“Berdasarkan data dari tim cyber kami, pengguna internet di Indonesia ada 77,02 persen atau sekitar 210 juta sekian dari total populasi 272.826 ratus jiwa. Sedangkan unsur hoax paling banyak itu ada sosial politik yang mencapai angka 91,8 persen; SARA 88,6 persen; dan kesehatan 41 persen,”
mimbaruntan.com, Untan – Cahaya lampu menerangi ruangan berdinding putih, untaian renda ungu berpadu krim dan meja bundar penuhi ruangan Ballroom Hotel Harris dalam Deklarasi Paguyuban Ekosistem Informasi Sehat (PESAT) Kalimantan Barat (Kalbar).
Dalam mendukung visi dan misinya, Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) kembali hadir dengan mendeklarasikan pembentukan PESAT Kalbar yang beranggotakan orang-orang dengan latar belakang profesi yang berbeda pada Sabtu, (08/04).
PESAT dibentuk secara khusus untuk menjaring orang-orang dengan berbagai latar profesi yang memiliki jiwa untuk mengedukasi masyarakat dalam memerangi berita hoax. Adalah Doni Chairullah, selaku Sekretaris PESAT Kalbar mengaku bahwa Mafindo perlu orang-orang dengan beragam latar belakang profesi untuk menjangkau dan mengedukasi lebih banyak orang.
“Mafindo kan cakupannya lebih umum, jadi dia memerlukan program spesifik untuk mengedukasi masyarakat, salah satunya PESAT yang memang dikhususkan untuk menjangkau mereka (masyarakat) dengan beragam latar belakang profesi sehingga nantinya orang-orang dengan latar belakang beda tadi menjadi wakil profesi tersebut untuk mengedukasi sesama profesi mereka dari berita hoax,” jelasnya.
Ia juga mengatakan bahwa orang-orang yang tergabung dalam PESAT adalah mereka dengan latar belakang lintas profesi yang benar-benar tertarik untuk bergabung dan mempunyai komitmen untuk mengedukasi masyarakat melawan hoax.
“Kita mencari orang-orang dari lintas profesi yang bener-bener mau belajar dan mempunyai komitmen mengedukasi masyarakat dalam melawan hoax, misalnya aktivis, content creator, programmer, wartawan, pegiat-pegiat agama, dan masih banyak yang lain,” ungkap Doni.
Baca juga: Memerangi Hoax: Dimana Peran Pemuda?
Deklarasi PESAT menghadirkan beberapa narasumber dengan latar belakang berbeda. M. Royani perwakilan Kepolisian Daerah (Polda) Kalbar menyampaikan bahwa saat ini pengguna internet di Indonesia, yaitu 77,02 persen dari total penduduk Indonesia. Ia juga mengatakan bahwa unsur hoax yang paling banyak adalah sosial politik, SARA, dan kesehatan.
“Berdasarkan data dari tim cyber kami, pengguna internet di Indonesia ada 77,02 persen atau sekitar 210 juta sekian dari total populasi 272.826 ratus jiwa. Sedangkan unsur hoax paling banyak itu ada sosial politik yang mencapai angka 91,8 persen; SARA 88,6 persen; dan kesehatan 41 persen,” terangnya.
Royani memaparkan tips yang dapat dilakukan oleh masyarakat untuk menghindari berita hoax. Ia mengatakan bahwa berita harus disaring terlebih dahulu sebelum disebar ke keluarga maupun sesama.
“Tips cerdas menghindari berita hoax itu ada empat, perhatikan sumber berita dan pastikan sumber dapat dipercaya, baca keseluruhan isi berita, lihat keaslian video dan gambar, terakhir kritis dalam membaca berita. Saring berita sebelum sharing kepada keluarga atau sesama,” ungkapnya.
Edi Suhairul, seorang jurnalis dan selaku Ketua Definitif Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Kalbar mengatakan bahwa jurnalis juga turut ambil peran dalam mendukung literasi digital di masyarakat tanpa diskriminasi dan hoax.
