Kekacauan yang dialami oleh kampus-kampus tentang isu kekerasan seksual sudah di taraf yang mengkhawatirkan. Korban-korban mulai buka suara. Kampus bergerak menutupi hanya untuk menjaga nama baik sementara. Birokrasi-birokrasi keparat yang susah ditembus menyebabkan kasus ini hanya berjalan ditempat. Diam.
Lalu datanglah Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset dan Teknologi (Kemendikbud), yang baru muncul entah dari mana. Mengeluarkan peraturan yang seyogyanya dari dulu disahkan. Angin segar bergulir untuk para korban dan mahasiswa-mahasiswi lain bahwa akan adanya tempat aman sendiri di kampus nanti.
Baca juga: New Man: Rekonstruksi Maskulinitas Untuk Perdamaian Dunia
Muncul kubu yang menolak peraturan tersebut. Menolak karena tidak sesuai dengan pola pikir mereka. Menolak karena tidak sesuai dengan budaya mereka. Menolak karena tidak sesuai dengan ajaran Tuhan mereka. Mereka mengatakan bahwa peraturan tersebut berkemungkinan besar bisa menyebabkan pelegalan prostitusi dan zina yang mereka takuti. Tuhan dipaksa turun hanya untuk mengurusi selangkangan.
Padahal untuk urusan seperti itu kembali lagi ke pikiran masing-masing. Yang perlu dijaga adalah pikiran kita sendiri, otak yang berpikir bukan pelir yang yang memegang stir. Peraturan itu untuk melindungi korban. Itu tujuannya. Bukan sebagai bentuk degradasi moril seperti yang kaum penolak bicarakan.
Beberapa kampus sudah mulai berbenah, berbekal mahasiswa yang ingin tempat aman. Kampus bergerak dengan mengambil posisi setuju tentang peraturan ini. Mereka menyetujui hal tersebut karena sadar akan awasnya isu ini. Mereka juga takut itu terjadi di kampus mereka.
Kampus-kampus di luaran bahkan di Kalimantan Barat sendiri pun sudah memulai membuat diskusi-diskusi publik, membahas peraturan ini. Sudah mulai berpikir bagaimana implementasinya di kampus mereka sendiri berjalan nantinya.
Lalu, dimanakah posisi Universitas Tanjungpura (Untan) tercinta saat ini selaku universitas terbesar di Kalimantan Barat sekarang?
Tidak adanya kejelasan dalam mengambil sikap, terkesan apatis, atau malah menolak?
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Untan juga masih sibuk bermain “kuda-kudaan”.
Apakah hanya akan ikut-ikutan seperti yang sudah-sudah?
Baca juga: KBGO : Laki-laki Jadi Korban Pelecehan Seksual?
Pertanyaan-pertanyaan bermunculan, dari mahasiswa-mahasiswi tercinta BEM UNTAN yang dipertuan agung ini apakah tidak mau mengangkat isu ini? Terlalu sibuk kah? Terlalu banyak “pekerjaan-pekerjaan” yang membuat BEM UNTAN memilih diam?
Belum lagi petinggi-petinggi birokrat UNTAN yang juga tak ada kabar. Mahasiswa-mahasiswa bingung.
Kami bingung.
Atau dari pihak UNTAN sendiri menganggap isu ini tidaklah penting? Atau apa?
Jika memang mendukung, kemana UNTAN sampai saat ini?
Maju jalan mengikuti isu ini seperti kampus-kampus lain, atau jalan mundur menuju ke selokan.
Penulis: Azis
*) Opini ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi mimbaruntan.com.