Feminisme merupakan sebuah paham yang belakangan ini tengah menjadi pusat perhatian di kalangan aktivis perempuan dan masyarakat di Indonesia. Paham ini menjadi ramai diperbincangkan lantaran berkat adanya feminisme membuat sebagian perempuan berani untuk menolak keras segala tindakan penindasan dan pemerasan terhadap diri mereka dalam kehidupan bermasyarakat.
Dalam hal ini, dapat diartikan bahwa feminisme adalah suatu kesadaran diri perempuan terhadap suatu penindasan dan pemerasan terhadap dirinya di lingkungan masyarakat, tempat kerja, lingkungan keluarga, serta aksi perempuan atau laki-laki untuk mengubah suatu keadaan yang tidak adil menjadi suatu kesetaraan. Sedangkan menurut sebagian orang, ada yang berpendapat bahwa gerakan feminisme merupakan paham yang memperjuangkan kebebasan perempuan dari dominasi laki-laki (Fadlan,2011).
Sebagai salah satu respon yang dapat dipertanyakan sebagai bentuk keyakinan bahwa terjadinya diskriminasi serius adalah benarkah di era globalisasi saat ini masih ada kaum perempuan yang tidak diberlakukan adil? Sebagai salah bukti, di Negara Indonesia sendiri amat menjunjung budaya patriarki yang mana sangat memandang tinggi derajat seorang laki-laki dibandingkan perempuan. Pada beberapa kasus, sering dijumpai perempuan yang memiliki keinginan bersekolah setinggi-tingginya cenderung diremehkan dan banyak mendapatkan komentar negatif dari orang di sekitarnya.
Perempuan jangan sekolah tinggi-tinggi, nanti juga jadi ibu rumah tangga. Begitu ucapan yang sering kali di dengar oleh telinga kita, tetapi apakah menjadi seorang ibu rumah tangga adalah profesi yang salah? Apakah menjadi seorang ibu rumah tangga adalah pekerjaan yang hina sehingga tidak perlu ilmu untuk menjadi seorang ibu rumah tangga yang baik. Pemikiran ini seakan menempatkan perempuan pada posisi serendah-rendahnya yang mana sebagian besar masyarakat masih memiliki stigma bahwa pendidikan terhadap perempuan sama sekali tidak penting.
Universal Declaration Of Human Right menyatakan bahwa semua manusia dilahirkan bebas dan sama. Maka, dengan merujuk kepada pernyataan dari deklarasi ini sejatinya setiap manusia yang lahir ke dunia baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak yang sama. Mereka sama-sama memiliki hak sipil, hak memperoleh pendidikan, hak mengemukakan pendapat, hak berpolitik, hak ekonomi, ataupun hak sosial budaya. Semua dapat mereka lakukan tanpa harus dibedakan baik dari segi gender, status sosial dan lain sebagainya.
Namun, belakangan ini banyak yang menyalahi kaprah dari prinsip sebuah feminisme, yang mana dalam penerapannya banyak oknum yang menindas gender lain dengan mengatasnamakan feminisme, atau banyak oknum-oknum perempuan di luar sana yang mencari pembenaran dari kesalahan mereka sendiri dengan berdalih feminisme dan orang-orang ini dikenal sebagai feminisme radikal. Padahal, pemikiran tentang feminisme bukanlah tentang sebuah gerakan yang menyatakan perlawanan terhadap kaum laki-laki atau gerakan membenci laki-laki. Sudah jelas terbukti bahwasannya feminisme bukanlah paham yang seperti itu melainkan menciptakan sebuah gerakan yang menyetarakan antara hak perempuan maupun hak laki-laki sebagai bentuk penghargaan diri manusia karena berdasarkan kenyataan yang ada banyak sekali hak-hak perempuan yang harus di perjuangkan.
