mimbaruntan.com, Untan – Universitas Tanjungpura (Untan) sudah mulai dikenal pada taraf nasional meskipun masih banyak pihak yang meremehkan performa Untan ini. Namun jika ditilik kembali, persaingan masuk ke Untan dari berbagai jalur tergolong sulit dan tidak bisa diremehkan. Pada masa saya mendaftar di Untan, banyak teman SMA seangkatan saya yang mengikuti seleksi namun gagal dan berujung di universitas swasta. Ya memang, merupakan sebuah kebanggaan bagi saya menjadi salah satu mahasiswi di universitas negeri terbaik di Kalimantan Barat. Walaupun predikat universitas terbaik pun masih agak berlebihan menurut saya. Tidak ada yang sempurna, begitu kata pepatah.
Saya rasa apa yang akan saya sampaikan beberapa paragraf ke depan bukan menjadi keresahan yang muncul dari hati saya sendiri, anggap saja ini rahasia umum yang diterjemahkan menjadi serangkaian kata. Saya sendiri pun sebenarnya bingung harus memulainya dari mana. Namun sebagai salah satu mahasiswa Fakultas Teknik Untan yang hemat dan hidup sederhana, sebagian besar kami diresahkan dengan permasalah biaya perkuliahan. Beberapa waktu lalu, prodi kami sempat kedatangan tamu dari universitas negeri di Maluku. Kami pun sedikit berbagi tentang biaya perkuliahan masing-masing, dimana ternyata dengan jurusan yang sama dan sama-sama merupakan prodi baru di universitas masing-masing, biaya perkuliahan kami berbanding 1:5.
Iri? Tentu. Namun ya bagaimana lagi. Kami masih berusaha berfikir positif, sebagai orang awam kami hanya mengira-ngira bahwa itu merupakan salah satu program pemerintah dalam mendukung pendidikan di Indonesia Timur. Tapi, agak riskan tentunya, bahwa pada kenyataannya pendidikan di Kalimantan ini juga cukup miris keadaannya. Pemerataan yang pemerintah upayakan masih jauh dari kata sempurna. Di saat bersamaan, dengan biaya perkuliahan yang fantastis itu, beasiswa yang ditawarkan dari pemerintah maupun lembaga lain pun tak cukup melegakan. Bagaimana tidak? Sepengetahuan saya, beasiswa yang menjamur di luar sana sebagian besar diperuntukkan untuk anak dari pegawai swasta. Sementara kami anak pegawai negeri dinilai dan dikategorikan sebagai orang kaya dan berkecukupan. Apalagi program keringanan UKT yang terdengar sebagai kalimat penghibur di telinga saya, karena pada kenyataannya proses pengajuannya begitu rumit dan peluang bagi kami anak PNS begitu kecil dan nyaris mustahil.
Padahal kalau dipikir-pikir, gaji bapak saya sebagai PNS hanya berkisar 5 juta rupiah untuk tanggungan 5 orang dalam keluarga. Ini tentunya mengalami kesenjangan dengan para mahasiswa yang orang tuanya merupakan wiraswasta dengan pendapatan yang mudah dimanipulasi untuk memperoleh keringanan dan lain sebagainya. Saya tidak mengatakan bahwa semua anak wiraswasta melakukan manipulasi data, masih banyak yang jujur dan melampirkan jumlah gaji orang tuanya sebagaimana adanya. Namun tentu ada pula oknum mahasiswa yang melakukan hal tersebut, sebut saja seorang kenalan saya si A yang memperoleh UKT II padahal sepengetahuan kami teman sepermainannya, orang tuanya punya usaha yang cukup sukses sebagai wiraswasta. Tapi ya sudahlah. Tidak ada juga gunanya menaruh iri pada oknum yang melakukan kecurangan. Hanya sangat disayangkan bahwa keringanan UKT yang susah payah disediakan pihak universitas jadi tidak tepat sasaran.
