Pada penghujung malam, aku dibuat ketakutan atas kehilanganmu. Pada terbitnya fajar, aku berduka atas ketidakpedulianmu yang berhasil meruntuhkanku.
Andri bertemankan hujan di kala duka kembali meradang. Patah hati rupanya menjadi alasan utama Andri memilih diam dan tak lagi penuh harapan. Kehilangan sosok Erin yang sangat ia puja dahulu hingga sekarang membuat harinya mati seketika dan hampa dengan sendirinya.
….
Baca Juga: Dream and Love That I Never Had
Sudah seminggu lamanya Erin menghilang dari pandangan. Seluruh media sosial yang seharusnya menjadi penghubung, kini tak lebih dari sebuah pemisah. Erin memblokir seluruhnya, Erin pergi dengan semaunya dan Andri tetap pada penantiannya.
….
Entah kesalahan apa lagi yang kini Erin permasalahkan. Seminggu dalam penantian, membuat gelisah Andri tetap tak terjawabkan. Panggilan telepon selalu ditolak dan direct message kirimannya selalu terabaikan. Hanya satu jalan yang kini Andri siap lakukan, yakni mencari dan menemui Erin dengan segera.
….
(Andri melalui malam yang panjang, hingga akhirnya ia menemukan.)
….
Sapa Andri kepada Erin berakhir penyesalan. Pertemuannya dengan Erin malam ini jauh dari yang pernah ia bayangkan. Rupanya, dengan menemui Erin adalah suatu kesalahan yang merumitkan. Andri tak menyangka penantiannya berakhir dengan kisah yang menyakitkan. Pengkhianatan nyatanya menjadi jawaban atas menghilangnya Erin dari kehidupan. Bertemu secara tiba-tiba juga membuat Erin akhirnya gelagapan. Ia juga sama tak menyangka akan bertemu Andri yang senang menanti di kala ia sedang mendua.
….
Erin menatap kedua prianya. Heru, selingkuhan Erin jelas tampak kebingungan. Sedangkan Andri hanya menatap sendu kekasihnya yang telah berkhianat. Hari ini, keberuntungan Erin sedang tak berpihak dan pada akhirnya, kebenaran tengah terungkap. Kebebasan yang Andri berikan, ternyata disalahartikan. Kepercayaan yang Andri curahkan, nyatanya berakhir disalahgunakan.
“Ayo bicara sebentar.” Tanpa menatap, Andri mempersilahkan Erin menuju sudut ruangan.
Baca Juga: Jelita Gila
….
“Seharusnya tak perlu kamu repot-repot, Erin. Jika sudah muak, kabari saja. Tidak perlu se-drama ini hehe.”
“Semua bisa aku jelaskan, An. Dengarkan dulu.”
“Hmm. Sudah ya Erin. Jika nyalimu sudah cukup untuk mendua, berarti kamu juga sudah siap kan untuk saya tinggalkan?”
Erin menatap nanar Andri yang berniat meninggalkan. Erin tak menyangka sosok yang senang menanti, kini sedang menyudahi.
“Maksudmu?”
“Hehe. Saya berhenti, Erin. Saya berhenti untuk kamu bodohi. Saya rasa sudah cukup saya berjuang sendirian.”
Erin terdiam sesaat,
“Baiklah, memang untukku bukan laki-laki sepertimu yang pantas mendampingi. Paham? Aku mendua karena kamu berjuta akan kekurangan dan bukan suatu kesalahan bukan bila kumencari yang menyempurnakan?”
….
Hingga tiba saatnya,
Pada penghujung malam, aku berduka atas kehilanganmu, Erin. Pada terbitnya fajar, aku kembali berduka atas ketidakpedulianmu atas segala penantianku.
Penulis: Rahma Ning Tyas