatku. Sayangi Raka seperti kamu menyayangiku yaa. Terima kasih juga Raka, untuk semua yang kamu lakukan untukku. Jaga Risa, karena ia adalah bagian dariku setelah dirimu.
Salam kecup dariku untuk kalian berdua
Anya
Raka dan Risa menatap surat itu dengan tangisan. Mereka tidak menyangka banyak hal yang harus Anya korbankan demi mereka. Sekarang mereka tau bahwa datangnya paket Anya bukan untuk membuat mereka menyesal atau menyalahkan diri sendiri, namun untuk memberikan semangat hidup, memberikan mereka kesempatan kedua untuk memeluk bahagia. Dari Anya, mereka belajar bukan tentang bagaimana memiliki rasa bahagia, namun tentang bagaimana proses menemukan bahagia.
Penulis: Nur Azmi