Kesetaraan gender bukanlah sebuah perjuangan yang mana menilai sebuah kesetaraan antara laki-laki dan perempuan yang setara dalam arti fisik melainkan kesetaraan gender adalah sebuah bentuk perjuangan perempuan untuk mendapatkan hak yang sama seperti yang didapatan oleh laki-laki. Yang mana, selaras bahwa perempuan dan laki-laki adalah manusia dan sudah selayaknya diperlakukan sama baik di mata masyarakat.
Menurut data dari Catatan Tahunan (CATAHU) Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (KOMNAS Perempuan) terdapat kurang lebih 338.495 (baca: tiga ratus tiga puluh delapan ribu empat ratus sembilan puluh lima) kasus kekerasan berbasis gender (KBG) terhadap perempuan pada tahun 2022. Yang mana mengacu dari data ini begitu banyak penindasan yang di alami wanita terlebih kekerasan berbasis gender yang merendahkan harga dirinya.
Pada zaman sekarang ini, tidak cukup jika wanita hanya menggaungkan feminisme kepada mereka yang masih memiliki pemikiran patriarki dan sebagainya. Justru pada zaman sekarang ini hendaklah mendahulukan beberapa masalah genting yang mana jika terlambat dapat merusak marwah perempuan.
Seperti, sekarang ini tengah maraknya tren revenge porn yang merupakan sebuah penyebaran konten pornografi milik orang lain sebagai bentuk ancaman atau tujuan balas dendam. Umumnya, revenge porn sendiri ditujukan agar korban yang notabene kekasih dari pelaku merasa terintimidasi atau takut meninggalkan pelaku karena diancam akan menyebarkan video pornografinya ke orang lain dan kemudian mendapat keuntungan atau kepuasan pribadi.
Tentu, hal ini adalah bentuk dari mengeksploitasi seksual perempuan, yakni terjadi sebuah tindakan pengambilan keuntungan baik tenaga ataupun tubuh seorang perempuan yang dilakukan tanpa persetujuan dari perempuan tersebut dan tidak adanya kompensasi kepada perempuan yang bersangkutan. Lantas, bagaimana perlindungan atas perempuan jika hal ini masih saja membudaya?
Merujuk pada Feminisme dan Perempuan
Penulis berkeyakinan bahwasannya dalam diri setiap perempuan ada sebuah masa depan yang mana apabila tidak benar dijaga akan merusak kehidupan selanjutnya. Feminisme bukanlah suatu gerakan besar yang menolak untuk menjadi seorang anti dapur, atau gerakan yang membenci kaum laki-laki. Tetapi di tengah maraknya virus dusta yang mengotori udara, para perempuan hanya mengharapkan sebuah keadilan. Keadilan atas hidupnya, keadilan atas hak yang seharusnya ia dapatkan, dan keadilan atas segala yang ingin ia peroleh.
Feminisme sendiri merupakan gerakan yang menguatkan posisi perempuan untuk berani speak up bahwasannya selama ini masyarakat terlalu memprioritaskan peran laki-laki. Dan upaya yang kaum perempuan lakukan adalah merobohkan banyak sekali stigma serta berusaha membangun peluang pendidikan yang setara dengan laki-laki.
Lahirnya Feminisme berawal dari membudayanya paham patriarki terutama di negara-negara yang menganut nilai-nilai ketimuran yang sebagian besar meletakkan posisi laki-laki sebagai penguasa. Sehingga segala sesuatu yang dilakukan harus mendapatkan izin dari laki-laki yang berkuasa terlebih dahulu. Konsep ini tentunya sama sekali tidak ada yang salah, hanya saja semakin kita membuka mata banyak terjadi ketimpangan-ketimpangan yang dilakukan atas dasar lelaki adalah penguasa. Dan yang terkadang mereka lakukan pun dinilai semena-mena.
Kita tidak bisa menafikkan karena patriarki akan susah hilang. Namun, setidaknya kita bisa memperjuangkan hak perempuan. Sebagaimana perempuan bukanlah suatu hambatan untuk kemajuan suatu peradaban. Perempuan bukanlah ditakdirkan sebagai seorang manusia yang hanya menjadi pendukung. Perempuan pula tidak lahir hanya untuk sekadar menjadi pelengkap laki-laki.