Masih soal biaya perkuliahan. Saya pribadi sebenarnya tidak terlalu mempermasalahkan hal tersebut, selama feedback yang kami terima juga sepadan. Namun pada prakteknya, itu tidak terjadi sebagaimana yang diharapkan. Kalau mau banding membanding, secara fisik tentunya mahasiswa dan awam dapat mengkategorikan beberapa fakultas yang terawat, fasilitas memadai dan enak dipandang mata. Padahal kalau dipikir-pikir, kami juga membayar biaya kuliah yang bahkan jauh lebih besar dari fakultas-fakultas keren itu. Kami tidak sepenuhnya menyalahkan pihak kampus, tapi mungkin memang perlu dilakukan pemerataan dalam manajemen masing-masing fakultas supaya tidak terjadi kesenjangan antar fakultas dalam Untan ini.
Kesenjangan antar fakultas ini tidak hanya kami rasakan dalam hal biaya perkuliahan, namun juga pelayanan dalam administrasi maupun akademik fakultas. Bukan rahasia umum lagi, di salah satu fakultas di untan, sebut saja fakultas A, saya mendengar keluhan para mahasiswanya mengenai betapa sulitnya mereka untuk menemui pihak pelayanan akademik maupun administrasi di fakultasnya. Kadang mereka harus menunggu berjam-jam, sementara pegawai yang ada sedang asyik nonton YouTube di balik ruangan. Hanya untuk menyerahkan satu berkas saja, kami harus menunggu dari pagi-pagi sekali sampai terik matahari menyengat tubuh, dan bahkan belum tentu pegawai yang dituju langsung melayani kami ketika tiba di fakultas. Apalagi ketika mengurus keringanan UKT atau cuti kuliah, dibutuhkan 2 hari bahkan lebih, hanya karena menunggu para pegawai yang tidak mengapresiasi waktu saja. Hal ini sangat jauh berbeda dengan cerita yang saya dapat dari teman di fakultas B, yang dapat mengurus cuti kuliah hanya dalam waktu satu atau dua jam saja dengan pelayanan yang begitu memuaskan, dimana mahasiswa diarahkan secara jelas mengenai langkah-langkah dalam mengurus administrasi tersebut hingga selesai.
Sekali lagi, kami mahasiswa merasa perlu dilakukannya pemerataan pelayanan dan fasilitas antar fakultas di Untan karena kesenjangan yang kami rasakan sangat meresahkan.
Jika feedback yang kami terima sebanding dengan biaya yang kami keluarkan, tentunya kami tidak akan mempermasalahkan isu ikan-ikan di taman yang menurut sebagian besar orang dinilai tidak perlu dan membuang anggaran saja. Saya rasa itu hanya merupakan ungkapan keresahan mahasiswa yang merasa uang kuliahnya di peruntukkan untuk hal-hal non akademik yang tidak urgent. Saya pribadi malah senang-senang saja dengan tampilan Untan yang tambah estetik dan rapi, ya selama pembangunan yang dilakukan dalam kampus merata dan memprioritaskan hal yang penting.
Terlepas dari semua ketidaksempurnaan kampus tercinta kita, saya bangga menjadi bagian dari Untan. Saya menyayangkan oknum mahasiswa yang hanya bisa mengeluh dan menuntut pihak kampus tanpa kesadaran untuk mengupgrade diri sendiri. Misalnya oknum mahasiswa yang mengeluh mengenai akreditasi jurusan maupun fakultasnya yang tidak naik, padahal tidak upaya pribadi untuk berprestasi dan mempermudah kenaikan akreditasi jurusan maupun fakultasnya.
Untan bisa menjadi jauh lebih baik dari sekarang jika semua pihak bahu membahu memperbaiki aspek-aspek yang masih memiliki kecacatan. Semoga Untan bisa berpartisipasi besar dalam menaikkan standar pendidikan di Kalimantan khususnya Kalimantan Barat. Harapan terbesar adalah semoga saran dan kritik yang disampaikan tidak hanya berlalu sia-sia dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis: Friskila Suyanti
*Tulisan ini telah terbit di Tabloid Edisi 25. Dapatkan segera versi cetaknya dengan menghubungi mimbaruntan@gmail.com/ +62 882-4229-0165 (Arum)