Sebelumnya saya ucapkan selamat kepada Bapak Nadiem Makarim atas terpilihnya bapak sebagai menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang baru, tentunya kami menaruh harapan besar kepada bapak untuk mencerahkan kehidupan bangsa melalui pendidikan, yang hari ini problematikanya tidak pernah benar-benar terselesaikan.
Berbicara soal pendidikan, saya selalu ingat apa yang diwariskan oleh Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara, “Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani” kalimat ini memiliki makna yang sangat dalam, bagaimana seharusnya orang Indonesia belajar. Sayangnya, kadang-kadang kita melupakan dan tidak memahaminya dengan baik kalimat tersebut. Bapak Pendidikan Indonesia sekaligus Menteri Pendidikan pertama Indonesia ini memiliki sebuah ide dan gagasannya yang hari ini tidak diterapkan di Indonesia, yaitu bentuk pendidikan yang menghargai perbedaan karaketeristik pada setiap pelajar/anak.
Baca juga: Langkah Awal Menuju PIMNAS, FEB Untan Gelar PRI 3 2019
Kita harus mengakui, Indonesia masih mencari pondasi yang tepat untuk pendidikannya. Buktinya, kurikulum pendidikan di Indonesia selalu berubah dan terus menuai pro dan kontra secara terus-menerus, belum lagi masalah sistem kebijakan yang dapat dikatakan baru yaitu sistem zonasi, sampai hari ini masih menemui opini-opini miring dari pihak yang merasa dirugikan dari kebijakan tersebut. Serta, sistem pendidikan di Indonesia dirasa belum berpihak pada pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM).
Standarisasi sistem pendidikan secara proporsional menjadi hal utama yang harus kita tanamkan pada sistem pendidikan kita, saya selalu percaya, setiap anak lahir dan tumbuh berdasarkan keunikan dan kemampuan masing-masing dan mampu untuk menjadi apa yang dicita-citakan setiap anak melalui pendidikan yang proporsional dan selektif. Sistem pendidikan kita hari ini masih melakukan standarisasi yang baku terhadap para pelajar, sehingga kita semua dituntut untuk menjadi sama rata dalam hal pendidikan. Belum lagi ditambah sistem peringkat yang membuat anak alih-alih merasa termotivasi, melainkan tumbuhnya pengaruh psikologis yang negative pada sebagian anak.
Jika hari ini pelajar dibebankan oleh banyaknya tugas untuk mengejar sebuah angka diselembar kertas, maka saya ingin menitipkan tugas juga, yaitu berupa ide saya yang tidak seberapa ini. Kepada Yth Bapak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia yang baru:
- Menghapuskan sistem peringkat/rangking bagi siswa kelas 1 s.d 3 SD. Kelas 1 s.d 3 SD dan berfokus pada pembentukan karakter saja, membuat cara belajar yang efektif, seperti mindmapping sederhana, penerapan Teknik Feynman dalam belajar, kreatifitas, membentuk anak/pelajar yang senang menulis dan membaca, kerjasama, dan disiplin.
- Menerapkan metode pembelajaran menggunakan bahasa inggris untuk mata pelajaran tertentu dari SD, kita tidak dapat memungkiri bahwa kurangnya penguasaan bahasa asing dalam pelajaran baik tulisan, bacaan maupun percakapan sederhana dalam bahasa asing menjadi bentuk ketertinggalan pendidikan di Indonesia, buktinya, tidak jarang saya menemui setiap orangtua mengirim anaknya untuk les atau membayar guru privat diluar jam sekolah dengan bimbel yang menyediakan pendidikan mata pelajaran dasar dengan bahasa asing untuk usia dibawah 8 Tahun (setingkat SD). Dengan bahasa asing juga diharapkan tiap anak/siswa dapat mempercepat penyerapan teknologi dari luar secara lebih cepat.
- Meningkatkan kualitas pendidik, hari ini banyaknya orangtua yang mengirim anak untuk sekolah ke instansi pendidikan swasta dengan alasan kualitas pendidik di instansi swasta lebih diperhatikan, atau sarana dan prasarananya lebih lengkap. Harusnya ini menjadi representatif bahwa ketidakmampuan secara penuh instansi pendidikan yang disediakan pemerintah untuk memfasilitasi, mewadahi serta mendidik setiap anak.
- Sistem zonasi sebaiknya dilaksanakan sebagai salah satu point penambah nilai, jangan sampai hanya karena satu zona, kemudian langsung diterima begitu saja. Agar siswa diluar zona termotivasi belajar lebih giat, dan siswa dalam zona jadi malas belajar. Bisa juga kalau tidak ingin memperhitungkan nilai, ada baiknya mencontoh sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Jawa Tengah, yaitu persentase zonasinya dikurangi, ada 4 jalur.
- Zonasi 35%
- Zonasi Prestasi 35 %
- Prestasi 25 %
- Mutasi 5%
Jadi tiap isi di tiap sekolah merata, ada yang kurang berprestasi tetapi siswa luar zona yang berprestasi juga tertampung.
- Menyisipkan pelajaran tentang Investasi, Finansial, filosofi dan cara berpikir rasional untuk Siswa Menengah Atas (SMA)/Sederajat.
- Pemerataan pendidikan, zonasi dinilai belum mampu menjadi solusi konkrit dalam penyelasaian pemerataan pendidikan, hal-hal lain seperti fasilitas, tenaga pengajar, hingga alokasi dana pendidikan seperti beasiswa hari ini yang kadang-kadang tidak tepat sasaran menjadi salah satu hal yang kurang diperhatikan.
- Naikkan anggaran dana untuk riset dan pendidikan. Bangsa yang maju adalah bangsa yang terdidik dengan baik dan menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki kualitas baik secara karakter maupun keilmuan, pendidikan merupakan akar dari semua aspek kehidupan. Jika negara ingin maju, majukan pendidikan terlebih dahulu.
- Kegiatan Ekstrakurikuler perlu diperhatikan, selain berfungsi sebagai wadah penyalur minat tiap anak, kegiatan ekstra diluar jam belajar dapat membentuk sosialiasi tiap anak/pelajar, dari pada menambah jam belajar yang kurang efektif seperti halnya penerapan “Full Day School” di sekolah.
Demikianlah beberapa hal yang saya rasa perlu untuk disampaikan kepada Bapak Menteri yang baru, tulisan ini adalah bentuk perhatian saya yang juga masih berstatus pelajar terhadap pendidikan di Indonesia, selain itu saya juga mengajak kita semua untuk peduli dan berkolaborasi demi pendidikan Indonesia yang lebih baik dan maju.
Baca juga: Jalan Santai Peternak Milenial Pertama di Kalimantan Barat
Adapun tulisan ini tidak sepenuhnya dapat dibenarkan, karena hanya berlandaskan intiuisi pribadi dan referensi yang telah dibaca, serta informasi yang didapat terkait pendidikan. Saya menyadari dalam penulisan ini masih banyak kekurangan, baik dari segi penulisan, gaya bahasa, serta isinya. Saya selalu menerapkan prinsip, “yang baiknya diambil, yang salahnya di diskusikan bersama”. Akhir kata, Saya sampaikan terimakasih.
Penulis: Riyold (Mahasiswa FISIP UNTAN)