Melainkan, Perempuan ditakdirkan di dunia untuk menjadi tonggak hidupnya sendiri. Perempuan juga berhak atas mimpinya, ia memiliki hak untuk merasakan pendidikan setinggi-tingginya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Dian Sastrowardoyo, seorang aktris perempuan dari Indonesia yang berhasil membuktikan bahwa pendidikan adalah suatu hal yang penting terutama bagi seorang perempuan.
“Entah akan berkarir atau menjadi ibu rumah tangga, seorang wanita wajib berpendidikan tinggi karena ia akan menjadi ibu.”
-Dian Sastrowardoyo, Aktris dari Indonesia 1982
Baca Juga: Representatif Seniman Perempuan Melalui Pameran Wajah Kartini
Pemberdayaan Perempuan Dalam Rangka Kesetaraan Gender
Dewasa ini, sering kali masyarakat memahami bahwa gender memiliki arti yang sama dengan jenis kelamin, atau mengacu pada perempuan. Kata gender dapat diartikan sebagai sebuah peran yang dibentuk masyarakat dan perilaku tersebut bersumber dari proses sosialisasi yang berhubungan erat dengan jenis kelamin perempuan ataupun laki-laki. Seringkali di lingkungan masyarakat kita jumpai berbagai macam diskriminasi yang dilakukan, tetapi tidak semua masyarakat mengalami diskriminasi yang berkaitan dengan ras ataupun etnis. Namun, pasti semua masyarakat pernah mengalami diskriminasi gender yang ditemukan dalam bentuk kesenjangan sosial baik yang disadari ataupun tidak.
Diskriminasi yang berlandaskan identitas gender masih kerap terjadi di berbagai lapisan kehidupan, baik di Indonesia ataupun di seluruh dunia. Walaupun zaman kala ini sudah menyentuh era revolusi industri 4.0, dan orang berbondong-bondong menggaungkan kesetaraan gender di seluruh dunia. Namun, pada faktanya masih banyak ketimpangan-ketimpangan yang terjadi.
Perempuan mengalami dampak yang cukup signifikan yang mana rentan mengalami pemutusan hubungan kerja dan nyaris hilangnya mata pencaharian, rentan menjadi korban pelecehan, rentan menjadi korban kekerasan, atau bahkan menanggung beban ganda dalam rumah tangga yang tak jarang kita jumpai seorang perempuan rela mengorbankan waktu dan tenaga untuk menafkahi keluarga sekaligus menjadi ibu rumah tangga. Sudah begitu jelas faktanya bahwa, kaum perempuan lebih besar potensi untuk dirugikan apabila tidak adanya kesetaraan gender. Oleh karenanya, kesetaraan gender merupakan persoalan pokok yang mana menjadi suatu tujuan dalam pembangunan dan memiliki nilai eksistensi tersendiri.
Menurut Kementerian Keuangan Republik Indonesia, pemberdayaan perempuan adalah proses penyadaran dan pembentukan kapasitas (capacity building) terhadap partisipasi yang lebih besar seperti keluasan, pengawasan,dan pengambilan keputusan serta tindak transformasi yang mengarah pada perwujudan persamaan derajat yang lebih besar antara perempuan dan laki-laki. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 13 Tahun 2021 menurut pasal 1 ayat (2) menjelaskan bahwa:
“Pemberdayaan Perempuan adalah upaya untuk memperoleh akses dan control terhadap sumber daya, ekonomi, politik, sosial, budaya, agar perempuan dapat mengatur diri dan meningkatkan rasa percaya diri untuk mampu berperan dan berpartisipasi aktif dalam memecahkan masalah, sehingga mampu membangun kemampuan dan konsep diri.”