Ia menyampaikan bahwa salah satu tugas jurnalis adalah menjadi agen pendidik dan penafsir. Hal ini berkaitan dengan berita-berita yang beredar di media sosial di mana jurnalis harus cerdas dalam melihat situasi yang terkadang dimanfaatkan oleh orang-orang atau kelompok tertentu dengan itikad tidak baik untuk menggiring opini.
“Durasi masyarakat Indonesia menggunakan media sosial sangat tinggi sehingga inilah yang terkadang dimanfaatkan oleh orang atau kelompok tertentu dengan itikad tidak baik untuk menggiring opini sesuai dengan kepentingan mereka. Jadi, jurnalis harus cerdas dalam melihat situasi ini,” jelas Edi.
Baca juga: Ketentuan Verifikasi Suara yang Tak Tentu
Edi menjelaskan bahwa jurnalis atau wartawan memiliki kode etik yang harus diikuti dalam mempublikasikan sebuah berita atau informasi, yaitu independensi, akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Ia juga menambahkan dampak jika jurnalis atau wartawan tidak menjalankan kode etik tersebut.
“Jurnalis atau wartawan itu punya kode etik yang harus diikuti, ada independensi, akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Misal ketika ada peristiwa yang mengandung sadisme, anak di bawah umur, nah itu ada aturan-aturan yang harus diikuti seorang jurnalis, tidak bisa langsung diunggah. Kalo jurnalis melakukan kesalahan, itu bisa sampai ke pengadilan walaupun ada aturan yang melindungi jurnalis,” tambahnya.
Meme Daeng, seorang pegiat media sosial juga angkat bicara. Ia mengungkapkan bahwa ada beban yang ditanggungnya sebagai seseorang yang dianggap influencer.
“Semakin ke sini semakin menjadi beban ketika ada yang menyematkan nama saya menjadi influencer. Instagram yang dulunya saya pakai untuk posting keseharian saya sekarang sudah tidak bisa lagi terlalu berlebih. Ada beberapa hal yang boleh saya posting dan tidak boleh saya posting karena tadi ada gelar influencer yang harusnya meng-influence,” terangnya.
Meme menjelaskan bahwa tugas influencer juga berat karena harus menginformasikan sesuatu yang valid dan tidak hoax. Ia membagikan pengalamannya ketika diperhadapkan dengan berita-berita yang belum jelas kebenarannya.
“Tugas influencer juga berat, kita harus menginformasikan sesuatu yang valid dulu dan tidak terbilang hoax. Ketika saya mau posting sesuatu, itu enam jam risetnya, misal ada info kebakaran di Pemangkat tapi ketika saya lihat fotonya ternyata itu di Palembang. Jadi ternyata menggunakan media sosial tidak semudah itu ketika mendapatkan gelar influencer tadi,” kata Meme.
Meme juga menambahkan seorang influencer punya peran besar dalam penyebaran berita-berita yang beredar di media sosial. Ia mengatakan bahwa seorang influencer bisa membantu untuk mengalihkan berita-berita negatif dengan konten yang dibuat influencer.
“Untuk kita penggiat media sosial, ya influencer, sebenarnya kita bisa membantu untuk mengalihkan berita-berita negatif dengan konten yang kita buat, dengan hal-hal yang barangkali bisa membuat netizen (warga internet) lupa sama hal-hal tadi,” jelasnya.
Edi mengajak seluruh masyarakat untuk memasifkan informasi yang benar sehingga dapat mengubur informasi yang tidak benar adanya yang beredar.
“Kami, JMSI, mengajak kita semua untuk memasifkan informasi yang benar. Kalo informasi yang salah dibiarkan masif, semua orang bisa berasumsi bahwa hal itu benar. Oleh karena itu, mari kita bersama-sama memasifkan informasi yang benar sehingga mengubur atau menenggelamkan informasi yang tidak benar tadi,” pungkasnya.
Penulis : Vanessa
Editor: Lulu