Kasus dugaan penipuan konser palsu yang menghadirkan Sheila On 7 setelah akun Instagram @bergembirafest membuat unggahan bertajuk ‘Bergembira Fest’ padahal diketahui bahwa Sheila On 7 tidak ada jadwal manggung di Kota Pontianak.
Dari informasi yang disampaikan di akun Instagram tersebut, konser akan dihelat pada 20 Maret 2023. Namun, tak ada informasi mengenai lokasi konser.
Berdasarkan kabar yang beredar banyak yang telah menjadi korban atas pemalsuan tiket ini mengingat band Sheila On 7 banyak disukai dan konsernya selalu ditunggu-tunggu.
Koordinator Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Tangan Hati Indonesia Kalimantan Barat (Kalbar), Hendri Pramono menyampaikan bahwa fenomena tersebut dikarenakan adanya oknum yang membuat konser ini seakan-akan akan digelar di Kota Pontianak. Sehingga para pencinta konser terutama band Sheila On 7 banyak yang menjadi korban penjualan tiket (calo) tersebut. Hal tersebut bukanlah hal yang baru dan ia meminta pihak kepolisian untuk menindak cepat dan tegas kasus ini.
“Kita tahu bahwa peminat konser di Pontianak ini kebanyakan kawula muda dan pasti akan selalu booming. Jadi, beberapa orang yang suka konser pasti akan menggunakan berbagai cara untuk mendapatkan tiket untuk nonton konser. Ada yang harus memesan melalui presale atau pesan dulu bahkan harganya juga tidak murah apalagi jika membeli tiket pada presale terakhir. Inilah yang dijadikan momen oleh para pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melancarkan aksi mereka,” tutur Hendri, Jumat (03/02).
Baca Juga: Hilang Rasa Percaya, Apa-Apa Dianggap Pengalihan Isu
Hendri juga menambahkan, cara yang digunakan oleh para calo yang menawarkan tiket ini tidak lagi dengan cara-cara konvensional seperti yang sering dijumpai di stasiun kereta api, di depan venue konser, di sekitar lokasi acara olahraga. Akan tetapi, dewasa ini mereka sudah melancarkan aksi mereka melalui online (media sosial). Para calo tiket ini akan membeli tiket yang disediakan oleh pihak penyedia tiket resmi, kemudian menjualnya lagi ke konsumen dengan harga yang lebih mahal.
“Masyarakat harus lebih berhati-hati dan pentingnya crosscheck informasi yang beredar itu dengan cerdas. Di sisi lain, untuk pihak yang tidak bertanggung jawab seperti kasus ini bisa dikenakan Pasal 378 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) mengenai penipuan. Dugaan ke sana itu ada, apalagi jika sudah ada korban jadi polisi harus bergerak cepat,” ujar Hendri.
Selain itu, Direktur (LBH) Tangan Hati Indonesia Kalbar, Eka Kurnia Chrislianto juga menanggapi, bahwa permasalahan terkait ini bukan hanya ada soal dugaan pidana penipuan saja. Akan tetapi juga permasalahan ini pihak kepolisian dapat mengenakan Pasal 45A ayat (1) Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang menyebutkan “setiap orang yang sengaja menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik bisa dikenakan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda maksimal Rp 1 miliar.”
“Konsumen di sini tentu saja berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Paling tidak ada tiga hak dasar konsumen yang dilindungi oleh hukum. Pertama, hak untuk mencegah konsumen dari kerugian, baik dari kerugian personal dan kerugian harta kekayaan; kedua, hak untuk memperoleh barang dan/atau jasa dengan harga wajar; dan ketiga, hak untuk memperoleh penyelesaian yang patut terhadap permasalahan yang dihadapi,” ujar Eka.
Baca Juga: Resesi Ekonomi 2023: Indonesia Sudah Aman?
Hak untuk memperoleh barang dan/atau jasa dengan harga wajar ini yang menurut Eka harus diperhatikan oleh para pemangku kepentingan khususnya di Kota Pontianak. Agar jadi atensi yang juga diperhatikan karena penjualan tiket dan segala bentuk yang berkaitan dengan setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan, harus dijamin dan dilindungi.
“Kepolisian harus mengusut tuntas dugaan penipuan ini dan Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak juga harus ikut berpartisipasi dalam melihat persoalan perlindungan hukum terhadap konsumen. Terlebih konser musik ternyata dapat membawa berkah bagi sektor pariwisata bagian akomodasi dan destinasi yang mana menjadi gebrakan peningkatan sektor ekonomi kerakyatan, perkenalan tempat-tempat lokal ke luar daerah, dan tentu saja membutuhkan perlindungan hukum yang sangat perlu diperhatikan secara serius,” tutup Eka.
Press Release Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Tangan Hati Indonesia Kalimantan Barat