Upaya pemberdayaan perempuan merupakan bentuk dari intervensi pemerintah dalam mempercepat tercapainya kesetaraan gender. Yang mana, diharapkan melalui pemberdayaan yang dilakukan dapat meningkatkan kapasitas diri naik secara kualitas maupun kuantitas, meningkatkan sumber daya ekonomi, dan meningkatkan kualitas hiup kaum perempuan. Namun, sayangnya meskipun sudah digalakkan oleh pemerintah banyak pula kaum perempuan yang masih belum tersentuh oleh program pemberdayaan tersebut baik yang dilaksanakan di perkotaan maupun pedesaan.
Dalam mencapai kesetaraan gender lewat peningkatan pemberdayaan kaum perempuan, pemerintah telah melakukan berbagai macam upaya yang diantaranya adalah meningkatkan jumlah keikutsertaan perempuan dalam kegiatan ekonomi atau bidang ketenagakerjaan, meningkatkan jumlah partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan di pemerintahan, menargetkan partisipasi perempuan untuk menjadi keterwakilan sebanyak 30 persen dalam pemilu legislatif, menerapkan wajib belajar 12 tahun, meningkatkan angka melek huruf melalui beberapa program pemberantasan buta huruf atau dikenal pula dengan pendidikan keaksaraan, meningkatkan kualitas Kesehatan terutama untuk ibu dan anak, memberikan layanan edukasi kepada para ibu hamil dan calon orang tua untuk mengutamakan penggunaan penolong persalinan yang memiliki kualifikasi serta arahan untuk menyusui bayi selama dua tahun.
Baca Juga: Sang Penyeduh Kopi dan Tawa di Jantung Flamboyan
Kesimpulan
Feminisme adalah adalah kebebasan perempuan yang terdapat pada diri mereka dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Yang sejatinya, memperjuangkan kebebasan perempuan dari dominasi laki-laki.
Sebagai salah satu yang dapat dipertanyakan sebagai bentuk keyakinan bahwa terjadinya kekhawatiran serius adalah benarkah di era globalisasi saat ini masih ada kaum perempuan yang tidak diberlakukan adil? Sebagai salah satu yang sering didengar oleh telinga kita, tetapi apakah menjadi seorang ibu rumah tangga adalah profesi yang salah? Apakah menjadi seorang ibu rumah tangga adalah pekerjaan hina sehingga tidak ada ilmu untuk menjadi seorang ibu rumah tangga yang baik.
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa semua manusia memiliki hak yang sama, termasuk hak atas pendidikan, hak atas politik, hak atas ekonomi, dan hak atas status sosial.
Konsep kesetaraan gender merupakan aspek mendasar dari feminisme, karena bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara hak-hak laki-laki dan perempuan.
Di sisi lain, feminisme bukan hanya sarana perempuan untuk mengekspresikan keyakinan dan nilai eksistensi mereka, melainkan sebagai sarana perempuan memperjuangkan harga diri dan hak mereka sebagai manusia. Perspektif ini berakar pada gagasan bahwa perempuan tidak hanya setara dengan dipandang selayaknya manusia tetapi juga setara dalam hak dan nilai mereka.
Singkatnya, feminisme adalah aspek vital masyarakat Indonesia, dan prinsip serta praktiknya memainkan peran penting dalam mempromosikan kesetaraan gender dan mempromosikan hak asasi manusia.
Penulis: Filosophia / Kontributor
Referensi
Syafi’ei.M,S.H,M.H. ” Feminisme, Islam, dan HAM” (2019) Diakses pada tanggal 13 Agustus 2023, https://law.uii.ac.id/blog/2019/12/03/feminisme-islam-dan-ham-oleh-m-syafiie-s-h-m-h
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. ”Mencapai Kesetaraan Gender dan Memberdayakan Kaum Perempuan.” (2017) Diakses pada tanggal 13 Agustus 2023, https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/31/1439/mencapai-kesetaraan-gender-dan-memberdayakan-kaum-perempuan
Foto: