Terus terang, saya tidak begitu konsen untuk konsisten menyuarakan hak-hak atas perempuan. Pun, tak semua momen yang berbau perempuan saya geluti secara prioritas seperti yang dilakukan oleh banyak aktivis perempuan di luar sana. Tetapi, terlahir sebagai perempuan dan berada pada lingkungan pertemanan yang didominasi oleh perempuan supportif, menjadikan saya lebih aware terhadap apapun yang menyangkut diri perempuan. Terlebih itu mengenai ketidaksetaraan, ketidakadilan, dan ketidakberdayaan atas segala otoritas kebebasan yang direnggut oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab.
Perempuan yang termarginalkan, ah rasanya menyebalkan sekali kalau persoalan diskriminatif yang kuno ini masih menimpa umat manusia di tengah modernisasi hari ini. Stereotipe partiarki yang masih bersarang pun menyebabkan masih ada perempuan memilih bungkam karena merasa tidak berdaya. Iya, banyak banget perempuan-perempuan yang takut bersuara sekalipun berpendidikan tinggi. Tidak dipungkiri ini semua masih terjadi. Lucunya, gerakan-gerakan anti patriarki yang dikampanyekan oleh aktivis perempuan malah merembet pada lahirnya opini-opini menggelitik yang bilang bahwa perempuan ingin menyaingi laki-laki. Waduh, cara berpikir terbelakang semacam ini mestinya tidak lagi dianut oleh kaum terpelajar dong ya. Gini loh, yang dilawan oleh pegiat perempuan itu patriarki, bukan laki-laki.
“Bukanlah laki-laki yang hendak kami lawani, melainkan pendapat kolot dan adat usang”- R.A. Kartini
Baiklah, saya mungkin beruntung karena berada dalam ruang lingkup yang sehat dan bijak dalam memandang sesuatu. Menjadi pemimpin dalam sebuah organisasi kini menjadi “mungkin” bagi para perempuan yang punya integritas dan kapasitas. Tanpa memandang gender. Saya tentu berbahagia atas ini semua sebab saya mendapati hak yang setara. Tapi bagaimana nasib teman-teman perempuan kita yang tidak memeluk hak yang sama? Bagaimana kabar mereka yang ruang geraknya dibatasi, dieksploitasi, dan diciderai? Bagaimana kelanjutan dari berbagai kasus kekerasan seksual yang tidak ditangani secara serius? Yang produk hukumnya belum rampung dilegalkan sampai hari? Bagaimana?!
Di Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada 8 Maret 2020 ini, saya ingin menaruh hormat pada siapapun perempuan yang telah berjuang atas nama kebaikan. Setiap perempuan yang memperjuangkan kepentingan bersama adalah hebat. Perempuan-perempuan itu telah mampu menerjemahkan dirinya dalam peran ganda, atas hakikatnya dalam ranah domestik sekaligus forum publik. Tidak mudah, tapi banyak perempuan mampu membuktikan semuanya.
Perempuan-perempuan yang hari ini turun ke jalan. Menggaungkan setiap hak-haknya untuk direbut kembali. Mereka yang terus bersuara untuk memperbaiki konstruksi sosial yang merugikan perempuan. Mereka yang memperjuangkan keberpihakan keadilan terhadap perempuan.
Perempuan-perempuan yang hari ini turun ke jalan. Mereka yang terus bersuara memperdengarkan pada publik bahwasanya konsep-konsep diskriminatif terhadap perempuan tidak boleh dilanggengkan dalam tatanan masyarakat. Tidak ada yang mendominasi dan teriindimidasi. Perempuan tidak boleh ada dalam belenggu yang terbatasi ruang geraknya.
Perempuan-perempuan yang hari ini turun ke jalan. Mengabarkan pada semua bahwa tak semua perempuan hari ini baik-baik saja. Masih ada banyak perempuan yang dianggap sebelah mata, warga kelas dua, dan tidak diprioritaskan hak-haknya. Masih ada banyak perempuan yang terbentur oleh moralitas masyarakat yang kolot. Percayalah, tak semua perempuan hari ini terfasilitas haknya.
Perempuan-perempuan yang hari ini turun ke jalan. Terimakasih sudah menyisihkan rutinitas untuk sekedar menengok kepentingan perempuan kebanyakan yang belum mampu diakomodir bersama. Terimakasih sudah hadir bersama selebaran poster kreatif, bersama lantunan ketegasan bersikap yang kian menunjukkan bahwa perempuan boleh berani dan menyatakan pendapat.
Saya menaruh hormat.
“Kita harus membuat sejarah. Kita mesti menentukan masa depan yang sesuai dengan keperluan kaum perempuan dan harus mendapat pendidikan yang cukup seperti kaum laki-laki”- R.A. Kartini
Penulis : Sekar Aprilia Maharani