Vantage Point dilatarbelakangi peristiwa bersejarah pertemuan antara 150 negara dunia Arab dan Barat yang diadakan di Plaza Mayor, Salamanca, Spanyol. Pertemuan tersebut adalah pertemuan diplomatik untuk menandatangani strategi penanggulangan terorisme. Sejak peristiwa 11 September, lebih dari 4.500 orang terbunuh selama munculnya terorisme global. Pada hakikatnya film ini adalah film yang berkisah tentang sebuah konspirasi pembunuhan presiden Amerika Serikat. Teknisnya, film ini menggunakan teknik flashback di mana setiap adegan tak tersaji secara berurutan. Film ini terdiri dari lima narasi yang masing-masing mengandung sudut pandang yang berbeda. Narasi pertama adalah narasi dari sudut pandang seorang jurnalis. Narasi kedua dari sudut pandang seorang Paspampres, Agen Barnes. Narasi ketiga berdasarkan sudut padang seorang polisi Italia. Narasi keempat sudut pandang presiden Amerika Serikat dan kelima sudut pandang teroris itu sendiri.
Jika dilihat dari sudut pandang presiden, ia dan jajarannya sudah tahu bahwa akan terjadi sebuah aksi terorisme. Seorang intel bernama Phill melaporkan kepada Presiden, bahwa ada kelompok setempat yang memiliki hubungan terselubung dengan laskar Mujahidin di Maroko, yang notabene merupakan organisasi teroris yang berlabel agama. Tapi apapun yang terjadi, sang presiden harus tampil di depan publik, yaitu dengan menggunakan seorang duplikat, seperti di masa Reagan dahulu. Aksi terorisme tersebut merupakan balasan akibat beberapa minggu sebelumnya angkatan bersenjata Amerika Serikat menyingkap alur penyelundupan Bom ke Maroko dan berhasil digagalkan oleh pihak militer Amerika.
Presiden Asthon adalah representasi dari kekuasaan tertinggi Negara Amerika Serikat. Penembakan kembaran Presiden serta usaha penculikannya dapat dikategorikan bukan hanya tindakan terorisme semata, melainkan juga sebuah upaya untuk mengganggu ketertiban umum dan keamanan negara. Dengan kata lain, ancaman kepada kepala negara merupakan ancaman bagi negara itu sendiri.
Baca juga:Review Film Toy Story 4
Representasi makar kelompok teroris juga melibatkan pihak aparat. Pertama, mereka memanfaatkan lingkaran dalam sistem kepresidenan, yaitu Taylor sebagai seorang pasukan pengaman inti Presiden. Taylor tentu tahu banyak bagaimana mekanisme pengamanan Presiden Asthon. Kedua, Kelompok teroris memanfaatkan bekas tentara terlatih bernama Javier melakukan penculikan presiden yang asli yang berada di Hotel. Ketiga, mereka juga memanfaatkan lingkaran dalam keamanan kepolisian, agar dapat memasukkan bom yang akan meledak di podium Plaza Mayor.
Selain Aparat, jaringan teroris dalam film Vantage Point memanfaatkan pula orang-orang sipil. Terdapat dua orang sipil yang muncul sebagai bagian dari jaringan mereka. Pertama, resepsionis hotel tempat dimana anggota delegasi Amerika menginap. Kedua, seorang kameramen stasiun televisi GNN. Institusi sipil lain yang digunakan adalah Rumah Sakit dengan simbolisasi mobil ambulans yang digunakan para teroris untuk membawa presiden yang asli. Ambulans adalah kendaraan dari institusi kesehatan dimana dalam keadaan darurat, lingkaran medis selalu mendapat akses bebas dan jarang diperiksa secara ketat.
Film Vantage Point memperlihatkan pula pentingnya peran media visual mengungkap fakta terjadinya proses aksi terorisme. Terdapat dua subjek penting: pertama, melalui representasi stasiun televisi GNN dan keberadaan kameramen. Kedua, adalah kamera VCR yang dibawa seorang lelaki berkulit hitam bernama Sam.
Terbongkarnya pengkhianatan terhadap negara dalam film diawali saat Barnes berada di dalam stasiun televisi mini GNN. Ia melihat Taylor yang berpakaian polisi sipil berjalan melintasi kamera sambil menjinjing tas hitam. Barnes menyadari ketidakberesan Taylor, sebab beberapa menit sebelumnya, rekannya itu masih menggunakan pakaian tugas kepresidenan. Seketika itu juga Barnes menyadari bahwa rekannya merupakan bagian dari jaringan makar dan terorisme.
