Oleh uuz
mimbaruntan.com—Pagi Sabtu (12/4) hotel Aston lantai 5 dipenuhi oleh berbagai jurnalis lingkungan dari berbagai media mainstream Kalbar. Mereka hadir untuk mengikuti workshop yang bertemakan Lokakarya Jurnalis Terkait Penegakkan Hukum Dalam Kasus-Kasus Keanekaragaman Hayati : Menulis untuk Melindungi!, diselenggarai oleh The Society of Indonesian Environmental Journalist (SIEJ) dari Jakarta. Program yang sudah berlangsung sejak 2010 ini akan tour ke tiga kota besar Indonesia yakni, Pontianak (12/4), Pekanbaru (15/4) dan Banda Aceh (17/4).
Bukan hanya media mainstream Kalbar yang hadir, jurnalis dari media Nasional juga ada dalam kegiatan ini, antara lain dari perwakilan dari Viva News dan Media Indonesia, serta wartawan-wartawan senior Kalbar lainnya. Turut hadir juga penyiar-penyiar radio salah satunya dari RRI yang akrab dipanggil bang Edo dan Waty perwakilan dari penyiar radio Volare Pontianak.
Pada workshop ini yang menjadi narasumber adalah Sri Budi Santoso yang merupakan perwakilan dari Kejaksaan Tinggi Kalbar memaparkan beberapa kasus dari keanekaragaman hayati yang terjadi di Indonesia. Kasus-kasus yang dipaparkan terkait dengan penebangan liar, penjualan ilegal daging satwa dilindungi dan mafia cukong penjualan satwa dilindungi.
Sri yang menjabat Kasi Keamanan Negara dan Ketertiban umum ini juga menambahkan bahwa kurangnya peran jurnalis untuk mengangkat isu-isu terkait keanekaragaman hayati yang ada, “Jurnalis harus berperan penting dalam hal ini guna memberikan informasi kepada publik.” Ungkapnya. Lanjutnya acara ini bukan seminar atau perkumpulan jurnalis semata tetapi sebagai wadah diskusi untuk menekankan kepada jurnalis dari bahayanya kasus-kasus keanekaragaman hayati dan mafia perdagangan hewan ilegal, “Kita hanya diskusi untuk mempertajam lagi angle (sudut pandang) kita tentang isu ini karena yang kita ketahui bersama pihak berwenang sangat sulit untuk membidik cukong-cukongnya, maka perlunya peran jurnalis disini,” tanbahnya.
Pihak Cukong Sulit Dilacak
Istila cukong lebih menunjuk kepada pengusaha-pengusaha pemilik perusahaan besar di Indonesia. Kata ini sendiri berasal dari bahasa Hokkian yang lazim dilafalkan di Indonesia oleh suku Tionghoa-Indonesia. Konteks cukong kali ini adalah perihal kasus-kasus keanekaragaman hayati di Kalbar.
Wartawan senior dari Media Indonesia, Aris Junaedi mengungkapkan untuk menangkap oknum-oknum ini sangat sulit, selain dari peliknya jaringan dari distribusi dan jaringan penjualannya yang lumayan rumit, “Sangat sulit memang menangkap dan membidik cukong ini selain jaringan yang sudah begitu lama terselubung, untuk itu perlunya waktu yang lama untuk memproses kasus ini,” ungkap wartawam Media Indonesia ini.
Aceng, dari wartawan Viva News yang juga hadir dalam acara ini menambahkan pada kasus ilegal logging yang sering ikut terlibat adalah sopir dan anak buahnya, “Seharusnya ya, cukong yang ditangkap, tetapi kita lihat lagi kasusnya seperti apa dan bagaimana indikator untuk cukong ini bisa kita tangkap,” ucapnya.
Jaringan Perdagangan Tumbuhan dan Satwa Liar(TSL) dan Kasus-Kasus di Kalbar.
Jaringan oknum-oknum ini cukup menjadi perhatin yang cukup besar untuk para aktivis lingkungan yang ada, salah satunya Albertus Tjiu selaku Ketua Forum Konservasi Orangutan Kalimantan Barat (Fokkab). Beliau cukup banyak memaparkan kasus dan informasi yang didapat dari Fokkab dan World Wildlife Fund (WWF).
Perdagangan tumbuhan dan satwa secara ilegal dilakukan bersamaan dengan perdagangan legal seperti penyelundupan, pemalsuan dokumen, over-quota. Perdagangan ilegal TSL juga melibatkan kejahatan terorganisasi, artinya sejajar dengan perdagangan narkotika dan senjata yang memerlukan tindakan yang terorganisasi pula, “Hal ini yang masih kita telusuri terus dan mencari informasi sebanyak-banyaknya untuk mendapatkan oknum ini,” ungkapnya.
Beliau juga menambahkan modus yang dilakukan pelaku cukup hebat seperti disembunyikan dalam kontainer, badan, tas, pemalsuan jenis (mis. informasi berbeda pada kemasan), bersamaan dengan penyelundupan kayu (terutama orangutan dan kelempiau), dicampur dengan jenis yang legal dan mirip, menggunakan kapal penumpang dan berlindung di balik kepentingan adat.
Dalam hal ini peraturan perundang-undangannya juga masih belum terlalu tegas, Albert menjelaskan undang-undang No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem sekarang masih tahap revisi, “itu artinya undang-undang yang berlaku untuk saat ini sudah tak lagi relavan, makanya pemerintah harus cepat menyelesaikan revisi ini.” Tambahnya.
Pontianak menjadi salah satu lokasi yang sangat rawan untuk perdagangan TSL ini, salah satu bukti yang didapat tim reporter mimbar untan adalah peta dibawah ini:
Sumber : Forum Konservasi Orangutan Kalimantan Barat (Fokkab)
Dari peta diatas ada 4 titik yang berwarna merah untuk wilayah Indonesia, pertama adalah pontianak, kedua adalah Jakarta, ketiga adalah Medan dan daerah pesisir pulau Sumatra.
Mirisnya lagi Kalimantan menjadi sumber utama perdagangan hewan yang dilindungi dan hampir punah, trenggiling. Rutenya dimulai dari Kudat (Sabah) ke Johor Bahru (Peninsular Malaysia) lalu dari Philipina ke Kudat dan Sandakan hingga dari Kalimantan Barat ke Sarawak Limbang (Sarawak) menuju ke Tawau selanjutnya ke China.
Dan kenapa tujuan akhir perdagangan ini adalah negara China. Menurut Albert China menjadi pemasok pasar terbesar untuk perdagangan TSL ini, “Di China masih ada kepercayaan bahwa hewan liar dan satwa yang dilindungi ini memiliki khasit pengobatan yang manjur, walaupun saat ini informasi tersebut benar-benar terbukti,” ungkapnya.
Albert disesi terakhirnya mengungkapkan bahwa ada beberapa solusi yang ditawarkannya kepada pemerintah dan jurnalis. Pertama adalah monitoring perdagangan, kedua membangun kapasitas penegak hukum melalui pelatihan dan ketiga revisi peraturan perundangan Program kampanye.
Peran Jurnalis Lingkungan
Diakhir sesi acara SIEJ selaku penyelenggara acara memberikan pesan untuk para jurnalis agar berperan penting dalam mengangkat isu lingkungan serta mempengaruhi opini masyarakat, yang kemudian melahirkan istilah jurnalisme lingkungan. Jurnalisme ini tidak hanya dapat memainkan peran kunci dengan melakukan investigasi dan pemberitaan mengenai isu-isu lingkungan, tetapi juga menghadirkan komentar dan analisis kritis dengan merangsang perdebatan publik.
Menurut SIEJ ada tiga tuntutan dari jurnalisme lingkungan terhadap produk berita lingkungan, yaitu informatif edukatif dan preventif. Jurnalis lingkungan diharapkan harus memihak kepada proses-proses yang meminimalkan dampak negatif kerusakan lingkungan hidup. Beberapa prinsip yang perlu ditekankan dalam jurnalis lingkungan adalah Pro Keberlanjutan, yang mampu mendukung kehidupan berkelanjutan, kondisi lingkungan hidup yang dapat dinikmati oleh generasi sekarang tanpa mengurangi kesempatan generasi mendatang.