Mimbaruntan.com, Untan – Keberadaan hutan mangrove sangat penting bagi manusia maupun hewan terutama untuk tempat tinggal biota. Namun, kini kondisi hutan mangrove kondisinya masih sangat kritis. Hal ini dibuktikan dari data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang mencatat kondisi hutan mangrove seluas 3,48 juta Ha lahan mangrove, 1.8 juta Ha lahannya rusak di Indonesia.
Sadar akan pentingnya permasalahan tersebut, beberapa mahasiswa dari berbagai disiplin ilmu dari Fakultas Pertanian (FAPERTA), Fakultas Kehutanan (FHUT), dan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) di lingkungan Untan berkumpul di rumah makan Ayam Penyet yang beralamat di jalan Parit Haji Muksin II untuk mengadakan diskusi terkait permasalahan mangrove di Kalimantan Barat sekaligus buka puasa bersama. Diskusi ini turut menghadirkan Duta Maritim Kalbar 2017 sekaligus para mahasiswa pengiat pesisir.
Dalam penyampaiannya Mardiyanto selaku Duta Maritim Kalbar mengatakan bahwa kondisi mangrove di Kalbar masih sangat kritis. Perlu adanya kerjasama dari berbagai pihak untuk mempertahankan keberadaan hutan mangrove agar tetap terjaga. Mardiyanto mengajak semua elemen dapat ikut berperan aktif dalam menjaga nya. “Jadi saya pengen sama teman-teman pesisir gimana kalo kita rancang sebuah program yang memang fokusnya kepada mangrove”, paparnya.
Dari data analisis spasial Sahabat Masyarakat Pantai (Sampan) Kalimantan mencatat bahwa luas hutan mangrove bulan Oktober 2016 sebesar 153.592 Ha yang meliputi Kabupaten Kubu Raya dengan luas 115.142 Ha, Kabupaten Kayong Utara dengan luas 19.914 Ha, Kabupaten Sambas dengan luas 9.153 Ha, Kabupaten Ketapang dengan luas 7.511 Ha, Kabupaten Mempawah dengan luas 1.611 Ha, Kabupaten Bengkayang dengan luas 183 Ha, dan Kota Singkawang 78 Ha.
Dengan luas hutan mangrove ini membuat Fajri selaku mahasiswa Ilmu Kelautan angkat bicara mengenai hutan mangrove. Ia membandingkan dengan kondisi hutan mangrove yang ada di Kalimantan Barat dengan di provinsi lain. Ia menceritakan bahwa kegiatan berbasis mangrove lebih banyak melibatkan masyarakat lokal dalam mengolah hutan mangrove. “Saya melihat kegiatan-kegiatan mereka itu pendekatan lebih kepada masyarakat”, katanya.
Terkait dengan kondisi mangrove yang semakin kritis diperlukan adanya gerakan-gerakan nyata untuk meminimalisir kerusakan hutan mangrove di Kalbar. Hal tersebut dilakukan oleh Iwan Kuncoro selaku mahasiswa Ilmu Kelautan yang bekerjasama dengan rekan-rekannya untuk membuat sebuah gerakan yang diberi nama Gerakan Peduli Mangrove (Rawa Lima) Kalbar. Pembentukan gerakan ini pun mendapat respon positif dari berbagai pihak diantaranya Wide World Foundation (WWF) Indonesia Program Kalbar, mahasiswa dari FAPERTA, FHUT, dan FMIPA Untan. “Tujuan awal terbentuknya komunitas ini Rawa Lima itu sendiri memang memfokuskan bagaimana daerah pesisir bisa berkembang yang lebih dikhususkan kepada mangrove”, pungkasnya.
Penulis : Suryansyah
Editor : Rio Pratama