Baca juga:Film Aladdin, Melihat Versi Baru 1001 Malam Dengan Lebih Nyata
Barnes juga merupakan satu-satunya staf pengawal presiden yang menyadari kejanggalan dalam peristiwa itu. Melalui rekaman video VCR seorang warganegara Amerika yang bernama Sam, Barnes menemukan fakta bahwa penembakan berasal dari jendela di sebuah gedung. Melalui rekaman itu pula ia melihat seorang perempuan Spanyol membuang tas ke bawah panggung, yang kemudian diketahui sebagai bom.
Kemampuan berdasarkan insting Barnes yang telah dilatih secara militeristis melalui program intelijen membuatnya jeli dan cekatan dalam mengolah berbagai data. Ia mencocokkan beberapa gambar peristiwa hingga membentuk suatu pola. Dengan kata lain, ingatan Barnes yang tajam membuat ia bisa mengingat berbagai keanehan citra visual yang terjadi di sekitarnya.
Proses mempersiapkan aktivitas makar dan terorisme dalam film itu tak terjadi secara sekejap. Peran penting Suarez sebagai sutradara dari penyerangan Plaza Mayor diperlihatkan melalui beberapa adegan yang memperlihatkan dirinya mengontrol sebagian besar aksi dari jarak jauh melalui handphone. Dalam peristiwa penembakan kembaran presiden Asthon terlihat bagaimana Suarez menembakkan senjata dengan menggunakan remot kontrol dari jarak jauh. Dengan kata lain, aksi terorisme tersebut tidak dilakukan melalui jarak dekat, tetapi memanfaatkan jaringan alat komunikasi. Peran sentral Suarez yang memanfaatkan alat komunikasi dalam lingkaran aksi tersebut terlihat pada saat seorang resepsionis meledakkan tubuhnya di lobi hotel. Sebelum meledakkan diri, ia menerima SMS yang berbunyi “make us proud”. Pesan singkat itu berasal dari Suarez.
Logika aksi terorisme dalam Vantage Point penulis sebut sebagai logika makar karena melibatkan berbagai macam institusi: aparat militer, satuan pengamanan presiden, kepolisian, kantor berita GNN, instansi kesehatan, dan sebagainya. Oleh karena itu, artinya benar hipotesis dari penulis bahwa aksi terorisme tersebutsebagai makar yang sifatnya masif, sistematis, dan terstruktur.
Baca juga:Wisata Literasi Nasional Hadirkan Najwa Shihab
Suatu tindakan dapat juga disebut makar jika kejahatan ditujukan kepada pimpinan sebuah negara atau lambang-lambang negara lainnya. Dalam sistem pemerintahan presidensial, presiden memiliki kedudukan tertinggi sebagai kepala negara sekaligus lambang negara. Berdasarkan hal tersebut, maka apa yang dilakukan oleh para teroris dalam film Vantage Point adalah mencoba melemahkan kekuasaan Amerika Serikat dengan jalan melancarkan teror kepadanya. Pada peristiwa Plaza Mayor, Presiden Asthon hadir sebagai bagian dari otoritas penandatanganan strategi sistem pertahanan dan perdamaian antara dunia Barat dan Arab. Momen tersebut dimanfaatkan para teroris untuk menggoyang proses perdamaian yang akan berlangsung.
Bagaimana sebuah jaringan, strategi, dan aksi terorisme terjalin secara rapi menjadi bagian yang menarik dalam film ini. Saking rapinya, terkadang imajinasi penulis sebagai penonton terarahkan pada aksi terorisme yang terlihat biasa, namun ternyata pada akhirnya film itu adalah sebuah open text yang memberi ruang untuk berbagai penafsiran, termasuk bagaimana sebuah makar ditatakan dan teror dilakukan.
Dengan demikian, keseluruhan peristiwa teror dan chaos yang terjadi tak semata sebuah upaya pembunuhan sang kepala negara, melainkan juga sebuah upaya untuk mengubah struktur negara oleh pengubahan konstruksi yang acap terlupa, yang sudah terbangun dalam dan secara diam. Tampaknya, ideologi adalah hal yang sudah selesai bagi Vantage Point, sehingga dalam adegan pungkasan, dengan terbata, Taylor si agen pengkhianat berkata: “Kalian tidak bisa menghentikan kami. Kalian tidak pernah bisa menghentikannya. Perang ini tidak akan pernah berakhir.”
Penulis: Riski Ramadani